Lihat ke Halaman Asli

Politik Belah Bambu Sang Ustaz

Diperbarui: 31 Oktober 2016   04:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk mengungkap keburukan orang lain, namun ia lebih dimaksudkan sebagai nasihat kepada sang ustaz yang menurut saya peringai tersebut sangat jauh berbeda dengan kebaikan dan kesantunan yang selama ini diteladankan dan disampaikan baik secara langsung maupun melalui pesan viral Whatsapp, Facebook dan media sosial lainnya. Meminjam istilah kolumnis Singgalang, ini adalah “penyakit” yang sedang menghinggapi qiyadah dakwah hari ini.

Lihat saja salah satu arahan yang bersumber dari Ketua DPP Wilayah Dakwah (Wilda) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ustadz Cayadi Takariawan yang diunggah di blog www.sulawesionline.com pada pertengahan September lalu. Membacanya menimbulkan rasa iba dan kasihan kepada segenap kader seantero Sulawesi yang dengan penuh ketaatan dan keikhlasan bekerja untuk kemajuan dakwah PKS. Saya merasakan ada semangat dan keberanian yang berbeda bila dibandingkan dengan arahan-arahan beliau pada medio 2005 – 2010 disaat menjabat posisi yang sama.

 Waktu itu, saya sebagai fungsionaris di DPW Sulawesi Selatan melihat Ustadz Cahyadi Takariawan sangat canggung dan kurang memiliki kepercayaan diri untuk memimpin Sulawesi, tidak ada arahan yang memberikan semangat apalagi memberikan visi dakwah di Sulawesi. Kader di Sulawesi lebih banyak mengenalnya sebagai trainer atau pembicara dalam seminar-seminar keluarga sakinah dari pada seorang Ketua Wilda Sulawesi.

Saya akhirnya mengerti, bahwa performa apik Ustadz Cahyadi Takariawan ini berhubungan erat dengan posisi dan peran beliau dalam kepemimpinan PKS periode sekarang. Syukur kepada Allah karena secara kebetulan pada bulan September tahun lalu saya beberapa kali mendapat tugas kantor ke Jakarta dan Jogjakarta. Kesempatan itu saya memanfaatkan untuk juga bersilaturrahim dengan asatiz di DPP dan para senior di Jogjakarta. Dari mereka saya mendapat informasi bahwa sebenarnya Ustadz Cahyadi Takariawan telah digadang-gadang oleh salah satu tokoh pendiri PKS yang juga menjadi kandidat kuat ketua Majlis Syuro untuk menjadi Presiden PKS periode 2015-2020. Namun ketika terjadi tarik menarik di musyawarah Majelis Syuro, sang Tokoh PKS tersebut hanya berhasil mendudukkan Ustadz Cahyadi Takariawan sebagai wakil Sekretaris Jendral.

Sebagai Wasekjend, Ustadz Cahyadi Takariawan banyak berperan dalam pembentukan struktur baru PKS. Tanpa sepengetahuan Sekjend ustadz Taufik Ridho, beliau langsung bergerak cepat membentuk struktur Kewilayahan. Beliau banyak menempatkan orang-orang dekatnya dari Jogjakarta di posisi-posisi penting di hampir semua Wilda. Sebut saja nama Raden Sukoco yang Asli Jogjakarta ditempatkan sebagai wakil ketua Wilda Kalimantan, anak buah beliau Mas Aji ditempatkan sebagai wakil ketua Wilda Jatijaya. Beliau juga berhasil menjadikan muridnya Pak Wajdi sebagai wakil ketua Wilda Indonesia Timur, serta tidak ketinggalan, teman dekat beliau pak Sugeng Susilo ditunjuk sebagai ketua Wilda Nusra Bali.

Awalnya, Ustadz Cahyadi Takariawan menunjuk pak Dwi Triono sebagai Ketua Wilda Sulawesi. Namun setelah MPP membuat kebijakan bahwa pada periode ini wasekjend hanya dijabat satu orang, Ustadz Cahyadi Takariawan menjadi ketakutan sendiri. Kepada salah seorang anggota MPP beliau berujar: "bila wasekjend hanya satu orang berarti setiap hari saya harus nongkrong di DPP". Mungkin beliau berfikir dengan kondisi seperti itu tidak akan ada lagi waktu untuk mengisi seminar atau training keluarga sakinah ke berbagai kota yang selama ini menjadi sumber ma'isyah. Karenanya ia meminta ke Presiden Shohibul Iman untuk memindahkannya menjadi ketua Wilda Sulawesi. Dengan demikian Ustadz Cahyadi menguasai hampir seluruh jaringan Wilda, kecuali Wilda Banjabar dan Wilda Sumatra.

Langkah berikutnya adalah mengisi personel Struktur Wilda-Wilda dengan binaan-binaan dan anak buah beliau dari Jogjakarta. Dengan sangat leluasa beliau dapat mengisi ketua-ketua DPW dan DPD serta posisi strategis lainnya dengan orang-orang terdekat. Pemira (Pemilihan Raya) internal untuk menjaring calon ketua dan pengurus harian DPW dan DPD hanya sebagai formalitas belaka. Sebagai contoh, ketua DPW Sulawesi Selatan periode ini sdr. Mallarangan Tutu, mendapatkan suara paling buncit dari belasan kader lainya.

Mungkin selama ini banyak yang menganggap bahwa Ustadz Cahyadi Takariawan ini orang yang sederhana dan tidak mempunyai ambisi materi atau politik. Namun anggapan tersebut saya pastikan keliru. Setelah 18 tahun berkiprah di PKS, naluri politik-nya semakin terasah. Penguasaan jaringan Wilda dan DPW yang hampir 70% tersebut merupakan langkah awal untuk manjadi Presiden PKS periode mendatang. Struktur wilayah baik Wilda ataupun DPW sangat strategis untuk merealisasikan ambisi terpendamnya yang gagal periode ini. Karena Wilayah lah yang paling menentukan keterpilihan calon anggota Majelis Syuro, sementara Presiden Partai ditentukan dalam sidang Majelis Syuro.

Apa yang dilakukan Ustadz Cahyadi Takariawan ini sebenarnya bagian dari strategi bersih-bersih yang dilakukan oleh geng MPP PKS. Karena pada awal periode 2010-2015 beliau pernah menjabat sebagai sekretaris MPP. Hubungan baik ini masih terpelihara hingga sekarang. MPP yg diisi oleh para mantan menteri ini, melakukan operasi sapu bersih. Siapa saja yang punya hubungan baik dengan Ustadz Anis Matta disingkirkan dari struktur PKS mulai dari pusat hingga daerah. Tak peduli orang-orang tersebut memiliki kualifikasi sebagai pengurus partai atau tidak, bermasalah atau tidak. Apa yang mereka lakukan ini bertentangan dengan jargon yang mereka gembar-gemborkan sendiri bahwa "Dakwah adalah panglima bukan politik sebagai panglima".

Sebenarnya, orang-orang yang ditempatkan Ustadz Cahyadi Takariawan ini adalah mereka yang diketahui memiliki banyak masalah. Sebut saja Dwi Triono yang sebelumnya adalah kader yang baru diturunkan jenjang keanggotaannya. Triono lama tinggal di Bali, dan saat ini tidak berani menginjakkan kakinya di pulau dewata karena memiliki banyak masalah keuangan. Raden Sukoco yang menjadi wakil ketua Wilda Kalimantan adalah kader yang terpaksa pindah ke Kalimantan Selatan karena memiliki banyak masalah mu'amalah dengan kader-kader di Jogjakarta. Demikian juga dengan Aji, yang menurut beberapa senior di DPW PKS Jogjakarta dikenal sebagai kader gagal.

Dalam arahan tersebut ustadz Cahyadi Takariawan menukil ayat 28 surat Al Kahfi, yang menurut saya justeru bertentangan dengan strategi bersih-bersih yang dijalankannya. Allah SWT dalam ayat ini memerintahkan kita bersabar bersama orang-orang yang shalih dan mengutamakan bergaul dan bekerja bersama mereka. Bukan sebaliknya menyingkirkan mereka kemudian mengganti mereka dengan kader yang bermasalah yang terbukti menurut AD/ART partai melanggar, terlebih bila pelanggarannya itu berkaitan erat dengan ketentuan Allah. Sebagai akibatnya, orang-orang dekat Ustadz Cahyadi Takariawan tersebut saat ini hanya sibuk mengurusi pilkada, karena di dalamnya ada mahar politik, di dalamnya banyak gula-gulanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline