Lihat ke Halaman Asli

Isson Khairul

TERVERIFIKASI

Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

KPK Ditanduk, KPK Menampar

Diperbarui: 15 September 2019   07:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini cuitan Harian Kompas melalui akun twitter @hariankompas pada 13 September 2019 pukul 9.03 AM. Publik tentulah mencermati sejumlah tanda-tanda tersebut sebagai kode keras tentang skenario pelemahan KPK. Foto: capture dari laman twitter @hariankompas

Empat petinggi KPK, frustrasi. Mereka sangat tertekan. Kondisi tersebut dibidik Sigid Kurniawan dengan tepat. Picture messages dari fotografer Antara itu, menunjukkan nasib KPK, setelah ditanduk DPR dan pemerintah. KPK pun bereaksi, memberikan tamparan.

Monumen Berantas Korupsi

KPK kembalikan mandat pengelolaan lembaga antirasuah, ke Presiden Joko Widodo. Beberapa detik sebelum pengembalian mandat itu diucapkan Ketua KPK Agus Rahardjo, Sigid Kurniawan membidikkan kamera.

Bagi saya, itu momen yang sangat penting, yang secara gambar menjelaskan, betapa kuat tekanan yang dihadapi para petinggi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Itu sekaligus menunjukkan, betapa berat tantangan yang dihadapi petinggi KPK dalam pemberantasan korupsi di negeri ini. Pengembalian mandat KPK ke Presiden, baru pertama kali terjadi.

"Ini tamparan keras bagi Presiden maupun pihak-pihak lain yang tidak memahami konteksnya (revisi UU KPK) adalah pelemahan," ujar Bivitri Susanti pada Jumat (13/09/2019).

Ahli Hukum Tata Negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera itu menyebut, KPK ditempatkan di bawah Presiden dan ada Dewan Pengawas, itu melemahkan. Jadi, kalau ada argumen mau menguatkan, itu menyesatkan masyarakat.

Dari pencermatan saya, argumen Bivitri Susanti tersebut singkron dengan sikap KPK kembalikan mandat ke Presiden Joko Widodo.   

Sikap KPK itu menjadi monumen pemberantasan korupsi. Dalam konteks penegakan hukum, independensi tentulah sangat penting. Mencampurkan DPR dan pemerintah ke dalam urusan penegakan hukum di KPK, sama saja dengan meruntuhkan KPK sebagai lembaga anti korupsi.

Ketua KPK Agus Rahardjo pada Jumat (06/09/2019) memaparkan data korupsi sampai Juni 2019.

Pelaku korupsi terbanyak adalah anggota DPR dan DPRD, mencapai 255 perkara. Kepala daerah berjumlah 110 perkara. Pejabat tinggi di instansi, setingkat eselon I, II, dan III berjumlah 208 perkara. Menteri dan kepala lembaga, ada 27 perkara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline