Lihat ke Halaman Asli

Isson Khairul

TERVERIFIKASI

Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kolaborasi Generasi Bersama Titiek Puspa

Diperbarui: 7 September 2017   09:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wow, siapa yang tidak bangga bisa berkolaborasi dengan Titiek Puspa (tengah). Nyanyi bersama, mencipta lagu bersama. Kolaborasi Generasi ini berlangsung antara Titiek Puspa dengan 20 siswa pilihan, dalam program Belajar Bersama Maestro (BBM) 2017. Mari berkolaborasi dengan Titiek Puspa di ajang Kompasianival 2017. Foto: dicapture isson khairul dari laman kompas.tv

Kolaborasi Generasi. Itulah tagline Kompasianival 2017. Tagline ini menjadi babak baru Kompasiana. Ini wujud apresiasi kepada tiap generasi. Karena, negeri ini tidak mungkin digerakkan hanya oleh satu lapis generasi.

Sejak munculnya media sosial, istilah berbagi kerap kita dengar. Mereka yang berkelebihan, berbagi kepada mereka yang kekurangan. Yang sudah tahu, berbagi kepada mereka yang belum tahu. Spirit berbagi, digelorakan di mana-mana. Kini, tensinya dinaikkan menjadi kolaborasi. Artinya, mereka yang berkelebihan, berkolaborasi dengan mereka yang kekurangan. Tujuannya, untuk menciptakan nilai tambah pada kehidupan. Agar hidup ini lebih berarti, lebih bermakna, serta lebih sejahtera.

Kakek-Nenek Bersama Cucu
Kolaborasi Generasi bisa kita pahami dengan cara sederhana. Lihatlah kakek dengan cucunya. Secara waktu, kakek dan cucu tentulah berbeda generasi. Demikian pula nenek dengan cucu. Pada umumnya, hubungan kakek-nenek dengan cucu, relatif baik. Kadangkala, malah lebih baik dari hubungan ibu-bapak dengan anak. Kita mungkin sering mendengar, anak yang sedang konflik dengan orangtuanya, kemudian memilih melarikan diri ke kakek-neneknya. Ia lebih nyaman dengan kakek-neneknya. Ia lebih leluasa berkeluh-kesah dengan kakek-neneknya.  

Kenapa? Karena, kakek-nenek cenderung lebih mengakomodir sang cucu. Karena usia serta pengalamannya, kakek-nenek cenderung lebih memahami gejolak sang cucu. Kakek-nenek umumnya lebih bijak dan cenderung menghindari konflik. Sebaliknya, ketika kakek-nenek cerewet, sang cucu dengan santai bergumam ya namanya juga kakek-kakek, nenek-nenek. Dengan kata lain, sang cucu pun memahami situasi-kondisi kakek-neneknya. Kecenderungan untuk saling memahami antara kakek-nenek dengan cucu, itulah modal awal untuk terjadinya Kolaborasi Generasi.

Dari 16 influencers yang akan tampil di Kompasianival 2017, barangkali Titiek Puspa adalah sosok yang paling tua. Pada Rabu (01/11/2017) mendatang, ia bakal berusia 80 tahun. Penyanyi senior ini bukan hanya memiliki cucu, tapi cucu-cucunya sudah menikah, hingga Titiek Puspa pun telah memiliki cicit. Dari beberapa kali mengikuti acara, yang menampilkan Titiek Puspa sebagai narasumber, saya selalu terkesan. Kenapa? Karena, ia jauh dari kesan menggurui. Ia lebih banyak berkisah tentang apa yang pernah ia alami dan memberi contoh, dari apa yang pernah ia lakukan.

Titiek Puspa (kanan atas), salah satu sosok dari 16 influencers, yang akan tampil di Kompasianival 2017. Ke-16 sosok tersebut memiliki kompetensi dan reputasi tinggi di bidang masing-masing. Mari berkolaborasi dengan mereka, untuk meningkatkan jati diri. Foto: dicapture isson khairul dari laman kompasianival.com

Pada Sabtu (22/07/2017), misalnya. Titiek Puspa berkolaborasi dengan 20 siswa, yang secara usia, mereka bisa dibilang cicit. Jelas, ke-20 siswa tersebut, berbeda generasi dengan Titiek Puspa. Tapi, dalam program Belajar Bersama Maestro (BBM) tersebut, Titiek Puspa tidak memosisikan dirinya di menara gading. Ia menempatkan dirinya sebaya dengan para siswa itu, kemudian belajar berkarya bersama-sama. Mulai dengan belajar menyanyi, menari, berakting, hingga menciptakan lagu. Sungguh, bukan seperti seorang suhu yang mengajari para murid.

Sebaya, Sama-sama Belajar
Karena menempatkan dirinya sebaya dengan para siswa itu, suasana Belajar Bersama Maestro tersebut, berlangsung riang-gembira. Benar-benar belajar bersama serta sama-sama belajar. Jauh dari kesan menggurui. Ke-20 siswa itu dengan leluasa, tanpa rasa canggung, berkreasi secara alamiah. Mereka dengan riang menceritakan, kesulitan apa yang mereka hadapi ketika menyanyi. Titiek Puspa pun tak mau kalah. Ia juga bercerita tentang berbagai kesulitan yang ia hadapi ketika menyanyi.

Kemudian, Titiek Puspa juga menceritakan, apa yang ia lakukan untuk mengatasi kesulitan tersebut. Juga, latihan seperti apa yang ia lakukan. Titiek Puspa benar-benar bercerita, bukan menceramahi. Di sini kita melihat, bahwa seorang maestro sekaliber Titiek Puspa pun, ternyata juga menghadapi kesulitan, sebagai seorang penyanyi. Meski, kesulitan yang dimaksud Titiek Puspa, berbeda levelnya dengan kesulitan yang dialami ke-20 siswa tersebut. Dengan saling berbagi cerita itu, masing-masing memahami kesulitan menyanyi, kemudian memahami pula berbagai latihan yang perlu dilakukan untuk mengatasi kesulitan tersebut.

Bagaimanapun juga, tidak ada orang yang benar-benar sama dengan orang lain. Bagi siswa yang satu, kesulitannya adalah mengatur tempo dalam menyanyi. Bagi siswa yang lain, kesulitannya adalah menyanyikan lagu dengan nada-nada tinggi. Bagi siswa yang lain, lain lagi. Titiek Puspa mengolaborasikan beragam kesulitan tersebut, kemudian bercerita, bagaimana ia mengatasi kesulitan yang demikian. Ke-20 siswa itu saling usul, saling berbagi solusi, hingga secara bersama-sama, mereka mendapatkan solusi yang relevan.

Tepat 28 Juni 2017 lalu, Harian Kompas berusia 52 tahun. Pada ulang tahun Kompas ke-28, 28 Juni 1993, Titiek Puspa tampil di panggung utama. Ini wujud apresiasi Kompas terhadap perjalanan karir Titiek Puspa, yang telah menyemarakkan seni panggung Indonesia. Foto: dicapture isson khairul dari laman thepicta.com

Oh, ya, program Belajar Bersama Maestro (BBM) dengan Titiek Puspa tersebut, berlangsung di kediaman Titiek Puspa di Perdatam, Jakarta Selatan. Ke-20 siswa itu adalah bagian dari 300 siswa yang lolos seleksi untuk ikut program Belajar Bersama Maestro (BBM). Secara keseluruhan, seleksi tersebut diikuti 1.500 siswa sekolah menengah atas/sekolah menengah kejuruan, kelas XI dan XII. BBM ini diselenggarakan Direktorat Kesenian, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Passion, Spirit, dan Kreativitas
Dari apa yang dilakukan Titiek Puspa bersama 20 siswa dalam program Belajar Bersama Maestro (BBM) tersebut, setidaknya, kita mendapat gambaran awal tentang makna Kolaborasi Generasi. Terasa sekali, betapa aspek edukatif sangat dominan. Bukan dalam format pengajar dengan yang diajar. Bukan pula mekanisme guru dan murid. Tapi, mengolaborasikan passion dan spirit, dari satu generasi dengan generasi yang lain. Dalam hal ini, kreativitas tentulah berperan penting.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline