Usianya, sudah 67 tahun. Ia sudah menjalani karir 50 tahun di dunia perfilman dan tetap eksis hingga era digital kini. "Saya terus meng-upgrade skill. Saya tidak mau menjalani suatu profesi, hanya dengan bekal apa adanya," begitu komitmen Yatti Surachman.
Rezeki Tidak Akan Tertukar
Kamis, 19 Desember 2024. Beruntung bisa bertemu dan ngobrol dengan aktris senior Yatti Surachman. Ia adalah Best Actress di Festival Film Asia Pasific pada 1980. Pada Kamis itu, ia berbagi inspirasi tentang bagaimana menjalani karir 50 tahun di dunia perfilman dan tetap eksis hingga era digital kini.
"Pekan lalu, saya shooting film di Jogjakarta. Salah seorang pemainnya adalah selebgram, artis medsos. Ia tentu saja dielu-elukan di lokasi shooting. Saat pengambilan gambar, artis medsos itu harus mengulang-ulang berkali-kali, untuk memenuhi kriteria akting yang diinginkan sutradara film tersebut," tutur Yatti Surachman.
Yatti menuturkan itu dalam Diskusi Riang Gembira Bersama Perempuan Hebat di Industri Film dan Musik. Diskusi tersebut diadakan Forum Wartawan Hiburan (Forwan) Indonesia, pada Kamis, 19 Desember 2024 siang, di Chic's Music, Rawamangun, Jakarta Timur. Diskusi itu untuk menyambut Hari Ibu, yang diperingati secara nasional, tiap tanggal 22 Desember.
Melalui tuturan tersebut, Yatti Surachman sesungguhnya hendak berbagi pengalaman, bahwa ber-akting untuk suatu film yang dipimpin oleh seorang Sutradara, berbeda dengan ber-akting di medsos. Di film, antara lain, ada naskah dan dialog yang terstruktur, sebagai acuan. Ada juga cameraman dan soundman, yang turut mengontrol akting tiap pemain.
Menjalani karir 50 tahun di dunia film dan tetap eksis hingga era digital kini, membuat Yatti Surachman sangat matang menyikapi keadaan. Ia sama sekali tidak iri, juga tidak takut, dengan kehadiran para artis medsos yang melambung-lambung serta meraup cuan dalam kurun waktu yang relatif singkat.
"Saya percaya, rezeki tidak akan tertukar," ujar Yatti Surachman enteng. Ia menilai, era medsos di era digital, telah melahirkan hal-hal yang instan. Itu menjadi bagian dari perubahan zaman, yang tidak terelakkan. Yatti Surachman bercerita, ia mulai main film tahun 1975, ketika itu usianya 18 tahun.
Ibunya penyanyi dan kakeknya pemain biola di Radio Republik Indonesia (RRI). Ketika ia manggung sebagai penyanyi di Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta Utara, seseorang memotretnya, lalu mengirim foto itu ke orang film. Ia memasuki dunia film, tanpa pernah belajar tentang film. Aksi panggung sebagai penyanyi, tentulah berbeda dengan ber-akting di depan kamera, itu yang disadari oleh Yatti Surachman.
Karena itulah, ia belajar tentang akting. Tak tanggung-tanggung, Yatti berguru akting ke dua tokoh, yaitu WS Rendra dan Torro Margens. Kita tahu, WS Rendra adalah penyair dan tokoh teater utama Indonesia. Dan, Torro Margens adalah aktor, penulis naskah film, dan sutradara Indonesia terkemuka di era tahun 1970-an dan 1980-an. Kedua sosok tersebut telah wafat.