Lihat ke Halaman Asli

Iis Siti Aisyah

Teacher | Reader | Freelance Writer

Sejak Lama, "Guru Baik" Memang Dinanti

Diperbarui: 27 Maret 2018   12:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(sumber gambar: muslimdaily.net)

"Seorang murid tidaklah lebih daripada gurunya; tetapi barangsiapa yang telah tamat pelajarannya akan sama dengan gurunya"

Kata-kata di atas, saya dapat dari buku Paulo Coelho, diambil dari kitab bibel. Saya muslim, tetapi ketika saya menemukan kalimat di atas, saya merenungkan maknanya. Karena secara impilisit kalimat tersebut mengundang saya untuk sejenak memikirkan apa sebenarnya tugas guru yang sebenarnya.

Guru? Siapakah guru itu? Apakah mereka yang berseragam dengan status sosial yang tinggi, atau mereka yang dengan sukarela memberikan ilmunya tanpa pamrih.

Sejak lama, guru memiliki keistimewaan dan jargon yang sepertinya luar biasa, tetapi akhirnya setiap orang akan meminta haknya pula. "Guru Tanpa Tanda Jasa" itu yang sering kita dengar dan sampai sekarang sepertinya masih tetap berlaku, ya berlaku dalam sebuah lagu setidaknya. (he.. he..)

Tinggalkan hal yang berkaitan dengan ini. Saya meyakini, setiap orang memiliki kebutuhan di dunia ini. Ketulusan kadang dianggap naif bagi yang lainnya, bahkan kadang ketulusan yang sebenar-benarnya tulus diindikasikan menyimpan motiv lain dibelakangnya. Tentu saja, karena pemikiran itu, orang tulus bisa ikut berubah menyesuaikan apa yang dipikirkan orang tersebut.

Pemerintah sendiri yang mengajarkan kita untuk bisa survive dengan keadaan yang dibuatnya sendiri, meskipun itu membuat sebagian orang lain menyengserakan. Bagi saya, apapun harus dikerjakan dengan tulus. Berdagang juga harus tulus agar yang dikerjakan terasa ringan, tetapi bukan berarti mau dibohongi orang apalagi membohongi orang. Ada porsi masing-masing untuk menempatkan ketulusan.

Kita berbicara tentang guru saja. Karena dunia ini menyimpan banyak misteri tentang guru, saya teringat ketika menjadi seorang pelajar. Memiliki guru yang baik dan dengan tulus memberikan ilmu tanpa meminta kita menjadi anak yang pintar dengan nilai yang memuaskan ditambah dengan tekanan memberikan banyak piala memang anugerah yang luar biasa.

Tanpa disadari, ketulusan itu yang membuat siswanya berkembang. Bahkan dengan ketulusan guru inilah sebenarnya banyak orang biasa ketika sekolah, menjadi orang sukses ketika dewasa.

Sekali-kali, saya juga banyak membaca kisah anak yang kurang dalam urusan intelektualnya, menjadi pribadi yang bermanfaat dikemudian hari. Saya berpikir, kenapa ya bisa begitu? Ah, pasti ini cerita mengada-ada, atau ini hanya cerita motivasi agar dikejadian nyata terjadi hal yang serupa.

Tapi, dengan cerita tersebut, saya justru ingin kembali menjadi anak didik yang belajar kepada guru yang tepat, dan mendidik saya dengan penuh kasih sayang. Saya membayangkan, guru tersebut mau menerangkan banyak hal tanpa banyak perintah dan mata yang tenang, dari mulutya keluar penuh hikmah, pemikiran yang jernih, tangan yang menunjukkan kebenaran, dan memotivasi untuk terus mengejar yang diimpikan.

Mengenai tentang kurang pintar, saya setuju dengan pernyataan tidak ada anak yang bodoh, yang benar adalah setiap anak memiliki keunikan dan kelebihannya masing-masing. Apalagi jika ditunjang dengan keberadaan guru yang mumpuni dan mampu mengarahkan anak didik tersebut. Guru zaman now, seharusnya memang belajar agar tidak asal bicara dan menjudge anak didiknya tersebut dengan ucapan atau perkataan yang kotor.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline