Lihat ke Halaman Asli

Isson Khairul

TERVERIFIKASI

Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Bung Karno dengan Pesona Kain Tenun Ende

Diperbarui: 11 Juni 2017   13:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bung Karno dengan penuh suka-cita menari wanda pa'u, ketika mengunjungi Ende, setelah Indonesia Merdeka. Dalam catatan sejarah, Bung Karno tiga kali berkunjung ke tempat pengasingannya tersebut: tahun 1951, 1954, dan 1957. Foto: athanua.wordpress.com

Bulan Juni adalah bulannya Bung Karno. Presiden pertama kita itu lahir di Surabaya, pada 6 Juni 1901. Pancasila dilahirkan di Ende dan diproklamirkan Bung Karno pada 1 Juni 1945. Inilah catatan untuk menghormati Sang Proklamator.

Kota Ende meninggalkan kesan yang mendalam bagi Bung Karno. Setelah Indonesia merdeka, tiga kali Bung Karno berkunjung ke Ende, dan dengan penuh suka-cita, sang proklamator menari wanda pa'u bersama rakyat setempat. Ende, sungguh mengesankan.

Wanda pa'u adalah tarian yang penuh dengan kegembiraan. Secara harfiah, wanda berarti tarian dan pa'u berarti menukar atau meng-over. Karena itu, masing-masing penari memegang selendang, yang merupakan kain tenun khas Ende. Pria yang memegang selendang, misalnya, akan meng-over selendang itu kepada seorang wanita. Itu artinya, ia mengajak sang wanita untuk menari. Begitu pula sebaliknya. Tarian suka-cita ini diiringi musik nggo wani, lamba, dan feko genda.

Ndona, Sentra Tenun Ikat

Selendang yang digunakan untuk menari wanda pa'u itu adalah salah satu produk kerajinan tenun masyarakat Ende. Kita tahu, menenun bagi masyarakat Ende, khususnya kaum wanita, adalah aktivitas sehari-hari. Keterampilan menenun tersebut diwariskan dari generasi ke generasi. Karena itulah, hampir di tiap rumah di Kabupaten Ende khususnya dan di Pulau Flores umumnya, kita bisa menemukan alat tenun. Juga, bergulung-gulung benang untuk ditenun.

Menjelang sore, kita bisa menyaksikan pemandangan yang menakjubkan, tatkala para wanita di sana tengah menenun di teras rumah masing-masing. Salah satunya, datanglah ke Ndona, untuk menyaksikan para penenun tersebut. Saya sengaja singgah ke sana, ke Ndona, sebuah Kecamatan di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. Ada 14 kelurahan di kecamatan ini: Kekasewa, Kelikiku, Lokoboko, Manulondo/manulando, Nanganesa, Ngalupolo, Ngauroga/ngaluroga, Nila, Onelako, Puutuga, Reka, Wolokota, Wolotopo, dan Wolotopo Timur. 

Ndona sejak dulu terkenal sebagai sentra kerajinan tenun ikat. Para penenun piawai tumbuh subur di wilayah ini. Mereka berlomba-lomba menghasilkan karya tenun dengan kualitas yang baik, untuk dijual. Salah seorang penenun senior di Ndona, bernama Sisilia Sii, yang namanya tidak asing bagi pencinta tenun ikat Ende. Di usia senjanya, ia masih cermat memainkan jari-jemarinya, melilit tali dari daun gewang pada benang untuk membentuk motif.

Sisilia Sii belajar menenun dari sang ibu dan pertama kali menenun sendiri, sejak tahun 1959. Ketekunan Sisilia Sii dalam menenun selama bertahun-tahun, telah didokumentasikan oleh Roy W. Hamilton, seorang peneliti tenun ikat tradisional asal Amerika Serikat. Ada dua buku yang sudah diterbitkan Roy W. Hamilton tentang tenun Ende, Gift of The Cotton Maiden, Textile of Flores and the Solor Islands dan Weavers Stories from Island Southeasth Asia. Buku itu dipersembahkan Roy untuk Fowler Museum of  Cultural  History, University of California, Los Angeles.

Merawat Tenun sebagai Warisan Ende

Kain tenun Ende adalah salah satu kain tenun terbaik di Indonesia. Selain sebagai salah satu sumber ekonomi masyarakat Ende, para penenun di Ende sekaligus telah merawat tradisi menenun tersebut secara turun-temurun. Pada Rabu (8/3/2017) lalu, di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan, digelar kegiatan sosial bertajuk Warisan Ende. Kegiatan ini diinisiasi oleh Yanti Tambunan, pendamping pengrajin tenun sekaligus Ketua Umum Diva Baksos Community.

Acara berupa penggalangan dana untuk meningkatkan kesejahteraan para penenun itu, diisi dengan talkshow, fashion show, hingga bazar. "Kain tenun Ende memiliki pesona yang luar biasa. Motifnya pun beragam. Kalau bukan kita yang melestarikan, siapa lagi?" ajak Yanti Tambunan saat membuka acara tersebut. Pada kesempatan itu, ditampilkan sekitar 50 kain tenun Ende, dengan warna dan motif yang beragam. Usia kain tenun Ende tersebut, ada yang baru beberapa bulan setelah ditenun, ada pula yang sudah berusia hingga 70 tahun. Semuanya sungguh menakjubkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline