Lihat ke Halaman Asli

Isnandar

Freelance

Puisi | Serenada Kematian

Diperbarui: 20 Juni 2019   09:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar dari pixabay.com

Kertas-kertas partitur. Tertumpuk distandbook reot. Ada selembar jatuh dilantai. Oh...! Karya sang maestro. Terkulai tak berdaya. 

Bunyi-bunyi dilangit tanya. Merambati pilar kejayaan. Keindahan resonansi dawai. T'lah lama menyanjung jubah aristokrat. 

Ayo mainkan lagi ! Meski komposisi ini berwarna merah. Meski penonton t'lah pergi, entah. Mengunci pagar rumah. Sepotong senja pun berubah.

Seorang maestro. Dengan luka bersimbah darah. Bangkit meraih senjata. Tapi terjatuh ia kembali. Telinganya mengeluarkan darah. Dipanggungnya sendiri ia dibantai-mati. Serenada kematian. Mendulang tepukan tangan.

Berkecamuk perang. Dilangit senja nan muram. Analog versus digital. Begitulah obrolan sore. Ditemani secangkir kopi kental. 

Angin sore yang kering. Masuk melalui jalusi. Ke dalam gedung pertunjukan. Oh...! Karya sang maestro. Terkulai tak berdaya.

Bekasi 19 Juni 2019




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline