Lihat ke Halaman Asli

Kemiskinan dan Sanitasi di Daerah Istimewa Yogjakarta

Diperbarui: 4 Mei 2018   17:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: jogja.tribunnews.com

Kemiskinan DIY kembali menduduki posisi tertinggi se-Pulau Jawa. Meski telah mengalami penurunan 0,66 poin persen, namun angka kemiskinan periode September 2017 masih  menembus angka 2 degit, tepatnya 12,36 persen. Tak mengherankan jika program penurunan kemiskinan masih menjadi prioritas kebijakan pembangunan di Kota Gudeg ini.

Pengentasan kemiskinan bukanlah perkara mudah. Berbagai program pembangunan sudah dicanangkan dari beberapa tahun terakhir. Melejitya program bedah rumah sebagai primadona percepatan penurunan kemiskinan saat ini bukanlah keputusan tanpa dasar. Selain karena untuk menciptakan rumah yang sehat dan nyaman, pengentasan kemiskinan penting memperhatikan pola perubahan pendapatan/pengeluaran rumah tangga.

Hingga saat ini, BPS menghitung kemiskinan berdasarkan garis kemiskinan. Penduduk dikategorikan miskin jika pengeluaran per kapita lebih kecil dari besaran garis kemiskinan. Mempercepat pengentasan kemiskinan  tentunya disertai dengan upaya menjaga stabilitas garis kemiskinan. Kunci utamanya adalah dengan mengamati komodite yang rentan terhadap kenaikan garis kemiskinan disamping penggunaan data yang akurat dan tepat sasaran.

Hasil Survei Ekonomi Nasional (Susenas) menunjukkan bahwa pengeluaran perumahan mempunyai kontribusi terbesar terhadap garis kemiskinan dibandingkan  pengeluaran non makanan lainnya. Kondisi September 2017, share pengeluaran perumahan mencapai 6,66 persen terhadap garis kemiskinan kota dan 5,91 untuk garis kemiskinan desa.

Meroketnya Program bedah rumah ditandai dengan Antusias masyarakat terhadap kebijakan ini begitu besar.  Selain utuk meningkatkan kualias rumah, kebijakan ini dapat menekan biaya pengeluaran perbaikan rumah sekaligus memperbaiki derajat kesehataan. 

Tantangan terbesar adalah menciptakan hunian yang layak, tempat tinggal yang berkualitas baik dari sisi kualitas bangunan, sanitasi dan terpenuhinya sarana dasar suatu rumah. Keberadaan sanitasi layak dan air minum layak akan menghindarkan penghuninya dari resiko terkena penyakit menular akibat air yang telah tercemar kotoran manusia seperti desentri, kolera, tipus.

Prestasi D.I. Yogyakarta

Capaian  penyelesaian target bedah rumah D.I. Yogyakarta hingga  Juli 2017 sudah hampir 95,01 rumah  dari 1.552 unit selesai dibangun. Predikat ini menempatkan DIY pada posisi teratas dalam pencapaian target dibandingkan wilayah lain di Indonesia. Selain itu, D.I. Yogyakarta telah terbangun 4 Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Domestik yang tersebar di 4 kabupaten (per kabupaten 2 lokasi Program Sanimas).

Sasaran penerima program bedah rumah adalah mereka yang masih menghuni rumah yang memenuhi 7 kreteria yaitu Jenis lantai tanah atau lainnya, Luas lantai per kapita kurang dari 7,2 meter persegi, Sumber penerangan bukan listrik, sumber air minum tidak layak dan akes sanitasi tidak layak. Sementara itu, dana bedah rumah berkisar antara 7 hingga 15 juta tergantung kondis kerusakan rumah. Keterbatasan dana, membuat sebagian besar pembangunan RTLH dilakukan dengan sistem gotong royong.

Data Akurat

dok.pribadi

Yang menjadi persoalan adalah pertama seberapa efektif program ini terhadap pengentasan kemiskinan? Kedua, apakah perbaikan RTLH ini sudah menjangkau seluruh kreteria prasyarat rumah agar menjadi rumah layak huni? Sudahkah menjangkau dari sisi kualitas bangunan, fasilitas, akses air minum layak hingga sanitasi layak? Hasil  Susenas memperlihatkan bahwa kualitas bangunan tempat tinggal selama tiga tahun terakhir mengalani tren peningkatan fantastis.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline