Tujuh Bupati di kawasan Danau Toba, sepakat untuk mendukung penuh Badan Otorita Danau Toba. Gubernur Sumatera Utara pun demikian. Kesepakatan ini sesungguhnya sudah dirintis sejak 40 tahun lalu. Bagaimana merawat kesepakatan tersebut agar bermanfaat untuk orang banyak?
Inilah peluang bagi kita, khususnya warga yang berada di tujuh kabupaten di seputaran Danau Toba: Kabupaten Simalungun, Toba Samosir, Karo, Humbang Hasundutan, Samosir, Dairi, dan Tapanuli Utara. Apa yang ditunjukkan ketujuh bupati dan gubernur tersebut semakin meyakinkan kita bahwa kini memang era ekonomi berbagi, sharing economy. Keberadaan Danau Toba, yang panjangnya mencapai 100 kilometer dan lebarnya 30 kilometer tersebut, tidak akan memberi manfaat banyak kepada orang banyak, bila tiap kabupaten mengelolanya sendiri-sendiri. Salah satu penandanya adalah jumlah kunjungan wisatawan. Tahun 1991, misalnya, wisatawan yang berkunjung ke Danau Toba mencapai 500 ribu wisatawan. Dari tahun ke tahun, jumlah kunjungan wisatawan tersebut turun drastis, menjadi sekitar 200 ribu wisatawan.
Danau Toba: Kerinduan, Kebersamaan
Dalam perspektif pariwisata, kunjungan yang menurun drastis tersebut, tentulah bukan masalah sepele. Apa penyebabnya? Pada Rabu (4/5/2016), diperkirakan lebih dari 1.200 ton ikan, mati mengapung di keramba, di perairan Danau Toba. Peristiwa semacam ini bukan yang pertama kali terjadi di sana. Ini menjadi salah satu penanda, bahwa dari tahun ke tahun, perairan Danau Toba makin lama makin kotor. Bahkan, ikan pun sulit bernafas. Ini salah satu penyebab turis enggan ke Danau Toba. Pertanyaannya, apa yang bisa dinikmati wisatawan di lingkungan danau yang kotor demikian? Bagaimana wisatawan bisa betah berlibur di kawasan danau yang kotor serta tidak terurus tersebut?
Buruknya kondisi Danau Toba kini menunjukkan kepada kita, bahwa warga yang berada di tujuh kabupaten sekitarnya, telah mengeksploitasi danau tersebut di luar batas kewajaran. Memang, ada segelintir orang yang diuntungkan. Sebaliknya, yang dirugikan jauh lebih banyak. Salah satu poin penting dari Badan Otorita Danau Toba adalah agar Danau Toba memberi manfaat lebih banyak kepada lebih banyak orang. Nampaknya, poin ini disadari oleh tujuh Bupati di kawasan Danau Toba tersebut, sebagai bagian dari upaya mereka untuk menyejahterakan warga kabupaten masing-masing.
Dengan kata lain, ketujuh Bupati tersebut, melalui Badan Otorita Danau Toba, mengelola Danau Toba secara bersama-sama, agar warga di kabupaten masing-masing meraih manfaat lebih banyak. Kebersamaan tersebut tercermin dalam Malam Budaya Menyongsong Badan Otorita Danau Toba. Seluruh elemen Tanah Batak, hadir dalam acara yang diadakan di Auditorium BPPT, Jl. Thamrin 8, Jakarta Pusat, pada Rabu (25/5/2016). Sejumlah lagu dinyanyikan, yang sebagian besar merupakan ekspresi kerinduan akan keindahan Danau Toba di masa lalu. Juga, ekspresi spirit untuk merekat kebersamaan.
Sebagaimana dituturkan Otto Hasibuan, pada Rabu (25/5/2016) malam itu, Malam Budaya Menyongsong Badan Otorita Danau Toba tersebut adalah untuk pertama kalinya seluruh elemen masyarakat Tanah Batak berkumpul di satu tempat. Ini, menurut Otto Hasibuan, selaku penasehat hukum Menko Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli, merupakan pertanda bahwa orang Batak khususnya dan warga Sumatera Utara umumnya, mendukung penuh pengelolaan Danau Toba melalui Badan Otorita Danau Toba. Ini sekaligus juga sebagai penanda bahwa kebersamaan telah tumbuh menjadi kekuatan, untuk menjadikan Danau Toba memberi manfaat lebih banyak kepada lebih banyak orang.
Danau Toba: Berkarya untuk Pariwisata
Rizal Ramli selaku Menko Maritim dan Sumber Daya, berterima kasih kepada Gubernur Sumatera Utara, Tengku Erry Nuradi, dan kepada tujuh Bupati di tujuh kabupaten di seputaran Danau Toba. Menurut Menko Rizal Ramli, keberadaan Badan Otorita Danau Toba adalah momentum bagi ketujuh Bupati tersebut untuk mempersiapkan warga dengan berbagai skill yang relevan dengan industri pariwisata. Bukan hanya untuk menjadi karyawan di hotel dan restoran yang kelak akan didirikan. Tapi, yang lebih penting adalah skill, yang mampu menggerakkan ekonomi rakyat.
Pada Rabu (25/5/2016) malam itu, Rizal Ramli memberi contoh tentang skill pembuatan cinderamata. Kita tahu, bagaimana warga Bali dan Yogyakarta, yang tinggal di pelosok desa, mampu menciptakan ratusan, bahkan ribuan jenis cinderamata yang khas Bali serta khas Yogyakarta. Industri kerajinan tangan, handy craft, di kedua destinasi wisata itu tumbuh pesat. Agar warga di tujuh kabupaten Tanah Batak tersebut memiliki skill yang demikian, tentulah perlu dilakukan berbagai pelatihan serta workshop. Hingga, mereka mampu menghasilkan cinderamata yang khas Tanah Batak, serta memiliki daya jual, untuk mendukung pariwisata.
Yang juga dicontohkan oleh Rizal Ramli pada Rabu (25/5/2016) malam itu, adalah sektor kuliner. Tujuh Bupati di tujuh kabupaten di seputaran Danau Toba sudah seharusnya mengadakan berbagai pelatihan serta workshop agar warga setempat memiliki skill untuk menciptakan berbagai jenis kuliner yang relevan dengan wisatawan. Dalam hal ini, Bandung layak untuk dijadikan contoh. Kreativitas warga Bandung khususnya dan warga Jawa Barat umumnya, dalam menciptakan berbagai jenis kuliner, sudah teruji. Nyaris, hampir semua kuliner yang terkait dengan Bandung, diburu wisatawan.