Dayu yang baru memutuskan berhijab saat kuliah semester tiga itu ragu untuk pulang. Ia tidak sanggup menghadapi murka sang ibu terhadap keputusannya berhijab. Atau, sindiran sang ayah bahwa orang-orang berhijab tak ubahnya seperti ninja. Lama Dayu merenung, menimbang-nimbang, dan akhirnya memberanikan diri untuk pulang. Bagaimanapun, hidayah Allah itu tergamblang nyata dan dia telah menjemputnya. Meskipun ada tantangan dari ayah ibunya, tidak menyurutkan rasa bahagia dan tenang di hati Dayu.
Siang itu Dayu duduk di ruang tamu rumahnya, layaknya seorang tamu, bukan tuan rumah. Udara yang panas membuatnya kegerahan. Meskipun hatinya tidak karuan, tetapi ia mencoba tetap tenang. Dayu benar-benar terlihat seperti seorang pesakitan yang menunggu vonis sang hakim.
Kedatangan Dayu disambut netra penuh tanya oleh ayah ibunya. Mereka sudah duduk berseberangan dengan Dayu sekarang. Wanita yang biasanya akrab dengannya itu, jelas-jelas tidak ramah kini. Ayahnya pun hanya memberikan sekilas pandang. Suasana kaku sungguh terasa. Dari ujung hijab sampai ujung kakinya tak lepas dari pantauan sang ibu. Rasa kecewa sang ibu terang terbaca. Beberapa menit berlalu tanpa ada kata yang keluar dari mereka bertiga.
Suara telepon tiba-tiba berdering. Seseorang mengabarkan bahwa nenek Dayu baru saja meninggal. Ibu dari ibunya itu memang menderita sakit sirosis beberapa bulan terakhir. Seperti melayang tubuh Dayu mendengarnya. Neneknya adalah orang yang pertama mendukung keputusan Dayu berhijab. Namun, belum sempat ia memberi kabar gembira, Allah telah memanggilnya lebih dulu. Sepanjang perjalananan menuju rumah neneknya yang berbeda kabupaten itu, Dayu nihil dari diajak berbicara ayah ibunya. Ia hanya disapa oleh hujan, petir, dan kilat yang menyambar dinginnya malam di dalam mobil sewaan.
Seusai proses pemakaman sang nenek, Dayu kembali menjalani "persidangan" kedua di ruang keluarga berkeramik putih itu.
"Ibu, beri Dayu waktu satu tahun untuk membuktikan kekhawatiran-kekhawatiran ibu tidak akan terjadi, in syaa allah."
Entahlah, kekuatan apa yang merasuki pikiran Dayu sehingga berani menawar ibunya dengan masa dua belas purnama. Ia hanya yakin pertolongan Allah itu dekat, sedekat kepala dengan tempat sujudnya. Dayu yang mendekat ke Allah, masa Allah akan meninggalkannya.
Dayu benar-benar berjuang sekuat tenaga untuk membuat ibunya bangga dengan pilihan hidupnya. Bahwa dengan berhijab, Dayu tetap ada yang naksir, banyak malah. Dengan berhijab, Dayu tetap bisa potong rambut ala-ala Lady Diana, kegemarannya sedari kecil. Dengan berhijab, Dayu tetap bisa ber-IPK di atas 3 dan berprestasi mengharumkan nama almamaternya. Dengan berhijab, Dayu bertemu dengan jodoh dan kariernya dalam waktu hampir bersamaan. Maka, nikmat Tuhanmu mana lagi yang kamu dustakan?
#cerpenhijab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H