[caption caption="Salah satu sisi di kawasan seputar Koperasi Sejati Mulia, Jl. Raya Ragunan, Karang Pola, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Kawasan ini dikenal dengan sebutan Koperasi dan salah satu kawasan favorit untuk kos para pekerja muda yang bekerja di segi tiga emas: Sudirman-Thamrin-Kuningan. Di sini pemilik dan penghuni kos berkolaborasi untuk menggunakan listrik sesuai kebutuhan. Foto: isson khairul "][/caption]Listrik Pintar telah menjadi agen perubahan. Kerennya, agents of change for energy. Pola pemakaian listrik di tingkat konsumen telah berubah. Pelaku bisnis pun jadi lebih pintar karena program Listrik Pintar dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) http://www.pln.co.id/. Bagaimana mereka memintarkan diri?
Tulisan ini saya mulai dengan studi lapangan, melalui riset kecil-kecilan. Saya memilih dua kawasan di Jakarta Selatan sebagai obyek pengamatan. Pertama, kawasan seputar Koperasi Sejati Mulia, Jl. Raya Ragunan, Karang Pola, Pasar Minggu. Kawasan ini dikenal dengan sebutan Koperasi. Di kawasan ini bertebaran area kos-kosan. Ada yang berupa bangunan baru, yang sejak awal ditujukan untuk kos-kosan. Ada pula yang berupa bangunan rumah, kemudian dipermak menjadi kos-kosan. Area Koperasi ini strategis, karena dekat dengan shelter busway Jati Padang di Jl. Ragunan Raya dan tidak jauh dari Stasiun Kereta Pasar Minggu di Jl. Raya Pasar Minggu.
Obyek pengamatan kedua, kawasan seputar Kantor Kelurahan Lenteng Agung, Jl. Agung Raya, Lenteng Agung. Di kawasan ini bertebaran area kontrakan. Istilah kontrakan mengacu kepada rumah petak, yang disekat menjadi 2-3 sekat untuk ruang tamu, ruang tidur, dan dapur + kamar mandi. Kawasan seputar Kantor Kelurahan Lenteng Agung ini strategis, karena relatif dekat dengan dua stasiun: Stasiun Kereta Lenteng Agung dan Stasiun Kereta Tanjung Barat. Para penghuni kontrakan di area ini umumnya pagi-pagi berjalan kaki menuju stasiun kereta untuk berangkat kerja dan malam hari berjalan kaki dari stasiun, sepulang kerja. Ada juga yang pakai sepeda motor, kemudian diparkir di parkiran stasiun kereta.
Satu Meteran untuk Beberapa Kosan
Penghuni kos-kosan di area Koperasi, umumnya para pekerja yang berkantor di kawasan segi tiga emas: Thamrin-Sudirman-Kuningan, yang dilintasi oleh busway TransJakarta. Tiap kamar dilengkapi kamar mandi dan air conditioner (AC) sebagai pendingin suhu ruang. Juga, dilengkapi alat kontrol pemakaian listrik berupa Miniature Circuit Breaker (MCB). Misalnya, jika penghuni suatu kamar menyalakan AC dengan televisi secara bersamaan, itu masih ok. Tapi, begitu yang bersangkutan menyalakan rice cooker, listrik di kamar tersebut akan off otomatis.
[caption caption="Salah satu kos-kosan di kawasan seputar Koperasi Sejati Mulia. Alokasi listrik untuk tiap kamar ditentukan sejak awal. Dengan demikian, penghuni kos menggunakan peralatan listrik sesuai dengan kapasitas daya yang tersedia. Dengan cara ini, pemilik kos leluasa mengontrol pemakaian listrik. Sebaliknya, penghuni kos menjadi cermat menggunakan listrik sehari-hari. Foto: isson khairul"]
[/caption]Artinya, tiap kamar kos memiliki jatah kapasitas listrik masing-masing. Dari beberapa pemilik bisnis kamar kos di area Koperasi yang saya temui, cara ini mereka lakukan agar penghuni kos efektif dalam pemakaian listrik. Sewa kamar kos per bulan bersifat flat, termasuk biaya listrik. Untuk beberapa kamar kos, ditempatkan satu meteran Listrik Pintar, yang tiap bulan sudah diisi pemilik kos dengan jumlah tertentu. Penetapan jumlah pulsa listrik yang diisikan, berdasarkan jumlah pemakaian listrik rata-rata per bulan. Bagi pemilik, ini menjadi alat kontrol penggunaan listrik secara bulanan.
Jika penggunaan listrik secara bulanan melebihi rata-rata, apa yang dilakukan pemilik? Mereka akan memberitahu secara personal kepada penghuni kos, saat yang bersangkutan membayar uang kos. Inti pesannya hanya satu: gunakan listrik seperlunya. Menurut beberapa pemilik bisnis kamar kos di area Koperasi yang saya temui, cara ini cukup efektif. Misalnya, dengan mematikan AC ketika hendak menyalakan rice cooker. Konteksnya, hanya mengingatkan, bukan menegur penghuni. Karena pada dasarnya, pemilik juga tidak hendak mengintervensi penghuni kos.
Yang patut kita apresiasi, pemilik menyadari bahwa penghuni kos adalah orang-orang muda yang baru saja memasuki dunia kerja, setelah lulus kuliah. Umumnya mereka berasal dari luar Jakarta dan baru saja diterima bekerja di sejumlah perusahaan di Jakarta. Mengingatkan pemakaian listrik seperlunya, mungkin nampak sepele. Tapi, pemilik ingin turut mengedukasi para pekerja muda itu, agar mereka belajar hidup efektif, dimulai dari hal yang mungkin nampak sepele. Jika pemakaian listrik secara bulanan masih melebihi rata-rata, pemilik akan menyelipkan pesan singkat dengan secarik kertas di celah pintu tiap penghuni. Inti pesannya hanya satu: gunakan listrik seperlunya.
[caption caption="Di kawasan seputar Kantor Kelurahan Lenteng Agung, Jl. Agung Raya, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, bertebaran area kontrakan. Mereka rata-rata pasangan muda, dengan kondisi suami-istri sama-sama bekerja. Tiap pengontrak memiliki meteran Listrik Pintar masing-masing. Berkat Listrik Pintar, pengontrak dan pemilik termotivasi untuk menggunakan listrik sesuai kebutuhan. Foto: isson khairul"]
[/caption]Satu Meteran untuk Satu Kontrakan
Penghuni kontrakan di kawasan seputar Kantor Kelurahan Lenteng Agung, umumnya pasangan muda. Ada yang sudah punya anak, ada juga yang belum. Umumnya, mereka suami-istri yang sama-sama bekerja. Dari pengamatan saya ke sejumlah kontrakan di sana, ada kebiasaan yang khas: mereka mencuci pakaian pada malam hari. Bukan pada pagi hari seperti yang dilakukan ibu rumah tangga pada umumnya. Rata-rata mereka menggunakan mesin cuci. Di tiap kontrakan, terpasang meteran Listrik Pintar. Penyewa dibolehkan oleh pemilik untuk melakukan tambah daya listrik, dengan catatan harus mengembalikan ke daya semula, bila pindah.
Dengan demikian, tiap penyewa memiliki keleluasaan dalam pemakaian listrik. Toh, masing-masing membayar listrik sendiri-sendiri. Dari pengamatan di beberapa kontrakan di kawasan tersebut, rata-rata penyewa menggunakan listrik senilai Rp 200.000 per bulan. Itu untuk mereka yang menggunakan AC. Bagi yang tidak pakai AC, umumnya hanya di kisaran Rp 150.000 per bulan. Sebagai keluarga muda, mereka umumnya tertib dalam menggunakan listrik. Mereka memilih tidak menyalakan AC, pada saat menggunakan mesin cuci. Mereka juga tidak menggunakan juicer secara bersamaan dengan AC. Dengan kata lain, mereka nampaknya mempertimbangkan pemakaian listrik dalam aktivitas sehari-hari.