Ahmad Syaropi, namanya. Ia lahir di Cengkareng, Jakarta Barat, tahun 1966. Dialek Betawi-nya kental. Celetukan-nya selalu bikin hahaha. "Tradisi lisan warga Betawi itu kuat. Rasa humor mereka juga sama kuatnya," ujar Ahmad Syaropi dari lantai 7 Kantor Wali Kota Jakarta Barat. Bagaimana ia menjadikan seni untuk merawat toleransi?
Arab dan Cina di Betawi
Pada Rabu, 18 Mei 2022 lalu, saya dan tiga rekan, ngobrol dengan Ahmad Syaropi di lantai 7 tersebut. Air wudhu masih nampak membasahi wajahnya, karena ia baru saja selesai menunaikan shalat magrib. Tatapannya teduh dan suaranya riang, khas humor warga Betawi.
"Dari pencermatan saya, pengaruh Arab dan Cina, relatif kuat dalam seni budaya Betawi. Posisi Batavia sebagai pusat pemerintahan dan perdagangan di masa lalu, tentulah sangat memungkinkan seni budaya Betawi dipengaruhi oleh beragam seni budaya dari berbagai etnis," tutur Ahmad Syaropi dalam perbincangan selepas magrib tersebut.
Seni budaya memang domain Ahmad Syaropi, karena ia adalah Kepala Suku Dinas Kebudayaan (Kasudinbud) Jakarta Barat. Sementara, saya dan tiga rekan adalah Panitia Road Show to Seabad Chairil Anwar, sebagai bagian dari Peringatan Satu Abad Chairil Anwar, yang bakal digelar 26-31 Juli 2022 nanti di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat.
Dalam konteks kekinian, DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Indonesia, yang merupakan pusat pemerintahan sekaligus pusat perdagangan, tentulah terbuka terhadap beragam seni budaya dari berbagai etnis. Secara etnis, Chairil Anwar lahir di Medan, Sumatera Utara, pada 26 Juli 1922. Ayahnya berasal dari Jorong Parit Dalam, Nagari Taeh Baruah, Kecamatan Payakumbuh, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat.
Ibunya berasal dari Kecamatan Situjuah Limo Nagari, yang juga merupakan wilayah Kabupaten Limapuluh Kota. Chairil Anwar pindah ke Batavia dengan ibunya, pada tahun 1940. Puisi pertama Chairil Anwar diterbitkan pada masa kependudukan Jepang, tahun 1942. Yang paling fenomenal berjudul Aku, dibacakan Chairil Anwar pertama kali pada tahun 1943 di Pusat Kebudayaan pimpinan Armijn Pane. Semua itu berlangsung di Batavia.
Nama Batavia berganti menjadi Jakarta, pada 30 Desember 1949. Chairil Anwar wafat pada Kamis siang, 28 April 1949. Selama 10 hari, Chairil Anwar dirawat di Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting (CBZ). Nama rumah sakit CBZ itu berganti menjadi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), pada tahun 1964. Chairil Anwar dimakamkan di Taman Pemakaman Umum (TPU) Karet Bivak, Karet Tengsin, Jakarta Pusat.
Jejak Chairil Anwar di Jakarta