Lihat ke Halaman Asli

"Kurban Terbesar Pak Bejo"

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pak Bejo adalah salah satu orang terkaya di kampungnya. Ia seorang juragan yang memiliki banyak hewan ternak. Mulai dari ayam sampai sapi bahkan kini ia beternak kerbau. Bayangkan keuntungan yang ia dapat setiap hari. Telur, daging ayam, susu, hingga daging sapi. Rejekinya benar-benar melimpah.
Ia selalu mengatakan kepada setiap orang bahwa namanya-lah yang telah memberikan keberuntungan.....
“Nyat bejo aku iki, pas karo jenengku......” (Memang beruntung aku ini, pas dengan namaku ....).
Tapi keberuntungan yang telah diberikan Tuhan telah menutup mata hatinya. Untuk berkorban saja, ia memesan khusus tas kresek yang ada gambar wajah dan namanya. Tujuannya ya satu...biar terkenal dan dipuji orang karena sudah berkurban di hari raya ini. Sapi belum di potong, tetapi tas kresek itu sudah jauh-jauh hari beredar luas di kampungnya.
Hari raya tiba.
Gema takbir mengiringi perjalanan Pak Bejo dan keluarganya menuju tanah lapang untuk melaksanakan Sholat Ied Idul Adha. Sepanjang perjalanan ia memikirkan anaknya, si Neng yang tergolek lemah di rumah karena sakit perut. Sebelum berangkat ia sempat berkata pada anaknya, “dak usah ikut sholat dulu, nduk....bapak sama ibu nanti cepat kog pulangnya”. Siti hanya mengangguk lemah.
Sholat Ied telah selesai dilaksanakan. Tapi selama sholat tersebut, pikiran Bejo terus tertuju pada Neng anaknya. “padahal cuma sakit perut, kog aku mikir terus ya.... ada apa ini?” pikir Bejo dalam hati tidak tenang.
Imam sedang membacakan khutbah. Tapi ia tidak konsentrasi untuk mendengarkannya. Disamping memikirkan anaknya Si Neng, ia juga memikirkan harta benda dan ternaknya di rumah. “Ini semua gara-gara Ucup yang dak mau nunggu rumah, malah ikut sholat segala. Pikiranku kan jadi dak tenang.” gerutunya dalam hati.
Saat semua sedang serius mendengarkan khutbah, tiba-tiba ada teriakan seseorang dari seberang lapangan. “kebakaran....kebakaran.....kebakaran.....”
Sontak semua jamaah sholat Ied berdiri dan bergegas pulang sambil bertanya-tanya rumah siapakah yang terbakar. Mereka terpaksa pulang sebelum imam selesai membacakan khutbahnya.
Asap hitam mengepul. Tapi Bejo tidak lekas-lekas pulang. Ia masih ingin menunggui sapinya dipotong terlebih dahulu. Sambil berdiri ia berkata “halah rumah siapa lagi yang kebakaran, pasti nanti ada sumbangan lagi.....sumbangan lagi....” gerutunya dalam hati. Ia memang paling sebel kalau ada yang minta sumbangan. Katanya “Orang kog bisanya minta sumbangan terus .... “
Ucup yang masih mengenakan sarung dan peci lari menuju Pak Bejo yang terlihat masih santai di lapangan. “ Pak .... Pak Bejo..... Ibu ...Pak.....” teriak Ucup terengah-engah.
“Ibu kenapa?” tanya Pak Bejo.
“Ibu pingsan Pak....” jawabnya. “ada apa lagi ini.....” katanya sambil berlari kecil mengikuti Ucup.
Mereka pun bergegas pulang. Sesampainya di ujung jalan....wajah Pak Bejo berubah. Ia menangis sejadi-jadinya. Rumahnya hangus terbakar. 2 unit mobil pemadam kebakaran sedang berusaha memadamkan api.
“Sabar ya Pak Bejo... Si Neng dan ibunya sedang diobati di puskesmas. “ kata salah satu tetangganya.
Semua isi rumah dan ternaknya hangus terbakar. Hanya bersisa abu. Nasibnya tidak seberuntung namanya lagi ...Bejo.... Mungkin inilah “kurban” terbesar dalam hidupnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline