Lihat ke Halaman Asli

Damaikan UNM dengan Cinta

Diperbarui: 26 Juni 2015   10:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Innalillahi Wa Innailaihi Rajiun, Tawuran yang selama beberapa tahun sering terjadi di Universitas Negeri Makassar (UNM) telah merenggut nyawa. Dodo Rivaldi, mahasiswa Jurusan Pendidikan Teknik Mesin ini menghembuskan nafasnya yang terakhir, Jumat, 18 Juni 2010, setelah diparangi oleh oknum tidak dikenaldi luar kampus UNM dan sempat dirawat di RS Bayangkara.

Sebagai alumni Fakultas Teknik angkatan 90 an, yang menjadi saksi terbakarnya gedung Fakultas Teknik tahun 2001, turut prihatin, sedih dan kecewa. Setelah sekian lama aksi tawuran/bentrokan merajai kampus, ternyata sampai saat ini, penyakit itu masih ada.Walaupun kita tidak bisa menutup mata, telah banyak upaya dan kebijakan ditempuh pimpinan universitas untuk meredam aksi tawuran yang menjadi momok menakutkan bagi universitas pencetak oemar bakti ini. Diantaranya, membuat pembatas antara Fakultas Teknik dengan Fakultas Bahasa dan Seni (Sekarang terpisah menjadi dua fakultas yaitu Fakultas Bahasa dan Fakultas Seni dan Desain), melarang mahasiswa menginap di kampus, dan pengaktifan satpam sebagai petugas keamanan kampus.

Kebijakan yang terakhir yang dilakukan UNM dengan pengaktifan kembali fungsi dan tanggungjawab satpam dalam lingkup UNM cukup efektif karena aksi tawuran/bentrokan berlahan-lahan mulai meredam. Satpam tidak lagi hanya menjadi penjaga tembok bisu di kampus tapi telah mulai aktif mengamati dan mengamankan gejala-gejala yang akan menjadi pemicu aksi tersebut.

Hilangnya nyawa Dodo menyadarkan kita semua civitas akademika di kampus UNM, ternyata riak-riak itu masih ada, menyadarkan kita bahwa apapun yang kita lakukan untuk menghindarkan bentrokan di kampus, ternyata tidak mampu mengugah hati adik-adikku sesama almamater bahwa betapa pentingnya damaikan UNM dengan cinta. Menanamkan cinta terhadap almamater itu perlu, karena dengan cinta hidup ini terasa indah dan dengan cinta hidup ini akan damai dan tentram.

Upaya-upaya yang dilakukan petinggi kampus untuk mengantisipasi aksi tawuran telahmeminimalkan aksi tawuran antara fakultas. Tapi, tidak bisa dipungkiri upaya itu belum menyentuh akar permasalahan yang sebenarnya karena aksi tawuran itu timbul karena masih tingginya sifat keakuan dalam diri.

Keakuan sering diartikan sebagai kegelapan batin yang dimiliki seseorang sehingga ia berkeinginan untuk selalu memuaskan ketamakan dan kebenciannya dengan berbagai cara. Kegelapan batin yang merupakan sumber keakuan ini timbul karena ia tidak menyadari bahwa kehidupan ini tidaklah kekal. Ia akhirnya merasa jengkel dan sedih kalau keinginannya tidak terpenuhi, atau ia merasa bahagia dan bangga kalau keinginannya terpenuhi.

Kita terbiasa mengidentifikasi diri kita dengan materi yang dimiliki, dengan peran yang biasa kita jalani sehari-hari, atau tingkatan sosial yang melekat pada diri kita. Namun jika kita menyadari keberadaannya, maka peran keakuan sebagai hiasan bagi hidup kita dapat digunakan sebagai metode untuk maju dan berkembang.

Tugas utama keakuan adalah memisahkan dan membandingkan diri kita, status kita, pekerjaan kita, materi yang kita miliki dengan orang lain, hingga timbul rasa kita lebih baik atau merasa lebih rendah dibandingkan yang lain.

Menyadari keakuan orang lain relatif mudah, yang sulit adalah menyadari keakuan dalam diri kita sendiri. Saya teringat sebuah moto, ‘’Penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri’’. Apabila kita telah dapat menyadari keakuan diri sendiri dan orang lain, maka hal kedepan yang dapat dilakukan adalah saling menasehati sesama manusia, karena yang penting adalah sebuah kesadaran diri untuk disadari,

Para oknum mahasiswa belum menyadari dirinya adalah seorang mahasiswa, predikat tertinggi dalam lembaga pendidikan, ketika ia menginjakkan kakinya di kampus, maka sifat keakuan, keegoan, akan dirinya dengan mengandalkan daerah, orang tua, postur tubuh, otot, dan lain sebagainya, hendaknya dihilangkan. Mereka harus damaikan UNM, merasa memiliki UNM dengan tidak merusak fasilitas kampus yang dibangun atas uang mereka sendiri.

Jika mahasiswa UNM merasa dirinya adalah satu, tanpa sekat fakultas maupun jurusan, maka akan tercipta suasana yang kondusif dan damai dalam kampus UNM. Marilah kita bersatu dalam menciptakan karya-karya akademik dan kemahasiswaan.

Untuk menghilangkan aksi tawuran mulai sekarang pihak rektorat harus melakukan identifikasi siapa saja mahasiswa yang gemar tawuran. Tentu saja, dengan melibatkan jurusan masing-masing dalam lingkup Univeristas, karena pihak jurusanlah yang paling tahu dan dekat dengan mahasiswa-mahasiswanya. Pihak jurusan mampu mencari tahu, mendata dan melakukan pendekatan kepada mahasiswa yang teridentifikasi memiliki sifat keakuan.

Jika mahasiswa tersebut sudah teridentifikasi, maka lakukanlah pendekatan-pendekatan persuasif dan jika itu tidak mampu merubah oknum mahasiswa tersebut, maka tegakkkan aturan. Tidak ada lagi toleran bagi pelaku. Berubah atau mengangkatkan kaki ke luar dari UNM. Pihak rektorat harus berani mengambil resiko untuk itu, karena dengan keberanian itu akan merubah wajah UNM menjadi lebih baik.

Selama ini, aku mengamati jika terjadi tawuran yang diajak komunikasi adalah lembaga kemahasiswaan, padahal yang cenderung melakukan aksi bukan pengurus lembaga, akibatnya sang pelaku sebenarnya tidak tersentuh. Toh, mereka merasa berlindung di bawah lembaga.

Meninggalnya Adikku Dodo beberapa hari yang lalu, bagaikan sengatan tajam di tubuh UNM. Cukup satu nyawa saja melayang, jangan ada ‘Dodo’ lain yang menjadi korban keakuan kita. Perih dan sakit pasti akan kita rasakan, bukan saja buat keluarga korban, tapi seluruh civitas akademika UNM turut berduka, tragedi yang menimpa Dodo adalah duka kita bersama. Ini adalah preseden buruk semasa sejarah UNM.

Marilah kita serahkan kasus ini kepada pihak berwajib. Biarkanlah hukum yang mengusut tuntas kasus ini. Hukuman penjara bagi sang pelaku pemarangan akan membuatnya jera. Penjara itu dingin dan menakutkan, tak ada kebebasan disana. Belum ‘penjara’ Tuhan yang akan menghukum hamba-Nya yang berbuat dosa. Yang perlu adik-adikku lakukan adalah mengawal proses hukum itu agar sang pelaku mendapatkan ganjaran atas perbuatannya.

Jangan ada dendam di hati, karena tidak ada satupun yang menginginkan ini terjadi. Kalau sistem membabi buta dilakukan sebagai aksi toleran kepada korban, maka akan jatuh korban lagi dengan permasalahan yang baru lagi. Biarkanlah Dodo tenang di alam sana, Kita hanya bisa mendoakan semoga adikku Dodo di terima di sisi Allah, dan keluarga korban diberikan ketabahan lahir batin. Sesungguhnya Allah adalah pengatur segalanya, Ia adalah pemilik Kita semua, Dialah yang mengatur jalan kembali kepada-Nya dengan jalan takdir kita yang berbeda.

Buat Adik-adikku di Fakultas Teknik, jangan amarah membutakan mata kalian, apa yang telah kalian lakukan dengan membakar beberapa ruangan, merusak fasilitas yang ada di Fakultas Bahasa dan Fakukltas seni dan desain, hendaknya itu yang terakhir kalinya. Mari kita tundukkan kepala sejenak untuk saling mengintrospeksi diri, apa yang sebenarnya terjadi. Aku mengerti yang adik-adikku rasakan tapi jangan menjadikan ini suatu awal untuk membalas dendam karena dendamtidak bisa menyelesaikam masalah. Dendam hanya menjadikan kita manusia terbodoh dan tidak menghargai hidup yang diberikan Allah yang entah kapan Allah akan mengambilnya kembali.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline