Lihat ke Halaman Asli

Isson Khairul

TERVERIFIKASI

Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Tinggalkan Premium, Turunkan Polusi

Diperbarui: 6 Februari 2018   13:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gas buang kendaraan bermotor, sumber utama polusi di perkotaan. Gas buang dari BBM Premium, sangat buruk, dibandingkan BBM jenis lain. Mari merawat udara kota, ayo tinggalkan BBM Premium. Foto: antaranews.com

Di Asia Tenggara, Jakarta merupakan kota keempat paling berpolusi. Di urutan kelima, Bandung. Makanya, semakin banyak orang pakai masker di jalanan. Mereka ogah menghirup udara kotor. Apa penyebab utama polusi di perkotaan?

Gas Buang Kendaraan

Ya, emisi gas buang kendaraan bermotor. Itulah sumber polusi udara terbesar. Lihatlah knalpot mobil dan motor. Kadang berasap tipis. Kadang berasap tebal, berwarna hitam. Gas buang yang disemprotkan knalpot itulah yang dimaksud dengan emisi gas buang kendaraan bermotor. Karena gas itu hasil pembakaran mesin kendaraan bermotor, makanya hawanya panas. Saking panasnya, knalpot pun ikutan panas. Jadi, selain mengotori udara, asap knalpot juga memanaskan suhu udara.

Seberapa kotor udara dari knalpot? Sekali waktu, cobalah dekatkan kain putih ke udara yang disemprotkan knalpot. Dalam sekejap, kain putih itu akan menguning dan akan muncul bintik-bintik hitam di kain tersebut. Itulah emisi gas buang dari satu kendaraan bermotor. Setidaknya, itu salah satu cara sederhana untuk mengukur kotornya udara knalpot. Sebagai gambaran, tahun 2017, ada sekitar 17,464,372 sepeda motor dan 3,554,509 mobil pribadi di Jakarta. Berjuta kendaraan bermotor itu tentu mengepulkan asap knalpot. Alangkah kotornya udara Jakarta.

Itu baru gas buang dari dua jenis kendaraan bermotor. Belum lagi dari jenis kendaraan lain, seperti bus dan truk. Bisa diperkirakan, betapa kotornya udara di ibu kota. Greenpeace Indonesia menyebutkan, pada semester pertama tahun 2016, tingkat polusi udara Jakarta sudah sangat mengkhawatirkan yaitu berada pada level 4,5 kali dari ambang batas yang ditetapkan World Health Organization (WHO), dan tiga kali lebih buruk dari standar yang ditetapkan Pemerintah Indonesia.

Buruk, Gas Buang Premium

Kita butuh sepeda motor. Kita juga butuh mobil. Apakah kita akan terus-terusan mengotori udara Jakarta? Itu tergantung pada jenis bahan bakar minyak (BBM) yang kita gunakan. Selama kita masih menggunakan BBM Premium, itu artinya kita tiap hari turut mempercepat penambahan polusi di Jakarta. Kenapa? Karena, BBM Premium dengan Ron 88, menghasilkan gas buang yang sangat buruk, dibandingkan BBM jenis lain. Asal tahu saja, di dunia ini, hanya Indonesia yang masih menggunakan BBM Premium dengan Ron 88.

Negara-negara lain, seperti India, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand, sudah menggunakan BBM dengan standar Euro 4. Dengan demikian, polusi yang ditimbulkan oleh kendaraan bermotor di sana, relatif lebih rendah dibandingkan dengan Jakarta. Artinya, salah satu cara untuk turut mengurangi polusi di Jakarta, adalah dengan meninggalkan BBM Premium. Mulailah beralih ke BBM jenis lain, seperti Pertalite, Pertamax, Pertamax Turbo, dan Pertamina DEX.

Kita tahu, BBM Premium memang disubsidi pemerintah. Kita juga tahu, kota-kota besar di Indonesia, sebagian besar dihuni oleh kalangan kelas menengah. Menurut saya, kelas menengah di perkotaan, sudah sepatutnya menjadi pelopor gerakan mengurangi tingkat polusi udara. Salah satunya, dengan meninggalkan BBM Premium. Bukankah kelas menengah umumnya well educated, yang memiliki pengetahuan serta kesadaran akan pentingnya kesehatan?

Gas Buang, Saluran Napas

Dalam konteks kesehatan, polusi udara akibat gas buang kendaraan bermotor, jelas membahayakan. Ada dua jenis penyakit yang paling sering terjadi, karena paparan polusi udara: infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dan gangguan kesehatan mata. Dua jenis gangguan kesehatan tersebut, kerap dialami kaum urban yang hidup di perkotaan. Ini bila kita bandingkan dengan mereka yang tinggal dan beraktivitas di pinggiran kota, yang tingkat polusi udaranya relatif masih rendah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline