Lihat ke Halaman Asli

Isson Khairul

TERVERIFIKASI

Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Anak Pantai dan Anak Gunung, Sepanjang Jalan Larantuka

Diperbarui: 4 April 2017   17:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mereka menunggu air laut agak surut, agar bisa agak ke tengah untuk memancing. Anak-anak pantai Larantuka ini adalah potensi untuk dikembangkan melalui pendidikan kelautan, supaya di masa depan, mereka tampil sebagai generasi pelaut yang unggul. Bukan hanya unggul dalam menangkap ikan, tapi juga unggul mengembangkan perairan Larantuka sebagai kawasan budidaya ikan laut. Foto: isson khairul

Kapal niaga Portugis sudah singgah di Pelabuhan Larantuka, sejak tahun 1556. Menurut Menko Maritim Rizal Ramli, Larantuka pada abad ke-16 merupakan pusat penting bagi perubahan dan transformasi budaya di Flores. Bagaimana keseharian anak-anak di sana?

Anak-anak, bagi saya, adalah potret kehidupan suatu tempat. Karena itu, tiap kali berkunjung ke suatu kota atau suatu desa, saya kerap mencermati keseharian anak-anak di sana. Ini tentu saja subjektif dan lebih merupakan pandangan pribadi. Ketika hendak berkunjung ke Larantuka, ibu kota Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), pertanyaan yang muncul di kepala saya adalah: bagaimana ya keseharian anak-anak di sana? Secara administratif, Larantuka adalah sebuah Kecamatan yang sekaligus menjadi ibu kota Kabupaten Flores Timur. Secara geografis, Larantuka adalah wilayah yang berada di kaki Gunung Mandiri, Ile Mandiri, sekaligus merupakan wilayah pesisir yang berada di ujung timur Pulau Flores.

Anak Pantai: Memancing dan Menombak

Saya membayangkan, akan menemukan dua tipikal anak-anak sekaligus: anak pantai dan anak gunung di Larantuka. Sejak Selasa (17/5/2016) sore hingga Jumat (20/5/2016) siang di Larantuka, praktis saya tidak bertemu dengan anak jalanan. Baik sebagai pengemis maupun sebagai pengamen. Di Taman Kota Larantuka pun, saya tidak bertemu dengan anak-anak. Ketika siang menjelang sore, barulah saya melihat anak-anak di beberapa titik pantai yang saya lalui. Tidak begitu banyak, hanya beberapa orang saja.

Menombak ikan adalah skill anak-anak pantai Larantuka, yang sudah terasah sejak mereka mengenal laut. Secara alamiah, mereka pun paham karakter batu-batu karang sebagai tempat berlindung ikan-ikan. Kepada mereka inilah perlu ditanamkan pemahaman tentang pentingnya batu karang bagi keberlanjutan kehidupan alam laut. Melalui pendidikan, mereka diharapkan bisa tumbuh menjadi generasi yang menjaga laut sebagai sumber penghidupan secara berkelanjutan. Foto: feri latief

Mereka sebagian memancing ikan dan sebagian lagi menombak ikan. Aktivitas mencari ikan itu mereka lakukan sore hari, karena saat itu air laut cenderung surut. Dengan demikian, mereka bisa memancing agak ke tengah, dengan berpijak di batu karang. Sementara, anak-anak yang menombak, bisa mengintai pergerakan ikan di antara batu karang, sebelum melempar tombak ke sasaran. Oh, ya, tombak yang mereka gunakan adalah tombak kayu. Di ujung kayu tersebut, mereka tancapkan beberapa paku yang agak panjang. Ada juga yang menancapkan jari-jari sepeda.

Nah, benda tajam itulah yang kemudian mereka arahkan ke ikan-ikan yang melintas di antara batu karang. Adakalanya juga mereka menyusupkan tombak tersebut ke sela-sela batu karang, yang dijadikan ikan sebagai tempat berlindung. Ini tentu saja membutuhkan kecerdikan tersendiri. Sebagai anak pantai, menombak ikan adalah bagian dari keahlian mereka, di samping keahlian berenang tentunya. Dan, keahlian itu bisa mereka peroleh melalui latihan terus-menerus. Yang nampaknya juga penting adalah feeling. Anak yang sudah ahli, punya feeling kuat, di celah batu karang yang mana yang ada ikannya.

Anak-anak Larantuka yang tinggal di pegunungan, mengenal hutan sebagai bagian dari keseharian. Mereka menebang pepohonan untuk dijadikan kayu bakar, untuk memasak. Melalui pendidikan, mereka sudah sepatutnya mendapatkan pengetahuan tentang pentingnya pepohonan bagi alam pegunungan. Bukan hanya untuk mencegah terjadinya tanah longsor, tapi pepohonan sangat berguna untuk mengikat air sebagai sumber utama kehidupan. Foto: isson khairul

Anak Gunung: Mencari Kayu

Bagaimana dengan anak-anak di perbukitan? Dari pusat kota Larantuka, ada beberapa jalan yang bisa dilalui untuk menjangkau perkampungan di perbukitan. Jalan itu sekitar selebar satu meter dan sudah disemen. Bila menggunakan sepeda motor, kita bisa leluasa menjelajahinya. Jalan semen itu memiliki kemiringan 15 derajat hingga 45 derajat. Karena berombongan, kami memilih menggunakan mobil untuk melihat keseharian anak-anak yang tinggal di perbukitan. Sasaran kami adalah desa-desa di Kecamatan Tanjung Bunga, sekitar 45 kilometer dari pusat kota Larantuka, yang bisa ditempuh dua jam perjalanan dengan mobil.

Kami pun menyusuri jalan raya ke arah barat, dari pusat kota Larantuka. Di sebelah kanan jalan adalah pantai dan di kiri jalan adalah perbukitan. Di sepanjang pantai yang kami lalui, hutan mangrove tumbuh cukup lebat. Di perbukitan yang kami lintasi, pepohonan tumbuh dengan rimbun. Sampai satu jam perjalanan, kami masih menyusuri tepi pantai. Selanjutnya, kami mengarah ke perbukitan, dengan kondisi aspal yang sudah rusak. Di beberapa titik sedang berlangsung perbaikan jalan, yang ditandai dengan adanya alat berat untuk menata tebing.

Yang juga kerap kami temui di sepanjang jalan di Kecamatan Tanjung Bunga adalah anak-anak yang berjalan beriringan membawa dirigen plastik. Ini aktivitas harian mereka tiap sore: turun rame-rame dari perbukitan ke lembah terdekat, untuk mendapatkan air bersih. Artinya, infrastruktur air bersih sudah sepatutnya dijadikan prioritas oleh pihak berwenang di kawasan ini. Bukan hanya dalam konteks kebersihan dan kesehatan, tapi air bersih sangat vital bagi kehidupan. Foto: isson khairul

Jarak antar perkampungan yang satu dengan perkampungan yang lain, masih cukup berjauhan. Ini menjadi salah satu penanda bahwa penduduk di desa-desa di Kecamatan Tanjung Bunga belum begitu padat, jika dibandingkan dengan kepadatan rumah penduduk di pusat kota Larantuka. Beberapa kali kami juga berpapasan dengan truk. Apakah yang mereka angkut? Kacang mete. Owh, ternyata sebagian besar penduduk Kecamatan Tanjung Bunga bekerja sebagai petani kacang mete, yang juga dikenal sebagai kacang mede. Kacang yang dimaksud merupakan biji dari jambu monyet atau jambu mede, anacardium occidentale.

Kacang Mede Juru Selamat

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline