Lihat ke Halaman Asli

Istanti Surviani

Ibu rumah tangguh yang suka menulis

Puisi: Duhai Pahlawanku

Diperbarui: 10 November 2021   13:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber Ilustrasi: Dokumen Pribadi

Rangkaian doa buatmu. Pahlawan yang menjunjung tinggi nilai kebangsaan. Yang bernaung di bawah panji-panji kebenaran. Kuburmu tetap basah pahlawanku. Oleh tangis saudara-saudaramu. Yang menyesalkan tindakan pengkhianat bangsa. Yang menodai hakekat kemerdekaan.

Dengan segala harta dan nyawa. Kau tinggalkan sanak keluarga. Menggapai satu kata "Merdeka". Tidakkah mata mereka terbuka oleh sebuah perjuangan yang agung? Masihkah mereka berpesta pora di atas penderitaan rakyat?

Duhai, pahlawanku. Aku anak cucumu. Inginkan ceritamu tentang sejarah bangsa ini yang sebenarnya. Yang tidak dibolak-balikkan lidah panas. Lidah kekuasaan yang menerjangmu untuk egoisnya nafsu. Manusia-manusia yang bertopeng kelestarian penguasa. Menginjak yang lemah. Merangkul yang kuat. Untuk kepentingan dunia sesaat.

Duhai, pahlawanku. Kudengar tangismu di sana. Aku pun bisa rasakan engkau kecewa. Mungkin engkau ingin perbaiki jalan yang bengkok. Mungkin engkau ingin luruskan kata-kata miring. Yang dilakukan robot-robot pertiwi ini.  Tapi engkau hanya bisa melihat dan mengelus dada. Dari jarak yang tak kasat mata.

Duhai, pahlawanku. Masih punyakah negeri ini pahlawan sepertimu? Tanggung jawab hanya hiasan kata. Kekuasaan dijadikan modal untuk tetap memaksa.

Kami generasimu. Persembahkan aduan dan renungan. Untuk pahlawan tercinta. Di laut, darat, dan udara.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline