Lihat ke Halaman Asli

Cinta, Kasih, dan Sayangku

Diperbarui: 3 Maret 2022   01:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Cinta, Kasih, dan Sayangku

Kali ini dengan tema mendeskripsikan seorang ibu, menuangkan opini tentang malaikat tak bersayap, juga peran seorang yang menjadi madrasah pertama sang anak. 

Dalam islam peran dan kedudukan seorang ibu sangatlah mulia, bahkan kedudukannya lebih besar di atas kedudukan seorang ayah. Bahkan kedudukan tersebut telah ditetapkan dalam Al-Qur'an dan disebutkan beberapa kali dalam ayat Qur'an, salah satunya tercantum dalam QS. Luqman:14 "Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu-bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu". 

Bahasa Al-Qur'an menggunakan kata 'umm', karena dari ibu kelak di hari kiamat memancarkan cahaya kesabaran dan kemuliaan. Oleh karena itu kita diperintahkan untuk memuliakannya di dunia dengan kemuliaan yang mutlak dan tanpa batas. Allah SWT berfirman dengan Nabi Isa AS sebagai contoh cara bersikap terhadap ibunya "Dan berbakti kepada ibuku, dan dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka" (QS. Maryam:32).

Seperti halnya seorang sahabat kepada Rasulullah: "Wahai Rasulullah, kepada siapakah seharusnya aku harus berbakti pertama kali?". Rasulullah memberikan jawaban dengan ucapan "ibumu" sampai jawaban itu diulang tiga kali, baru kemudian jawaban keempat Nabi mengatakan "ayahmu". (HR. Bukhari dan Muslim). 

Menurut Ar-Rozi: "Seorang ibu mengalami tiga fase kepayahan, mulai dari fase kehamilan, kemudian melahiran, lalu menyusui. Karena itu, ibu berhak mendapatkan kebaikan tiga kali lebih besar dibandingkan ayah".

Seorang ibu menjadi madrasah pertama seorang anak. Sebagai seorang anak perempuan tentu kebanyakan dan hampir seluruhnya akan berkaca pada seorang ibu tentang urusan berberes rumah, masak-memasak, dan bagaimana cara mendidik terhadap saya. 

Namun uniknya ibu saya Dewi Masnunah dengan kelahiran tahun 1972 putri ketujuh dari 11 bersaudara itu sempat ku kira tidak terlalu memiliki jiwa keibuan. 

Namanya juga masih bocah, definisi keibuan menurut saya yang usianya masih sekitar 9-13 tahun an itu sangatlah simple dan sederhana kala itu. 

Seorang ibu yang seharusnya hanya bisa berberes rumah, memasak, selalu menimang dan selalu perhatian terhadap saya, nyatanya karakter dan didikan setiap ibu selamanya tidak sama persis, utamanya pada ibunda tercinta saya ini. 

Mungkin karena adanya mba-mba andalan yang bertugas sebagai yang membereskan rumah dan tukang masak sendiri menjadikanku sedikit kesulitan dan membutuhkan waktu untuk memahami definisi ibunda pada ibu tercintaku ini. Apalagi saya pribadi yang lebih dekat kepada Abah daripada Ibunda, belum lagi sejak kecil ada pengasuh tersendiri yang momong saya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline