Ramadhan dan Lebaran selalu mengerucut ke harga. Para pedagang piawai mengelola momen tahunan tersebut. Sebaliknya, pihak berwenang selalu kalah langkah. Warga terpaksa merogoh kocek lebih dalam, membeli barang-barang dengan harga lebih mahal.
Pihak berwenang selalu mengklaim, ini kan hukum ekonomi: permintaan naik ya harga pasti naik. Dalih yang demikian selalu diungkapkan pemerintah, tiap tahun. Apakah itu berarti pemerintah selalu kalah oleh pedagang? Pemerintah tidak berdaya melindungi warga sebagai konsumen? Hmm ini Ramadhan, kita tidak usahlah bersikap sinis. Mari kita apresiasi cara Pemerintah Kota Jogja menstabilkan harga, khususnya harga kebutuhan pokok.
Kios Segoro Amarto
Momen Ramadhan tahun ini disambut Pemkot Jogja dengan meresmikan Kios Segoro Amarto. Kios itu didirikan di salah satu sudut Pasar Kranggan, pada Kamis (18/5/2017). Kita tahu, Pasar Kranggan adalah salah satu dari 31 pasar tradisional yang ada di Kota Jogja. Pasar dengan luas bangunan 7.400 meter per segi itu berada di Jalan Pangeran Diponegoro No. 29, dengan jumlah pedagang mencapai 863 orang.
Kios Segoro Amarto didirikan Pemkot Jogja di Pasar Kranggan, bukan untuk menyaingi para pedagang di pasar tradisional itu. Tapi, untuk menstabilkan harga, khususnya harga kebutuhan pokok. Di kios itu dijual, antara lain, beras dari kualitas medium, premium, hingga super, juga minyak goreng dan gula pasir. Barang-barang yang dijual di kios tersebut langsung dipasok oleh Bulog Divre Daerah Istimewa Yogyakata. Dengan demikian, harga di kios itu bisa dijadikan rujukan oleh warga.
Bila pedagang menjual harga barang yang sama jauh lebih mahal, maka warga tentu akan beralih belanja ke Kios Segoro Amarto. Konsekuensi ekonominya, para pedagang tentu akan menurunkan harga jualnya, agar barangnya laku. Ini hukum ekonomi yang berlaku di mana-mana. Model persaingan yang diciptakan Pemkot Jogja ini, sungguh kreatif. Di satu sisi, Pemkot Jogja mengajari para pedagang agar mengambil untung yang wajar, tidak jor-joran meraup laba. Di sisi lain, Pemkot Jogja melindungi warga sebagai konsumen, mendapatkan barang dengan harga beli yang wajar.
Dimulai di Pasar Beringharjo
Kios Segoro Amarto di Pasar Kranggan itu adalah kios kedua. Kios pertama didirikan di Pasar Beringharjo tahun lalu, pada Sabtu (14/5/2016). Kita tahu, Pasar Beringharjo adalah pasar tradisional yang legendaris di Jogja, di Jalan Malioboro. Posisi kios itu cukup strategis, di lantai satu, dekat pintu masuk pasar. Dari keberadaan Kios Segoro Amarto di Pasar Beringharjo, setelah beroperasi selama setahun, Pemkot Jogja menilai, ini cukup ampuh mengendalikan harga-harga kebutuhan pokok.
Ketersediaan barang terjamin, karena barang-barang yang dijual di kios tersebut langsung dipasok oleh Bulog Divre Daerah Istimewa Yogyakata. Dengan demikian, para pedagang tidak bisa main kucing-kucingan dalam urusan harga. Warga sebagai konsumen dilindungi secara berkelanjutan. Secara jangka panjang, strategi kios ini sekaligus menjadi instrumen untuk mengendalikan harga dan inflasi.
Fungsi kios sebagai penstabil harga senantiasa dijaga oleh Pemkot Jogja. Karena itulah, kios ini tidak buka tiap hari, kecuali jika ada lonjakan harga barang kebutuhan pokok. Dalam kenyataannya, kios di dua pasar tersebut, buka tiga kali sepekan: Jumat, Sabtu, dan Minggu. Yang dilayani oleh kios, hanya warga sebagai konsumen langsung, dengan pembatasan jumlah pembelian. Dengan cara ini, Pemkot Jogja mengedukasi warganya agar tidak jor-joran belanja. Cukup belanja sesuai kebutuhan. Pedagang sama sekali tidak diperbolehkan membeli barang di Kios Segoro Amarto.
Merawat Mekanisme Pasar