Lihat ke Halaman Asli

Jakarta, Ibu Kota yang Lebih Kejam daripada Ibu Tiri

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

134019604236390905

Jakarta adalah kota Megapolitan yang semuanya serba ada. Segala hal yang dibutuhkan tersedia di Kota ini. Jakarta bagaikan pusat magnet yang mampu menarik manusia untuk hidup dan tinggal di tempat yang secara geografis sempit ini. Manusia Indonesia dari berbagai penjuru berbondong menambah kesesakan kota ini. Penduduk yang super padat, jalanan yang super macet, udara yang super panas, biaya hidup yang super mahal adalah “super komplektisitas” kota Jakarta. Super semua deh pokoknya.

Korelasi positif kepadatan penduduk jakarta itu adalah ada yang sangat kaya raya dan ada yang sangat miskin. Kesenjangan itu terlihat begitu jelas disetiap sudut kota jakarta. Ada yang rumahnya bak istana banyak yang hanya terbuat dari kardus. Ada yang memakai baju yang Branded yang harga jutaan banyak yang baju seadanya. banyak mobil mewah, tidak sedikit yang terluntang-lantung berjalan kaki dijalanan yang keras. Ada yang selalu terlihat makan di restoran mewah dan banyak diantara meraka yang makan dari tempah sampah. Fenomena sosial seperti ini selalu menghiasi kota jakarta.

Dampak negatif dari semua itu adalah Jakarta kini terlihat lebih sangar yang siap menerkam siapa saja yang lengah. Kejahatan semakin meraja rela di kota ini. Setiap hari aksi kejahatan tidak pernah absen yang riuk pikuknya kota Jakarta. Siapapun yang ingin bertahan hidup di kota ini harus orang yang memiliki mental yang kuat menghadapi berbagai persoalan hidup. Jika tidak, siap-siap untuk mencari tempat lain yang lebih ramah.

Sebagai seorang perantau yang berasal dari kota kecil Bireuen, tinggal di Jakarta adalah semua anugerah indah buat saya. Iklim kehidupan di Jakarta memang sangat berbeda dengan kampun halaman saya. Di Jakarta orang berbagai macam model tersedia dan siap berinteraksi secara positif maupun negatif dengan kita. Ada orang yang akan menjadi sahabat dan keluarga di perantauan ada juga yang akan beriteraksi dengan kita lewat pencopetan, pencurian, dan tindak kejahatan lain. Baru sekitar 1 tahun saya tinggal disini namun banyak sekali kejadian-kejadian yang sudah saya alami. Dari kejadian itu kini, saya lebih paham bagaimana Jakarta sebenarnya.

Suatu ketika ketika pulang dari salah satu pusat perbelanjaan di kawasa Blok M. Saya menaiki metro mini tujuan Blok M-Ps Minggu. Waktu saat itu menunjukkan sekitar pukul 15 lebih 30 menit WIB. Metro mini yang saya tumpangi saat itu terbilang sepi. Hanya dua orang pria setengah baya yang duduk di bagian depan. Seorang ibu-ibu tepat didepan saya dan kernet bus. Tak lama setelah metro mini itu berjalan naik dua orang yang penuh dengan tato di bagian lengannya. Saya taksir yang satu berusia sekitar 30 tahun yang satu lagi berusia 40 tahun. Sudah terbilang berumur tapi wajahnya sangar parah. Satu orang langsung mengambil posisi disampingku. Heranku kenapa tidak kursi yang lain saja, kan masih banyak yang kosong. Satunya lagi justru memilih berdiri dengan kernet metro mini itu. Awalnya aku tidak curiga, tapi orang yang disampingku pandangannya terus mengarah ke tas ransel yang aku pangku. Cepat ku bereaksi dengan menggenggam kuat tas miliku yang juga berisi hp dan dompet.” Wah, udah ga bener” batinku.  Kecurigaanku mendasar setalah orang tersebut tidak melepas pandangannya dari tasku. Ditambah lagi sang supir metro mini yang memacu laju kendaraan dengan cepat, sambil mengabaikan beberapa penumpang yang ingin naik.

Sesaat kemudian, mungkin karena peganganku akan tas sangat erat, dia menyerah. Tetapi yang terjadi justru diluar dugaanku. Orang yang duduk disebelahku mulai beraksi. Dengan jaketnya ia tutupi tangannya. Lalu tangan kanan menjalar ke tas ibu-ibu yang tepat berada didepannya. Sontak aku terkejut dan melihat ke belakang, Ya Allah ternyata  kernet dan orang asing satunya lagi juga melihat aksi itu seakan memberi dukungan. Ingin ku berteriak tapi, kedua orang dibelakang seakan mengawasiku dan siap menghajarku bila nekad berteriak. Batinku menjerit, kasihan ibu-ibu itu. Sama sekali ia tak sadar jika dompetnya sudah berpindah tangan. Kini, 3 orang yang ku yakini berkomplotan ini seakan terus mengamatiku yang sudah tau perbuatan keji mereka. Aku takut, jika aku memberitahu sang ibu, justru ke 3 orang itu membalikkan tuduhan itu kepadaku dengan berbagai alasan. Itu semua bisa terjadi karena mereka bertiga dan aku “alone”.

Tak lama setelah dompet itu berpindah tangan, penjahat disampingku ini pindah ke kursi dibagian belakang. Sesekali kucuri pandangan ia sedang menghitung uang didompet sang ibu. Ya Allah batinku menjerit,  kasihan ibu itu. Tiada daya yang kumiliki karena ketiga orang itu terus memperhatikanku dengan muka mengancam. Seakan, mereka siap menerkam kapanpun aku buka mulut. Aku sempat bingung, sambil terus menyebut nama Allah. Tak lama kemudian, aku lorong rumahku sudah terlihat dan aku siap untuk turun. Namun, ketiga orang itu terus saja memperhatikan setiap gerakan yang aku ciptakan. Batinku ingin berteriak“Copeettttttttt” , tapi ku urung. Akhirnya turun juga aku, sambil sepintas memperhatikan wajah ibu itu yang sama sekali tidak mengetahui apa yang sudah terjadi. Kulihat, mobil itu melaju, sambil pikiranku terbayang akan wajah ketiga biadab itu. Banyak ketakutan yang menderaku. Aku  berada pada posisi yang serba salah. Sungguh aku sangat bingung. Aku takut, mereka membalikkan tudahan itu kepadaku, aku takut dihajar 3 orang yang sangar-sangar itu. Semoga Allah maafkan saya atas abaian itu.

Cerita diatas, adalah salah satu contoh kasus kekejaman Jakarta yang saya alami. Saya adalah salah satu dari banyaknya teman dan warga Jakarta alami lain. Teman saya banyak yang kehilangan hp di busway, angkutan kota, di paksa pengamen untuk ngasi uang. Serta bentuk-bentuk kejahatan lain yang kerap terjadi di Jakarta. Tentu saja hal ini harus menjadi perhatian aparat yang berwenang, mengentaskan tindakan kejahatan di Jakarta dalam bentuk apapun. Jangan sampai Jakarta menjadi surga perbuatan keji bagi penjahat.

akhirnya anggapan Jakarta ” ibu kota lebih kejam dari ibu tiri” ada benarnya. Pasalnya, dulu saya miliki sahabat dengan ibu tirinya yang sering marah-marah. Ya, sekedar marah tapi tidak pernah mencopet, memperkosa diangkot, menindas seperti yang dilakukan oleh ibu kota. hehehe




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline