Lihat ke Halaman Asli

Istanti Surviani

Ibu rumah tangguh yang suka menulis

Ibu Saya, Wanita Penjaga Dermaga

Diperbarui: 24 Desember 2022   00:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dermaga adalah tempat kapal berlabuh atau bersandar untuk melakukan bongkar muat barang, baik untuk kepentingan ekspor maupun impor. Dermaga bisa juga bermakna tembok rendah penahan ombak di sepanjang tepi pantai di kawasan pelabuhan untuk keperluan bongkar muat barang.

Lalu, apakah ibu saya yang bernama Ninik Isniagi memang seorang penjaga dermaga seperti definisi dermaga di atas? Di dermaga mana ibu saya bertugas?

Ibu saya bukan penjaga dermaga tapi harus menjaga dermaga. DERMAGA yang dimaksud di sini adalah singkatan dari ibaDah, bERkebun, bERbagi, meMAsak, olahraGa, dan rekreAsi. Wah, apaan lagi ini? Ya, tentunya itulah kegiatan ibu saya sehari-hari yang bisa saya rangkum.

1. Ibadah
Ibu mengawali aktifitas ibadahnya sejak dini hari. Bahkan, mungkin saat anak cucunya masih terlelap dalam buaian mimpi. Begitu terjaga dari tidurnya dan mengaku tidak bisa melanjutkan tidur lagi selepas urusan domestik di kamar mandi, ibu lalu melakukan salat tahajud.Lisan ibu selalu basah oleh doa-doa panjang yang dilangitkan pada Tuhan-Nya di sepertiga malam terakhir. Orang tua, suami, anak cucu, dan menantu sudah pasti jadi bagian utama menu doanya. Doa apapun yang bisa ibu panjatkan untuk kebaikan, kebahagiaan, dan keselamatan hidup orang-orang tercinta di dunia dan akhirat.

Ibu bergegas pergi ke Masjid Al-Huda dekat rumah untuk menunaikan salat Subuh selepas azan berkumandang. Biasanya ibu berangkat berboncengan motor dengan Bu Siti, tetangga depan rumah. Mengapa mereka tidak berangkat dengan suami masing-masing? Karena, mereka adalah para janda yang suaminya berpulang saat pandemi covid-19.

Ibu tidak langsung pulang ke rumah selesai salat Subuh. Beliau melanjutkannya dengan membaca Alquran satu hari satu juz atau one day one juz (odoj). Adik perempuan saya lalu melaporkannya ke grup odoj ibu via smart phone-nya. Ibu saya terbiasa memakai hape sms bukan WA. Jadi, numpang kirim laporan gitu. Jika laporannya telat sebentar saja, ibu sudah ditanya-tanya teman grupnya karena ibu seringkali jadi pengirim pertama.


2. Berkebun
Ibu saya adalah pecinta berat bunga atau aneka tanaman lainnya.  Totalitas tanpa batas dan sedikit valas dalam merawat tanaman-tanaman kesayangannya. Istilahnya, beli bibit satu bisa tumbuh sampai seribu. Wajar saja jika rumah ibu saya di Lumajang terlihat ijo royo-royo dari depan sampai belakang. Ada bunga nusa indah, sirih merah, beras kutah, bugenvil, sri rejeki, lidah mertua, aglonema, janda bolong, dkk.

Ibu dan bunga-bunga kesayangannya. Foto: Dokpri

Selain menyiram dan menyiangi tanaman, kebiasaan ibu mengobrol dengan tanaman-tanamannya adalah mantra sakti penyubur alami. Jika hendak bepergian, hal yang selalu dipikirkan ibu adalah tanaman-tanamannya. Ibu tak segan menyewa orang untuk menjaga tanaman selama beliau bepergian.

"Aku akan pergi untuk sementara. Bukan meninggalkanmu selamanya. Aku akan balik lagi. Janji jangan rewel ya, sayang-sayangku. Assalaamu'alaikum." Wah, dialog ibu mirip lirik lagunya Duo Ratu zaman dulu.

Ibu sangat menikmati hobi berkebun. Sengatan matahari dan peluh keringat tak jadi masalah. Hitung-hitung sambil berkebun sambil berjemur. Pikiran senang, rezeki datang. Orang lain pun banyak yang menikmati hasil kebun ibu. Baik sengaja datang minta bunga atau diberi bunga sebagai tanda mata.

3. Berbagi
Saya bersyukur memiliki ibu yang senang memberi dan senang berbagi. Bagi saya tidak mengapa berbagi sedikit makanan tetapi banyak orang yang dapat. Kalau ibu saya berbagi banyak makanan kepada banyak orang. Apa-apa yang ibu keluarkan diganti berlipat oleh Allah. Tidak heran jika makanan begitu berlimpah di rumah ibu saya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline