Lihat ke Halaman Asli

Isson Khairul

Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Cerpen | Salah

Diperbarui: 6 Juni 2017   04:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Sengaja menggunakan ilustrasi yang sama dengan yang digunakan ISJET @iskandarjet untuk tulisan Afi dan Plagiarisme yang Harus Disesali dari pixabay.com

Kemarin kita berdebat panjang. Sampai hari ini pun belum berkesudahan. Alangkah tak mudah untuk menyadari kesalahan. Apalagi untuk mengakui sebuah kesalahan. Setelah begitu banyak yang mengingatkan, kamu keukeuh tak merasa salah. Kenapa? Karena juga ada begitu banyak yang membenarkanmu. Terlepas dari semua itu, sesungguhnya kita paham bahwa salah dan benar, tidak ada korelasinya dengan jumlah dukungan.

Meskipun hanya 1 orang yang berkata benar dan 99 orang mengatakan salah, bukan berarti yang 1 orang itu menjadi salah. Ketika di-voting, mungkin ia kalah. Tapi, kalau ia benar, kekalahan itu tidak dengan serta-merta menjadikannya salah. Memang, untuk urusan salah dan benar, ada takarannya. Ada alat ukurnya. Ada parameternya.

Buya Hamka, Haji Abdul Karim Amrullah, pernah memberi contoh tentang 100 orang peserta gerak jalan. Aturan yang benar, gerak jalan dimulai dengan kaki kiri ke depan dan tangan kanan depan. Ketika 99 peserta melakukannya dengan kaki kiri ke depan dan tangan kiri ke depan, maka 1 orang dengan gerakan yang benar itu akan terjatuh. Apakah ia jatuh karena salah? Tidak.

Ia jatuh karena benar. Buya Hamka mencontohkan ini puluhan tahun yang lalu, jauh sebelum lahirnya generasi digital. Artinya, benar atau salah, ukurannya bukan suara terbanyak. Namun, berdasarkan kriterium yang relevan. Untuk mengukur tinggi atau rendah ya meter. Untuk mengukur berat atau ringan ya kilogram. Ini adalah tingkat berpikir yang paling dasar.

Karena itulah, di taman kanak-kanak, ketika belajar berhitung, kambing tidak pernah disatukelompokkan dengan tomat. 5 ekor kambing tidak pernah ditambah, dikurang, dikali, atau dibagi dengan 5 buah tomat. Kambing adalah hewan dan tomat adalah sayuran. Kriterium untuk menilai kambing tidak sama dengan kriterium untuk menilai tomat. Masing-masing ada spesifikasinya.

Namun, kamu masih keukeuh tak merasa salah. Tapi, akhirnya kamu minta maaf. Aku pikir, kamu sesungguhnya tidak minta maaf. Kamu masih keukeuh membela diri, mencari pembenaran, bahkan mempersalahkan orang banyak. Dengan kata lain, kamu masih keukeuh tak merasa salah. Ini sama saja dengan kamu menggergaji nasibmu sendiri. Menurut pepatah lama, kamu hanya mempertinggi tempat jatuh.

Sakitnya menjadi lebih sakit. Jatuhnya menjadi lebih ambruk. Willibrordus Surendra Broto Rendra, yang lebih kita kenal sebagai WS Rendra, pernah memberi contoh akan hal ini. Ia, selain sebagai budayawan, juga seorang yang aktif di seni beladiri Bangau Putih. Ia mengatakan begini, saat fight di Bangau Putih, baik ketika latihan maupun pertandingan, jika kamu merasa sudah saatnya jatuh ya jatuhlah. Kenapa? Kalau kamu paksakan, kamu akan patah. Seperti yang kamu alami kini: patah karena keukeuh tak merasa salah.

isson khairul –dailyquest.data@gmail.com

Jakarta, 6 Juni 2017




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline