Lihat ke Halaman Asli

Isson Khairul

TERVERIFIKASI

Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Raja Copet Jakarta, 25 Tahun Mencopet Hanya 2 Kali Tertangkap

Diperbarui: 31 Agustus 2015   14:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tomo (kiri) dan foto kanan adalah salah satu sisi area penumpang di Terminal Pulogadung, pada Rabu (22/7/2015). Menurut Kepala Polsek Pulogadung, Komisaris Muhammad Nasir, pada Kamis (12/3/2015) dilakukan razia di terminal tersebut. Razia itu bertujuan untuk mengurangi gangguan dari preman dan juga calo yang ada di dalam terminal. Sasaran lain dari razia itu adalah mengamankan kepemilikan senjata tajam, senjata api, dan juga narkoba. Foto: kompas.com dan tribunnews.com  

Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)

Tomo, namanya. Lengkapnya, Marto Tugimin[1]. Ia seorang raja, raja copet. Kamis, 27 Agustus 2015, lalu, ia diringkus di Terminal Bus Pulogadung, Jakarta Timur. Itu kali kedua ia tertangkap, setelah 25 tahun melakoni profesinya sebagai pencopet.

Itu membuktikan bahwa ia tentu sangat lihai, tangkas, dan jempolan. Jika ada kompetisi, mungkin Tomo terpilih sebagai pemegang rekor tersedikit tertangkap. Karirnya sebagai pencopet, dimulai tahun 1990, tatkala ia berusia 31 tahun. Agak terlambat sebetulnya, karena rata-rata pencopet di Jakarta sudah mulai berkarir di usia belasan tahun. Tomo, yang kini 57 tahun, memasuki bidang pencopetan, tanpa melalui kursus. Artinya, ia langsung terjun sebagai pencopet, tanpa bekal ijazah copet selembar pun. Kerennya, ia learning by doing, menimba ilmu copet sembari praktek nyopet di ibukota Jakarta. Mengenal Tomo dan profesinya, tentulah bukan jalan bagi kita untuk menjadi pencopet. Tapi, inilah sisi lain Jakarta, agar kita senantiasa waspada dan waspada.

The Principle of Pencopet

Tak ada yang mengajak, juga tidak ada yang menyuruh, apalagi memaksa. Hanya ikut-ikutan saja. Itulah yang mendasari Tomo menekuni sektor informal, mencopet. Saat berdinas, pencopet tidak ada yang sendiri[2]. Profesi ini memang bukan kategori untuk single fighter. Mereka sangat paham artinya team work, kerja kelompok. Minimal, pencopet dalam satu tim, terdiri dari dua orang. Umumnya, tim kerja copet ada tiga orang, sesuai dengan kebutuhan untuk beraksi di lapangan. Masing-masing memiliki tugas dan fungsi, yang tentu saja tidak dibahas dalam buku-buku manajemen team work planning.

Tomo adalah spesialis pencopet di dalam bus. Ia bisa juga sih mencopet di samping bus, di belakang bus, jadi tidak semata-mata hanya di dalam bus. Tomo dan rekan-rekan seprofesinya disebut sebagai pencopet bus. Istilah pencopet bus digunakan di sini, untuk mengacu kepada profesi dan lokasi beraksi. Ada juga pencopet pasar, yang beraksi di pasar, juga pencopet mall, malah ada pencopet event, yang khusus menyasar pengunjung event musik, bazar, dan pameran yang seringkali berlangsung di ibukota ini. Karakteristik dan behavior sasaran, membutuhkan skill nyopet yang berbeda-beda.

Yang juga tidak kalah pentingnya bagi pencopet adalah penguasaan wilayah. Pencopet terminal, meski sama-sama berdinas di terminal, tapi situasi dan kondisi terminal Blok M dan terminal Pulogadung, ya tentulah berbeda. Penguasaan wilayah ini dibutuhkan pencopet, terkait dengan alur penumpang, rute-rute yang penumpangnya potensial sebagai sasaran, dan titik-titik strategis untuk mencopet. Penguasaan wilayah tersebut juga diperlukan untuk memahami jalur-jalur untuk kabur dari kejaran petugas, jika ketahuan mencopet.

Karena itulah, ketika ada razia di terminal, misalnya, pencopet kawakan jarang sekali tertangkap[3]. Mata dan hati mereka sangat sensitif menangkap sinyal bahaya. Mereka dengan cepat menyamar sebagai tukang gorengan dadakan atau pedagang gerobakan dadakan lainnya, menggantikan pedagang asli. Para pedagang di seputaran terminal umumnya sudah ciut duluan sama pencopet. Penyamaran tersebut membuat mereka aman dari razia petugas. Karena, petugas kan konsentrasi merazia orang-orang yang nongkrong di terminal.

Kesan suram dan rawan kejahatan kuat melekat pada Terminal Pulogadung, Jakarta Timur, yakni mulai dari pencopetan, gendam, hingga pemerasan oleh calo tiket. Padahal, terminal ini merupakan salah satu terminal vital di Jakarta. Terminal Pulogadung tidak hanya pengendali kemacetan Ibu Kota, tetapi juga jalur keluar masuk kaum urban ke Ibu Kota. Foto: print.kompas.com

Jenjang Karir Pencopet

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline