[caption caption="Suasana bongkar jagung impor di dermaga Samudera II Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, Jawa Tengah, pada Kamis (14/1/2016). Jagung impor asal Brasil sebanyak 17.000 ton ini, menurut tim Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, masuk tanpa ada rekomendasi dan izin. Sebelum dibongkar di pelabuhan Semarang, jagung dibongkar di Pelabuhan Belawan, Sumatera Utara, dan Pelabuhan Panjang, Lampung. Foto: print.kompas.com"]
[/caption]Ada 17.000 ton jagung pipilan asal Brasil. Kamis (14/1/2016), 2.500 ton sudah dibongkar di Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, Jawa Tengah. Sebelumnya, Kamis (24/12/2015), 7.432 ton diturunkan di Pelabuhan Panjang, Lampung. Sebelumnya lagi, 7.068 ton diturunkan di Pelabuhan Belawan, Sumatera Utara.
Adalah Kapal Motor Limas yang menggelontorkan 17.000 ton jagung pipilan asal Brasil tersebut. Kementerian Pertanian dan tim Badan Reserse Kriminal Polri menilai, jagung pipilan asal Brasil tersebut adalah jagung impor ilegal. Alasannya, karena jagung impor tersebut tidak dilengkapi rekomendasi dari Kementerian Pertanian. Acuannya, Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 57 Tahun 2015 tentang Pemasukan dan Pengeluaran Bahan Pakan Asal Tumbuhan ke dan dari Wilayah Indonesia. Sebaliknya, Balai Karantina Pertanian Pelabuhan Panjang, misalnya, mengacu kepada Keputusan Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Nomor 00805/kpts/HK.160/F/09/2015. Dalam aturan tersebut, masuknya jagung impor, tidak perlu ada rekomendasi dari Kementerian Pertanian.
Oh, Mentan dan Mendag
Sekadar mengingatkan, Menteri Pertanian kita saat ini adalah Andi Amran Sulaiman dan Menteri Perdagangan adalah Thomas Lembong. Sebagai informasi, 17.000 ton jagung pipilan asal Brasil tersebut, sudah keluar dan sudah menyebar melalui ketiga pelabuhan yang dimaksud: Belawan, Panjang, dan Tanjung Emas. Alangkah tidak berartinya sebuah Peraturan Menteri Pertanian (Permentan). Tidak adakah pihak yang berwenang, yang terkait dengan bidang pertanian, yang hendak menegakkan aturan tersebut? Dalam konteks birokrasi, kelahiran sebuah peraturan menteri, tentulah ada maksud dan tujuannya. Setidaknya, untuk mengelola keberadaan produk pertanian, sebagai bagian dari tata-niaga komoditas pertanian.
Sabtu (16/1/2016), rapat koordinasi terbatas (rakortas) di Jakarta, yang dipimpin Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution, memutuskan, pemerintah menugaskan Perum Bulog untuk mengimpor jagung sebanyak 600.000 ton pada kuartal I-2016. Rakortas itu dihadiri Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Menteri Perdagangan Thomas Lembong, dan Menteri Perindustrian Saleh Husin. Pada Minggu (17/1/2016), Direktur Utama Perum Bulog, Djarot Kusumayakti, di Jakarta, mengatakan, Bulog telah menempuh berbagai proses perizinan dan rekomendasi ke Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Pertanian (Kementan). Namun, Bulog belum menerima surat penugasan impor jagung dari Kemendag.
Meski demikian, Bulog akan tetap mengimpor jagung, mengacu kepada keputusan rapat koordinasi terbatas tersebut. Sampai di sini kita tahu, ada sejumlah kepentingan yang masih tarik-ulur, dalam konteks impor jagung. Dari berbagai pemberitaan tentang rakortas tersebut, sama sekali tidak ada yang menyinggung tentang 17.000 ton jagung pipilan asal Brasil, yang sudah keluar dan sudah menyebar melalui ketiga pelabuhan yang dimaksud: Belawan, Panjang, dan Tanjung Emas. Artinya, belum ada klarifikasi, apakah 17.000 ton jagung pipilan asal Brasil tersebut merupakan impor ilegal?
Apa yang terjadi pada Peraturan Menteri Pertanian dan surat penugasan impor jagung dari Kemendag, menunjukkan kepada kita bahwa kedua hal tersebut bukanlah urusan administrasi semata. Ada hal yang substansial di sana, yaitu belum terciptanya koordinasi yang harmonis antara jajaran Kemendag, jajaran Kementan, dan jajaran Perum Bulog. Jagung memang bukan makanan pokok rakyat, sebagaimana halnya beras. Tapi, jagung adalah bahan baku pokok untuk pakan ternak, yang implikasinya tidak kalah luas dibanding beras. Realitas tersebut nampaknya tidak dipahami sepenuhnya oleh ketiga institusi pemerintahan di atas.
[caption caption="Komoditas jagung tidak bisa sepenuhnya dilepas ke mekanisme pasar. Harus ada intervensi pemerintah. Kalau mengikuti mekanisme pasar, usaha petani atau peternak unggas akan mati. Hal itu dikatakan Sekretaris Jenderal Dewan Jagung Nasional, Maxdeyul Sola, pada Senin (18/1/2016). Harga jagung kini menembus Rp 6.000 per kilogram, sehingga menyulitkan peternak. Menurut Ketua Umum Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Indonesia, Singgih Januratmoko, pada Jumat (15/1/2016), peternak ayam broiler (pedaging) sekarang membeli pakan dengan harga Rp 7.000 per kilogram. Foto: print.kompas.com"]
[/caption]Jagung, Ayam, dan Telur