Lihat ke Halaman Asli

Isrofi Panglipur Wati

Mahasiswa Pascasarjana IAIN METRO LAMPUNG.

Mengapa Harus Halal?

Diperbarui: 15 Mei 2023   11:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

              Mayoritas penduduk di Indonesia adalah beragama Islam. Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), jumlah penduduk muslim di Indonesia sebanyak 237,53 juta jiwa per 31 Desember 2021. Hal ini setara dengan 86,9% dari populasi tanah air yang mencapai 273,32 juta orang, sehingganya bisa dikatakan Indonesia adalah negara yang memiliki penduduk muslim terbesar di dunia. Tentunya banyak masyarakat yang berkepentingan untuk mencari dan mengkonsumsi produk-produk yang aman dan bersertifikat halal. Seiring bertambahnya jumlah penduduk dan kemajuan teknologi maupun digital menyebabkan banyak perusahaan asing yang berinvestasi dan produk-produk asing beredar di Indonesia. Oleh sebab itu, sebagai negara yang mayoritas muslim sudah sepatutnya masyarakat Indonesia mendapatkan perlindungan dalam memperoleh kepastian tentang kehalalan produk yang beredar.

                Pencantuman label halal pada suatu produk memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan rasa nyaman dan aman bagi masyarakat Indonesia yang mengkonsumsi barang tersebut. Selain itu, bisa menghilangkan keraguan konsumen, serta dapat meningkatkan kepercayaan konsumen pada produk tersebut. Mengenai dasar hukum sertifikat halal tersebut sudah tercantum pada UU no 33 pasal 4 tentang jaminan halal suatu produk yang berbunyi "Produk yang masuk, beredar di Indonesia wajib bersertifikat halal". Perihal halal-haram sebenarnya tidak hanya mencakup makanan dan minuman yang kita konsumsi, tetapi leboh dari itu. Halal-haram adalah persoalan kehidupan manusia secara menyeluruh. Sebagaimana firman Allah swt. yang berbunyi:

 "Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepadaNya kamu beribadah." (Q.S. Al Baqarah: 172)

                 Dari ayat di atas kata "makanlah" tidak hanya memiliki arti kegiatan makan dan minum, melainkan termasuk bagaimana cara memperoleh makanan tersebut. Dalam hal ini, Yusuf Qardhawi menjelaskan mengenai pokok-pokok ajaran Islam tentang halal dan haram, dan salah satu pokok ajaran itu ialah "apa saja yang membawa kepada haram adalah haram". Walaupun makan dan minuman itu halal, akan tetapi apabila cara memperolehnya dengan cara yang tidak baik seperti mencuri, makan itu adalah haram untuk dimakan dan diminum karena itu adalah hasil dari mencuri.

                 Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun jelas. Di antara keduanya terdapat perkara syubhat yang masih samar yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia bisa terjatuh pada perkara haram." (H.R. Bukhari dan Muslim)

                  Halal secara bahasa berarti sesuatu yang dibolehkan menurut syariat untuk dilakukan, digunakan, atau diusahakan, dengan disertai perhatian cara memperolehnya, bukan dari hasil muamalah yang dilarang. Sementara thayyib bisa diartikan sebagai sesuatu yang layak bagi jasad atau tubuh, baik dari segi gizi dan kesehatan serta tidak membahayakan badan dan akal. Sedangkan haram, secara terminologi diartikan sebagai sesuatu yang dilarang Allah dengan larangan yang tegas. Keharaman ada dua macam yaitu karena disebabkan zatnya atau karena yang ditampakkannya.

                    Oleh sebab itu sangat penting perihal halal-haram, karena menyangkut pertanggungjawaban kita kepada Allah swt. tetapi di era sekarang ini telah dicemari oleh hal-hal yang syubhat dan transaksi-transaksi yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Sehingganya sebagian dari kita masih ada yang beranggapan bahwa mencari sesuatu yang halal adalah hal yang sulit, hingga akhirnya mereka menghalalkan segala cara dalam memperoleh keinginan mengikuti hawa nafsunya. Sebenarnya, halal-haram makanan dan minuman yang masuk ke dalam perut kita memiliki pengaruh terhadap kedekatan kita kepada Allah swt. berpengaruh terhadap doa-doa yang kita panjatkan kepadaNya setiap saat. Diriwayatkan di dalam hadits Al-Thabarani bahwa salah satu sahabat yang bernama Sa'ad pernah memohon Rasulullah saw. agar mendoakan dirinya menjadi orang yang diijabah doanya. Lalu Rasulullah berkata kepadanya, "Baguskanlah makananmu, niscaya Allah menerima doamu." Begitu kuatnya pengaruh makan dan rezeki yang halal terhadap hubungan kita dengan Allah swt.

                      Dari beberapa hadits di atas dapat disimpulkan bahwa halal-haramnya rezeki yang kita peroleh dan yang kita konsumsi sangat mempengaruhi kualitas hubungan kita dengan Allah swt. disisi lain hal ini pula yang akan kita pertanggungjawabkan kelaki di akhirat. Oleh sebab itu, begitu pentingnya memperoleh dan memakan sesuatu yang halal, agar doa-doa kita tidak terhalang oleh dosa yang kita perbuat, mencegah siksa api neraka, mendekatkan diri kepada Allah swt.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline