Lihat ke Halaman Asli

Isson Khairul

TERVERIFIKASI

Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Update Terkini! Progres Banget Flyover Lenteng Agung-IISIP

Diperbarui: 3 Maret 2020   13:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Flyover Perlintasan Commuterline Lenteng Agung-Kampus IISIP, Jakarta Selatan. Foto: isson khairul


Dalam tempo 4 bulan, flyover perlintasan commuterline Lenteng Agung sudah moncer. Bukan hanya tiang-tiang yang sudah berdiri tegak. Tapi, wujud flyover perlintasan tersebut sudah tampak kokoh. Sebagian sudah dicor, sebagian lagi rangkaian besinya siap untuk dicor. Ini tentulah progres yang menggembirakan, sejak perlintasan tersebut ditutup pada 15 November 2019. Sejak itu, kendaraan tidak bisa melintas di perlintasan tersebut.

Kendaraan dari arah Pasar Minggu, harus memutar di Perlintasan Gardu. Kendaraan dari arah Depok, harus memutar di Pasar Minggu atau melalui flyover Tanjung Barat, yang bersebelahan dengan jalan tol. Semua itu pastilah menguras energi, membuat waktu perjalanan menjadi lebih lama, serta menambah biaya tentunya.

Sebagai warga biasa, saya termasuk yang mengalami semua itu. Namun, melihat progres pembangunan flyover perlintasan commuterline Lenteng Agung, saya cukup lega. Para pekerja terus bekerja, meski musim hujan dan musim banjir melanda Jakarta. Untunglah, flyover perlintasan commuterline Lenteng Agung yang berada di Jakarta Selatan, tidak termasuk kawasan banjir. Untung pula, meski beberapa waktu belakangan ini hujan ekstrem melanda, para pekerja di sana terus bekerja.

Oh, ya, hujan ekstrem bukanlah hal baru. Dwikorita Karnawati selaku Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut, cuaca ekstrem pertama kali tercatat pada tahun 1918, kemudian tahun 1950. Ada selang 32 tahun setelah cuaca ekstrem yang pertama. Selanjutnya, cuaca ekstrem kembali terjadi pada tahun 1979, kemudian tahun 1996. Selangnya hanya 17 tahun. Lalu, cuaca ekstrem terjadi lagi pada tahun 2002, enam tahun kemudian. Menyusul cuaca ekstrem pada tahun 2007.

Cuaca ekstrem selanjutnya hanya berjarak lima tahun yakni pada tahun 2013. Kemudian, berjarak semakin pendek, yakni cuaca ekstrem pada tahun 2014 dan tahun 2015. Yang teranyar ya tahun 2020 ini. Pertanyaan saya, adakah para politisi concern pada cuaca ekstrem tersebut? Adakah agenda nasional yang khusus menyikapi cuaca ekstrem tersebut? Bertahun-tahun, cuaca ekstrem hanya dipandang sebagai hal biasa, seakan tak peduli pada data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) tersebut.

Para politisi yang asyik berakrobat politik dengan isu banjir belakangan ini, justru menunjukkan kebodohan mereka. Semakin menunjukkan bahwa mereka tidak bekerja berbasis data. Apakah karena mereka politisi yang baru duduk di Senayan? Ini datanya. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Majelis Permusyawaratan Rakyat RI periode 2014-2019, sebanyak 45 persen adalah wajah-wajah lama.  Sementara, anggota DPR RI periode 2019-2024 terpilih, sebanyak 50,26 persen merupakan petahana.

Jelas sekali bahwa selama bertahun-tahun, mereka tidak peduli pada cuaca ekstrem. Mereka tidak peduli pada akibat yang dialami warga karena cuaca ekstrem. Buktinya, baru kini para politisi itu sok sibuk dengan Pansus Banjir. Sebagai warga biasa, juga sebagai pengguna transportasi publik, saya concern pada hujan dan banjir yang berdampak pada transportasi publik. Kenapa? Karena ini menyangkut kepentingan orang banyak, orang kebanyakan, serta warga biasa seperti saya.

Di lintasan Jakarta-Bogor, ada dua infrastruktur #transportasipublik, yang sedang dikerjakan: Flyover di Perlintasan Poltangan dan Flyover di #PerlintasanKereta Lenteng Agung-Kampus IISIP. Di musim hujan dan musim banjir ini, saya beberapa kali mendatangi kedua tempat tersebut. Datang sebagai warga biasa. Saya melihat, para pekerja terus bekerja, meski musim hujan. Kedua wilayah itu memang tidak terkena banjir. Semoga cuaca ekstrem tidak membuat pekerjaan mereka jadi molor, lalu mangkrak.

*Catatan, tulisan ini telah lebih dulu tayang di laman trenzindonesia.com

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline