Benarkah kabinet akan dirombak? Presiden tidak menjawab dengan tegas: benar atau tidak. Kapan kabinet akan dirombak? Presiden juga tidak menjawab. Maka, desas-desus perombakan kabinet memenuhi atmosfir politik negeri ini. Bergulir dari mulut ke mulut, merebak dari media ke media, dan akhirnya bermuara pada ketidakpastian. Foto: print.kompas.com
Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)
Bung Karno hanya butuh 20 menit di lorong Istana Bogor untuk mengganti dua menteri di kabinetnya[1]. Ia tahu apa yang ia mau dan ia paham mau dibawa ke mana negeri ini. Kita tidak butuh janji Presiden. Yang kita butuhkan adalah Presiden yang taat janji, yang pantas kita teladani.
Reshuffle alias perombakan kabinet, bukan sesuatu yang datang tiba-tiba. Yang melempar bola panas itu adalah Wakil Presiden, Jusuf Kalla, yang menyatakan bahwa perombakan susunan Kabinet Kerja atau reshuffle, akan dilakukan oleh Presiden Joko Widodo pada waktunya nanti. "Nantilah itu, pada waktunya. Nanti," kata Wapres Jusuf Kalla, seusai menghadiri acara buka puasa di DPP Partai Nasdem, pada Sabtu (20/6/2015). Acara buka puasa bersama tersebut digelar di halaman Kantor DPP Partai Nasdem, Jl. RP Soeroso, Gondangdia, Jakarta Pusat. Sejumlah pejabat, mulai dari petinggi partai politik, akademisi, hingga kepala lembaga tinggi negara, tampak hadir. Berdasarkan jadwal, acara itu bakal dimulai pada pukul 17.00 WIB, tapi para tamu undangan telah berdatangan sejak pukul 16.00 WIB.
Gaduh Dalam Lingkaran Istana
Itulah pertama kali wacana reshuffle muncul ke permukaan. Wacara itu menguat setelah Presiden Jokowi meminta para pembantunya untuk mengumpulkan laporan kerja evaluasi selama 6 bulan terakhir. Menurut Jokowi, rapor kinerja menteri yang dimintanya, tak akan dibuka ke publik. "Rapor menteri hanya Presiden yang tahu," kata Jokowi, seusai acara buka puasa bersama di kediaman Ketua DPR Setya Novanto, di Jl. Widya Chandra, Jakarta Selatan, pada Selasa (23/6/2015).
Besoknya, pada Rabu (24/6/2015), Wapres Jusuf Kalla meminta masyarakat untuk sabar menunggu, apakah nantinya Presiden melakukan perombakan kabinet atau tidak. "Tunggu saja, kepingin amat dengan reshuffle? Belumlah, sabar-sabar saja," ucap Jusuf Kalla[2]. Lemparan bola panas serta kalimat bersayap Wapres Jusuf Kalla tersebut, tentu saja meruyak ke mana-mana serta menimbulkan banyak pertanyaan dari masyarakat.
Tak hanya sampai di situ. Empat hari kemudian, pada Minggu (28/6/2015), Mendagri Tjahjo Kumolo menaikkan suhu wacana tersebut. "Kalau sampai ada menteri yang sudah dipilih dan dilantik, masih melakukan hal-hal yang tidak mendukung kebijakan Presiden secara terbuka, apalagi mengecilkan arti Presiden, saya yakin Bapak Presiden sudah dapatkan data-data siapa menteri yang tak loyal,” tutur Mendagri Tjahjo Kumolo usai buka puasa di kediaman Menko PMK, Puan Maharani, Jl. Denpasar Raya, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Minggu (28/6/2015).
Dalam sekejap, sosok yang disebut Tjahjo Kumolo sebagai menteri yang mengecilkan arti Presiden tersebut beredar di ranah maya. Rini Soemarno disebut sebagai sosok menteri yang dimaksud. Gayung bersambut. Dua hari kemudian, pada Selasa (30/6/2015), Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno, mengaku pasrah jika Presiden Joko Widodo benar-benar mencopot ia dari jabatannya. "Saya di sini kan ditunjuk Bapak Presiden Joko Widodo, saya mendapatkan kepercayaan dari Beliau untuk memimpin kementerian BUMN," kata Rini Soemarno di Gedung DPR, Jakarta, pada Selasa (30/6/2015).
Sehari sebelumnya, pada Senin (29/6/2015), Mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Syafii Maarif, bertemu dengan Jokowi di Istana Presiden. Seusai pertemuan tersebut, Syafii Maarif mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo mengisyaratkan akan melakukan perombakan kabinet atau reshuffle. Menurut Syafii Maarif, reshuffle kabinet memang menjadi suatu keharusan. Alasannya, sekitar delapan bulan berjalannya pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla, belum tampak perubahan signifikan, khususnya di bidang ekonomi.
Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Syafii Maarif, mengadakan pertemuan sekitar 40 menit dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin (29/6/2015). Menurut Syafii Maarif, perekonomian Indonesia melambat, produk domestik menurun, harga sejumlah komoditas juga turun. Kondisi itu memicu pengangguran yang luar biasa. Foto: print.kompas.com