Suara adalah nyawa. Sutopo Purwo paham benar akan hal itu. Ia pun menciptakan sandiwara radio. Berkisah tentang asmara di tengah bencana. Tujuannya, agar warga sadar bencana sejak dini.
Siasat bersandiwara ini dilakukan Sutopo Purwo, karena warga seringkali tidak menyadari akan datangnya bencana. Bahkan, banyak sekali warga yang tidak tahu tanda-tanda akan tibanya bencana. Padahal, mereka jelas-jelas bermukim di kawasan rawan bencana. Melalui sandiwara radio, ia berharap, tumbuh kesadaran warga akan bencana. Inilah gerakan #BudayaSadarBencana yang terus dikembangkan Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Radio Tumpuan Warga
Untuk mereka yang tinggal di kawasan rawan bencana itulah Sutopo Purwo menciptakan sandiwara radio. Kenapa? Pertama, karena warga yang bermukim di kawasan rawan bencana itu, misalnya di seputar gunung api, sebagian besar memiliki radio. Kedua, siaran radio mampu menjangkau pendengarnya hingga ke pelosok-pelosok, bahkan ke wilayah yang belum tersentuh listrik. Ketiga, siaran radio bisa digunakan untuk menyelamatkan mereka sejak dini, jauh sebelum terjadi bencana.
Nah, dengan beberapa pertimbangan di atas, Sutopo Purwo mengemas pesan bencana dalam wujud sandiwara radio. Untuk itu, ia menjalin kerjasama dengan pihak yang sudah handal di bidang sandiwara radio. Antara lain, dengan Haryoko sebagai Sutradara dan dengan Ferry Fadli sebagai pemain. Tujuannya, sebagaimana dituturkan Sutopo Purwo, agar pesan bencana tersebut menarik serta benar-benar bisa dipahami warga yang bersangkutan.
Sandiwara radio Asmara di Tengah Bencana ini mulai disiarkan pada 7 Juli 2017. Jangkauannya sangat luas, karena BNPB bekerja sama dengan 80 stasiun radio: 60 stasiun radio swasta dan 20 radio komunitas. Ke-80 stasiun radio tersebut tersebar di 20 provinsi. Kita patut mengapresiasi langkah strategis BNPB ini. Dipilihnya format sandiwara radio, menunjukkan kepada kita bahwa BNPB tidak mengabarkan tentang bencana dengan cara menakut-nakuti warga. Tapi, secara kreatif dan menghibur, BNPB mengajak warga untuk sadar bencana. Menumbuhkan #BudayaSadarBencana sejak dini melalui hiburan.
Radio Penyambung Hidup
Kita tahu, pada saat terjadi bencana, misalnya, gempa bumi atau gunung meletus, seringkali perangkat komunikasi tidak berfungsi. Akibatnya, informasi terkini tentang situasi dan kondisi bencana, tidak bisa disampaikan kepada warga. Padahal, info tersebut penting diketahui warga, sebagai panduan warga untuk menyelamatkan diri. Dengan demikian, jumlah warga yang menjadi korban bisa diminimalkan. Bahkan bisa diusahakan agar tidak sampai jatuh korban, jika info tentang bencana sudah diketahui warga sejak dini.
Karena itulah Willem Rampangilei, Kepala BNPB, memilih radio sebagai media penyalur informasi bencana. Pertimbangannya, sebagaimana dituturkan Willem Rampangilei, karena radio sangat efektif memberikan informasi kepada masyarakat yang terdampak bencana, ketika alat komunikasi lain tidak berfungsi. "Radio dapat digunakan sebagai penyambung hidup atau lifeline, ketika krisis dan saat bencana terjadi," ujar Willem Rampangilei di Graha BNPB, Jakarta Timur, pada Selasa (6/6/2017) lalu.
Pemahaman tentang efektivitas radio untuk komunikasi bencana, sebagaimana dikemukakan Willem Rampangilei dan Sutopo Purwo Nugroho, tentulah berkat pengalaman BNPB menangani bencana selama bertahun-tahun. Awalnya, lembaga ini bernama Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi, yang dibentuk dengan Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2001. Kemudian, pada tahun 2008, lembaga ini berganti nama menjadi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (disingkat BNPB), dengan cakupan yang lebih luas.
Didengar 43 Juta Warga