Stasiun dua lantai ini menyerap cahaya dari berbagai arah. Sekaligus, menjadi cahaya kehidupan bagi seluruh warga yang datang serta melintas dari seluruh wilayah. Deru kereta yang datang dan pergi silih berganti, bagai denyut nadi, yang tiada henti menggerakkan roda ekonomi. Dengan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) Rp 22,5 miliar, Stasiun Maja berdiri megah serta menjadi lokomotif bagi keterbukaan. Foto: isson khairul
Datanglah ke Stasiun Maja, yang Mei 2016 ini segera diresmikan. Stasiun kereta itu megah, dengan dinding kaca tembus pandang. Berjarak 55,62 kilometer dari Stasiun Tanah Abang, dengan waktu tempuh sekitar 1,5 jam sekali jalan.
Kamis (5/5/2016) pagi, saya berkunjung ke Stasiun Maja dari Stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat, dengan commuter line. Lokasi stasiun itu di Kecamatan Maja, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Karena sedang long weekend dan masih pagi, praktis situasi di sejumlah stasiun yang saya lalui, relatif belum banyak penumpang. Dari Tanah Abang ke Maja, ada 17 stasiun yang dilalui. Saya kemudian memilih turun sejenak di Stasiun Parung Panjang, untuk melihat-lihat situasi. Maklum, ini perjalanan pertama saya ke Maja. Stasiun Parung Panjang baru selesai direvitalisasi, dan stasiun dengan wajah baru itu mulai digunakan pada Sabtu (16/4/2016). Ini stasiun ke-11 dari Tanah Abang dan bisa dikatakan titik tengah antara Tanah Abang-Maja secara kilometer. Karena, jarak Tanah Abang ke Parung Panjang sekitar 28 kilometer. Total jarak Tanah Abang-Maja, 55,62 kilometer.
Dinding Kaca ke Lantai Dua
Dari Parung Panjang, saya melanjutkan perjalanan ke Maja dengan commuter line feeder. Karena saya tidak keluar stasiun, maka saya tidak perlu tap in lagi. Commuter line feeder ini melintasi rute Serpong-Maja, dengan berhenti di tiap stasiun. Jadi, penumpang dari Tanah Abang, misalnya, bisa saja naik kereta tujuan Serpong, kemudian melanjutkan dengan commuter line feeder ke stasiun berikutnya hingga mengakhiri perjalanan di Maja. Ini bisa menjadi sebuah alternatif dan tidak ada salahnya dicoba.
Beberapa pohon besar tumbuh di seputar stasiun. Melihat luasnya area, Stasiun Maja nampaknya masih membutuhkan pepohanan yang lebih banyak lagi untuk penghijauan. Setidaknya, sebagai penyeimbang antara bangunan modern ini dengan suasana alam. Foto: isson khairul
Saya pun tiba di Stasiun Maja, turun di Peron 2. Hmm ... tatkala matahari sudah mulai terik, di sebelah barat stasiun, ada telaga yang penuh genangan air. Mungkin lebih tepatnya bendungan, karena dari jauh nampak sebuah pintu air. Pemandangan yang menyenangkan. Dari Peron 2, penumpang naik ke lantai dua bangunan stasiun, melalui tangga berdinding kaca. Sembari naik tangga, kita bisa melepas pandang ke sekeliling stasiun. Perkampungan penduduk dan kebun penuh pepohonan, itulah yang nampak di depan mata. Membawa kita ke alam pedesaan. Padahal, hanya sekitar 1,5 jam dari Tanah Abang yang penuh hiruk-pikuk.
Hari Kamis (5/5/2016) itu, rupanya cukup ramai penumpang di lantai dua. Baik yang hendak berangkat, maupun yang baru tiba. Beberapa ruangan di lantai dua itu masih kosong, tapi sudah siap huni. Belum ada petunjuk, apakah sejumlah ruangan tersebut akan dijadikan ruang komersil, seperti halnya ruang-ruang komersil di lantai dasar Stasiun Juanda, Jakarta Pusat, atau di lantai dua Stasiun Sudirman, Jakarta Pusat. Dari segi bentuk, nampaknya demikian. Sejumlah penumpang duduk lesehan di lantai dua itu, menikmati suasana lapang stasiun baru. Di sana memang belum ada bangku untuk tempat duduk penumpang. Ada juga yang asyik menikmati pemandangan, sambil ber-welfie-ria tentunya.
Angkutan berbasis rel ini menjadi salah satu alternatif untuk mengurangi tingkat kemacetan di jalan raya. Dengan demikian, warga yang bermukim di seputar Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek) bisa memanfaatkan commuter line untuk menjangkau tempat kerja, dengan tarif yang juga terjangkau. Foto: isson khairul
Aha ... tiba-tiba lift terbuka. Keren, rupanya Stasiun Maja juga dilengkapi dengan lift untuk memudahkan penumpang naik ke lantai dua. Paling tidak, ini tentu sangat bermanfaat untuk penumpang yang sudah berumur dan penyandang disabilitas. Dari lantai dua ini, kita bisa melepas pandang ke arah barat dan ke arah timur stasiun. Dengan demikian, kita akan bisa melihat dari kejauhan, tiap kali ada kereta yang hendak tiba. Juga, kita bisa mengikuti dengan pandangan mata, tiap kereta bergerak keluar stasiun, baik ke barat maupun ke timur, hingga sang ular besi itu lenyap dari tatapan.
Toilet dan Mushala di Luar Gate