Budaya Jawa merupakan suatu budaya yang diikuti oleh masyarakat dan merupakan budaya lokal yang sudah berkembang di Pulau Jawa. Menurut Suseno (1996, dalam Lestari 2016). Menurut Rochayanti, Pujiastuti, & Warsiki (2012) Orang jawa adalah seseorang yang bertempat tinggal di Jawa, mengikuti adat istiadatnya, serta menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa ibu.
Masyarakat Jawa sering dikenal dengan masyarakatnya yang ramah, dan memiliki nilai sosialnya yang paling menonjol yaitu budaya Tulung Tinulung / Tolong Menolong, Andhap Ashor,dll. Menurut Narimo (2009, dalam Wahyuningsih & Surbakti 2018) Masyarakat Jawa kerap disangkut-pautkan dengan norma hidup, tradisi, serta agama, serta memiliki ciri khas yaitu toleransi, religiusitas, tidak mendoktrin, berkeyakinan baik.
Budaya Jawa saat ini sedikit demi-sedikit mulai ditinggalkan, terlebih lagi oleh generasi muda. Kebanyakan orang Jawa sudah tidak lagi peduli dengan budaya warisan dari leluhurnya.
Kebanyakan dari anak muda sekarang mulai tidak mau untuk mempelajari budaya lokal yang telah menjadi warisan. Kurangnya peran orang tua dan keluarga juga menjadi salah satu berkurangnya nilai budaya Jawa yang sangat berpengaruh dalam pelestarian budaya Jawa di Indonesia.
Kemajuan Teknologi di era globalisasai ini sangat berpengaruh besar bagi kehidupan dan menjadi suatu pelopor dalam globalisasi, yang mana menurut Robertson (1992, dalam Agustin 2011) era globalisasi merupakan era bersatunya masyarakat dunia dalam segi gaya hidup, orientasi dan budaya.
Dan hal ini menyebabkan masalah dalam bidang kebudayaan menurut Agustin (2011) yang merupakan hilangnya budaya asli suatu daerah, dan mulai hilangnya rasa cinta terhadap budaya lokal khususnya bagi generasi muda.
Pendidikan dan kepribadian anak keluarga Jawa terbentuk berdasarkan peran penting keluarga sebelum pada akhirnya anak akan bersosialisasi langsung di masyarakat. Orang tua memiliki peran penting dalam mengkomunikasikan dan mengenalkan nilai budaya lokal kepada anak.
Nilai-nilai ini dapat berupa bahasa Jawa yang merupakan bahasa yang digunakan pada keseharian masyarakat Jawa, khususnya di Yogyakarta.
Penggunaan bahasa Jawa dinilai dapat menjadi suatu sarana pembelajaran tata krama. Namun kenyataannya, bahasa Jawa sendiri merupakan identitas masyarakat Jawa yang cenderung ditinggalkan, dan dinilai kuno dan tidak modern, dibandingkan dengan bahasa inggris.
Adanya pengaruh dari adopsi budaya luar dan menjadi kota dengan mobilitas pendatang yang tinggi juga menyebabkan proses pencampuran bahasa dan budaya Jawa, sehingga banyak dari masyarakat mencampur-campurkan bahasa Jawa dengan bahasa yang lain. Hal ini sering disebut dengan sebagai "wong Jawa ilang Jawane" karena ketidakmampuan masyarakat Jawa dalam mengenali budaya aslinya (Wahyuningsih & Subakti, 2018).
Beberapa faktor menyebabkan beberapa perubahan bahasa dan budaya di Jawa, khususnya di Yogyakarta yaitu terjadi diakibatkan oleh penjajahan, migrasi, dan internasionalisasi.