Kapan Agus Rahardjo ketemuan dengan Joko Widodo? Belum ada info yang pasti. Meski demikian, revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jalan terus. Itu ditegaskan Joko Widodo di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, pada Senin (16/09/2019), sebelum terbang ke Pekanbaru.
Lebih Buruk dari 2018
Pada Senin (16/09/2019) itu, sekitar pukul 17.00 WIB, Presiden Joko Widodo bertolak ke Pekanbaru, Riau, dari Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Pukul 18.30 WIB, Presiden tiba di Bandara Sultan Syarif Kasim II, Kota Pekanbaru. Merdeka.com menyebut Presiden Jokowi Tiba di Pekanbaru di Tengah Kabut Asap Kebakaran Hutan.
Ya, agenda Joko Widodo di Pekanbaru, antara lain, memimpin rapat untuk pemadaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla), penanganan kabut asap, dan meninjau langsung lokasi kebakaran hutan dan lahan di sana. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per Senin (16/09/2019), di seluruh Indonesia terdeteksi ada 2.862 titik api, di 328.724 hektar lahan yang terbakar.
Sementara itu, pada Jumat (06/09/2019), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) melansir data, jumlah titik panas di seluruh Indonesia telah mencapai lebih dari 6.512 titik. Pada kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tahun 2018, LAPAN mencatat, ada 3.722 titik panas di seluruh Indonesia.
Dengan membandingkan data titik panas dari BNPB dan LAPAN, kita tahu bahwa kondisi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tahun 2019 ini, lebih parah dari tahun lalu. Ini sekaligus menunjukkan bahwa antisipasi serta penanganan karhutla tahun 2019 ini lebih buruk dari tahun lalu.
Selaku warga awam, saya bertanya, seperti apa pemerintah menempatkan kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dalam kebijakan? Parameter apa yang dipakai? Jumlah titik api? Luas lahan yang terbakar? Dampak kabut asap? Harap diingat, karhutla bukanlah kejadian baru di negeri ini. Karhutla bukanlah kejadian yang datang tiba-tiba. Lebih dari 6.512 titik api tersebut, tidak terjadi secara serentak.
Artinya, begitu terdeteksi ada titik api, mestinya langsung ditangani. Langsung diatasi. Dengan demikian, tidak merembet ke area sekitarnya. Jika itu dilakukan, tentu jumlah titik api tidak akan mencapai lebih dari 6.512 titik. Kondisi kabut asap tidak akan seperti tahun 2018 dan tahun 2019 ini.
Pemerintah Telah Lalai
Kenapa tidak diantisipasi serta ditangani sejak dini, seperti demikian? Apakah pemerintah lalai? Bacalah Jokowi: Kita Lalai soal Kebakaran Hutan dan Kabut Asap yang dilansir kompas.com, pada Senin (16/09/2019) pukul 20:40 WIB. Itu sekaligus menunjukkan, bahwa kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tidak ditempatkan sebagai sesuatu yang penting dalam kebijakan.
"Setiap tahun sebetulnya sudah tidak perlu lagi rapat seperti ini, otomatis menjelang musim kemarau itu semunya harus sudah siap. Sebetulnya itu saja, tetapi ini kita lalai lagi sehingga asapnya jadi membesar," ujar Joko Widodo saat memimpin rapat karhutla di Pekanbaru, pada Senin (16/09/2019) malam.
Bagaimana dengan penegakan hukum terhadap pelaku kebakaran hutan dan lahan? Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), ada 10 gugatan perdata yang sudah dimenangkan KLHK dan sudah berkekuatan hukum tetap. Nilai dendanya mencapai Rp 18,3 triliun.
Di mana uang Rp 18,3 triliun tersebut? Sudah masuk kas negara? Ternyata, belum. Rusmadya Maharuddin selaku Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, menyebut, perusahaan perusak lingkungan yang dihukum denda Rp 18,3 triliun tersebut, belum membayar denda itu hingga saat ini. Itu diungkapkan Rusmadya Maharuddin pada Senin (16/09/2019).