Pelajar Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dari SMK Nahdlatul Ulama (NU) Banat, Kudus, Jawa Tengah, sedang menyelesaikan proses pembuatan desain busana muslim saat mengikuti SMK Expo 2015, di Jogja Expo Center, Yogyakarta, pada 28-31 Mei 2015. SMK Expo ini diikuti 40 SMK terpilih dari berbagai wilayah di tanah air, dengan menampilkan berbagai produk ungulan karya siswa SMK. Foto: antaranews.com
Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)
Jiwa wirausaha perlu disemai sejak dini. Itulah yang sangat terasa, saat menyaksikan sejumlah kreasi para siswa SMK di SMK Expo 2015 di Jogja Expo Center, Yogyakarta, pada 28-31 Mei 2015. Ciptaan mereka sungguh mencengangkan. Semua itu merupakan modal mereka untuk terus dikembangkan, hingga menjadi aktivitas bisnis yang sesungguhnya.
Porsi praktik siswa Sekolah Menengah Kejuruan, memang lebih banyak dibandingkan pelajaran teori. Kondisi ini memungkinkan mereka untuk mengembangkan keterampilan serta menciptakan berbagai produk yang relevan dengan kejuruan yang mereka pilih. Artinya, setelah lulus SMK, para siswa rata-rata sudah memiliki serta menguasai skill tertentu. Itu pulalah yang membuat mereka relatif lebih cepat memasuki dunia kerja, karena perusahaan membutuhkan tenaga kerja yang telah memiliki keterampilan.
1,5 Persen Langsung Berwirausaha
Saat ini, lulusan Sekolah Menengah Kejuruan, dari 128 program keahlian, mencapai 1,2 juta-1,4 juta orang setiap tahun. Ini tentu jumlah yang menggembirakan sekaligus menunjukkan cukup tingginya minat orang tua menyekolahkan anak mereka ke SMK. Boleh jadi, pertimbangan mereka adalah agar setamat SMK, anak mereka bisa langsung bekerja. Toh, sudah memiliki keterampilan.
Pertimbangan tersebut terbukti di lapangan. Data menunjukkan, sebanyak 85 persen lulusan SMK langsung bekerja, 8 persen lulusan melanjutkan kuliah, dan hanya berkisar 1 persen hingga 1,5 persen yang memilih berwirausaha. Ada yang mencemaskan, karena begitu besar porsi lulusan SMK yang memilih bekerja. Mereka yang mencemaskan ini berharap, agar sebagian besar lulusan SMK memilih berwirausaha.
Dalam konteks pendidikan, sebenarnya tak ada yang perlu dicemaskan. Karena, para lulusan SMK tersebut, meski telah memiliki keterampilan, juga perlu belajar tentang praktik manajemen usaha secara langsung. Dan, itu akan mereka peroleh saat mereka bekerja. Di dunia kerja, mereka mengalami langsung, bagaimana sebuah usaha dijalankan. Bagaimana memahami kebutuhan konsumen. Bagaimana menghadapi persaingan.
Bekal pengetahuan serta pengalaman tersebut, merupakan sesuatu yang berharga bagi para lulusan SMK, sebelum terjun sepenuhnya sebagai wirausahawan. Di samping itu, di masa kerja tersebut, mereka juga mendapat kesempatan untuk menjalin relasi dengan berbagai pihak yang relevan. Maksudnya, skill yang sudah mereka peroleh saat sekolah, ditambah dengan pengalaman kerja, dilengkapi dengan jalinan relasi, tentu menambah keyakinan mereka memasuki dunia usaha. Jadi, tak ada yang perlu dicemaskan.
Pelajar Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Kalasan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, asyik menyelesaikan proses pengukiran kayu, saat berlangsung SMK Expo 2015 di Jogja Expo Center, Yogyakarta. SMK Expo ini digagas oleh Dewan Koperasi Indonesia bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Kementerian Pemuda dan Olahraga, serta Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Foto: print.kompas.com edisi Jumat, 29 Mei 2015 dan antarafoto.com
Gerakan Setelah 1 Tahun Bekerja
Yang perlu diciptakan adalah program untuk lulusan SMK yang telah bekerja selama 1 tahun. Artinya, mereka sudah punya keterampilan, keterampilan tersebut sudah diasah di tempat kerja, dan mereka pun telah menjalani praktek manajemen usaha selama 1 tahun bekerja. Mereka inilah yang tepat sasaran untuk dimotivasi menjadi calon wirausahawan. Peran ini, misalnya, bisa dilakukan oleh Kementerian Koperasi di berbagai wilayah tanah air.
Kepada mereka diberikan pelatihan. Baik terkait keterampilan, manajemen usaha, juga ilmu pemasaran. Artinya, ada proses pendidikan berkelanjutan bagi para lulusan SMK, yang telah bekerja selama 1 tahun. Mereka dalam kondisi sudah setengah matang, untuk dikembangkan lebih jauh. Mereka relatif sudah mengenal medan usaha yang relevan dengan keterampilan dan pengalaman yang mereka miliki.
Dengan demikian, dari 85 persen lulusan SMK yang langsung bekerja tersebut, setelah 1 tahun kemudian, baru kita bisa berharap 20 siswa dari tiap SMK, misalnya, termotivasi untuk menjadi wirausahawan. Bagaimanapun, untuk melahirkan wirausahawan, dibutuhkan program pembinaan yang sungguh-sungguh fokus demi meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Mekanisme pembinaan ini, bisa juga dilakukan melalui gerakan lintas kementerian terkait.
Para siswa SMK Nahdlatul Ulama Banat, Kudus, mendapat bimbingan intensif dari desainer busana muslim, Irna Mutiara, dengan dukungan penuh dari Djarum Foundation. Melalui program pembinaan intensif ini, siswa SMK Banat leluasa mengembangkan keterampilan mereka dalam merancang busana serta berkesempatan mengikuti fashion show, antara lain, Indonesia Fashion Week 2015, pada Jumat, 27 Februari 2015, di Jakarta Convention Center. Foto: liputan6.com
Dibina Expertise, Didukung Dunia Usaha
Alternatif lain, untuk membekali para lulusan SMK agar siap memasuki dunia usaha, adalah dengan memberikan pendampingan yang intensif, sebagaimana yang dilakukan SMK Nahdlatul Ulama Banat, Kudus, Jawa Tengah. Dengan dukungan penuh dari Djarum Foundation, sekolah tersebut bisa melibatkan expertise, dalam hal ini desainer busana muslim, Irna Mutiara. Keberadaan expertise yang relevan dengan kejuruan, akan menjembatani para siswa dengan dunia usaha yang berada di luar sekolah.
Sebenarnya, penyelenggaraan event SMK Expo ini, sudah masuk ke dalam track yang dimaksud. Ini adalah kesempatan sejumlah SMK menunjukkan kepada publik, juga kepada dunia usaha, berbagai ciptaan yang sudah mereka hasilkan. Melalui expo ini, berbagai sekolah pun punya peluang untuk mempresentasikan, sejumlah gagasan yang sedang mereka rencanakan untuk dilakukan. Dengan kata lain, eksistensi sebuah expo adalah sebuah kesempatan untuk menampilkan potensi yang dimiliki tiap SMK yang mengikuti.
Yang barangkali perlu dievaluasi, seberapa banyak kalangan dunia usaha yang hadir dalam expo ini? Seberapa banyak kalangan dunia usaha dilibatkan dalam event ini? Dan, seberapa intensif penyelenggara menjembatani SMK yang menjadi peserta dengan kalangan dunia usaha? Sebagaimana kita tahu, tidak semua SMK memiliki keterampilan membangun relasi dengan dunia usaha. Baik karena keterbatasan pengetahuan, juga karena keterbatasan pengalaman.
Dalam hal ini, untuk meningkatkan kapasitas pengelola SMK, perlu juga dibukakan ruang interaksi yang intensif antara SMK yang sudah berhasil menggandeng dunia usaha dengan SMK yang masih mencari-cari dunia usaha untuk digandeng. Di tengah kompetisi yang ketat seperti ini, dunia usaha pun makin selektif memilih SMK yang relevan, yang sesuai dengan rencana kerja mereka. Maka, skill pengelola SMK untuk berhadapan dengan dunia usaha juga perlu ditingkatkan, agar jalan bagi para siswa untuk berkembang, makin terbuka.
Jakarta, 1 Juni 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H