Lihat ke Halaman Asli

Isson Khairul

TERVERIFIKASI

Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Jelajah Siang-Malam dengan Si Hitam Jahanam

Diperbarui: 4 April 2017   18:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika si hitam jahanam ini kita pakai terus-menerus, maka kesehatan kita akan senantiasa terjaga, terawat dari waktu ke waktu. Alam memang penuh berkah, bergantung kepada cara kita mengelola khasiatnya. Foto: koleksi isson khairul

Batu memang hanya batu. Tapi, ada berjuta cerita yang melatarinya. Apalagi bila sudah melekat di jari sebagai batu cincin. Apalagi bila batu itu hitam-legam, tanda kasih dari seorang tua, dari Pulau Lembata.

Kita tahu, Pulau Lembata berada nun jauh di Nusa Tenggara Timur sana. Pulau itu memang bukan penghasil batu cincin, tapi cukup banyak kaum lelaki di sana yang mengikat jari mereka dengan cincin berbatu. Seorang di antaranya adalah Pak Ahmad, yang baru beberapa waktu lalu saya kenal. Kami berbincang akrab di teras sebuah penginapan sederhana di Maumere, ibu kota Kabupaten Sikka.

Banten, Lembata, Maumere

Pertemuan dengan Pak Ahmad adalah suatu kebetulan. Saya dari Malingping, sebuah kecamatan di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, ujung barat Pulau Jawa. Pak Ahmad dari Kabupaten Lembata, Pulau Lembata, ujung timur Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kami bertemu, berkenalan, kemudian berbincang akrab di Maumere. Hal pertama yang membuat kami cepat akrab adalah karena kami sama-sama penikmat kopi, juga sama-sama tukang ngebul.

Hal kedua, karena kami sama-sama kerap bepergian, berjuang demi kehidupan. Saya, misalnya, jauh-jauh dari Malingping ke Nusa Tenggara Timur ini, karena urusan pekerjaan. Lebih dari 30 hari saya meninggalkan keluarga di Malingping. Demikian pula dengan Pak Ahmad. Dari pelabuhan Waibalun di Lembata, ia naik kapal ke Larantuka, salah satu pintu masuk ke Pulau Flores. Perjalanan menyusuri sisi luar Pulau Adonara tersebut memakan waktu sekitar 1,5 jam. Kemudian, Pak Ahmad melanjutkan perjalanan dengan bus sekitar 5 jam untuk mencapai Maumere.

Pak Ahmad punya bisnis di Maumere. Dalam kunjungan kali ini, ia mungkin akan berada 10 hari di Maumere, meninggalkan keluarga di Lembata. Saya pekerja dan Pak Ahmad pebisnis. Kami sama-sama berada jauh dari keluarga. Berjuang demi keluarga, mengais rezeki di kampung orang, memang bukan hal yang ganjil. Juga, bukan hal yang mudah. Ada banyak tantangan yang harus dihadapi. Antara lain, menjaga perilaku, mengelola emosi, serta melindungi diri agar tidak jatuh sakit.

Si hitam jahanam ini memang ajaib, menakjubkan. Jika dilihat dengan cara lain, ada bagian yang tetap membekaskan warna hitam. Padahal, bagian lain cenderung memutih. Mengesankan sekaligus mengagumkan. Foto: koleksi isson khairul

Batu, Perisai, Jawara

Hal ketiga yang membuat kami cepat karib adalah karena kami sama-sama bercincin batu. Saya memang bukan ahli perbatuan, tapi cukup sering membaca berbagai tulisan tentang khasiat batu. Batu badar besi, misalnya, kerap digambarkan sebagai perisai, yang mampu melindungi pemakainya dari bahaya sihir. Bahkan, ada yang menulis, pemakai badar besi akan kebal dari senjata tajam. Benarkah demikian? Saya bukan pemakai badar besi. Saya juga belum pernah melihat langsung khasiat yang demikian.

Tapi, saya sudah sejak lama mengenakan cincin batu, yang senantiasa mengikat salah satu jari saya. Dan, Pak Ahmad juga sudah bertahun-tahun bercincin batu. Ada tiga cincin batu yang melingkari tiga jari tangannya. Saya terkesan dengan salah satu cincin batu yang mengikat jarinya. Warnanya hitam-legam. Ikatannya pun kokoh. Dengan tiga cincin batu itu, Pak Ahmad nampak bagai seorang jawara, sebutan untuk pesilat tangguh di Banten. Tidak sangar, tapi berwibawa. Tidak menakutkan, tapi membuat orang yang berhadapan dengannya sungkan.

Itulah yang saya rasakan tatkala berhadapan dengan Pak Ahmad. Meski usia kami sama-sama di atas kepala 5, tapi saya sungkan memotong pembicaraannya. Saya pun sungkan bersuara melebihi intonasinya. Apakah semua itu karena khasiat ketiga cincin batu yang melekat di jarinya? Entahlah. Yang jelas, saya sangat terkesan dengan si hitam-legam itu. Sesekali, saya amati cincin Pak Ahmad dengan pandangan dari sudut mata. Saya tidak berani kurang ajar dengan memelototi cincin yang bersangkutan.

Hitam, Hati, Khasiat

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline