"Yah, tahu enggak Kang Funas dapat beasiswa ke Jepang loh!" ujar si sulung saat pulang belum lama ini.
"Ah yang benar? Kata siapa?" tanya saya ringan, seolah asal menanggapi. Bukan meremehkan, sebab pondok pesantren tempat dia belajar terbilang kecil di Jombang, setidaknya dibanding Tebuireng atau Tambakberas.
"Abi (kiai-pen) yang bilang waktu ngaji," jawabnya singkat.
"Wah, keren juga tuh! Semoga kesempatan itu diambil ya, Mas...." sambung saya, kali ini penuh pengharapan.
Alasan pilih ponpes salaf
Setahun lalu, ketika lulus sekolah dasar, si sulung menyatakan ketidaktertarikannya pada sekolah umum. Alasannya, dia malas mikir (pelajaran sekolah).
Walau secara akademik di SD dia cukup bagus (selalu lima besar), saya tak ingin membebaninya. Apalagi setelah ia bercerita bahwa Gus Baha menjadi idolanya sehingga ke sanalah arah yang ia tuju.
Pesantren salaf yang jadi tujuannya. Kami setuju setidaknya dengan tiga alasan. Pertama, dia bisa fokus pada pelajaran agama secara mendalam. Pemahaman yang mumpuni akan menjadi bekal berharga saat dewasa kelak. Soal rezeki di masa depan, kami sepenuhnya serahkan kepada Tuhan.
Selain pembekalan skill yang relevan pada saat yang tepat, di ponpes salaf dia akan mendapatkan suntikan bergizi, misalnya mantiq dan balaghah yang akan menyempurnakan 4C yang konon menjadi keterampilan wajib pada abad ke-21, yaitu Critical thinking, Creativity, Collaboration, Communication. Insyaallah di ponpes empat hal ini akan turut digarap.
Alasan kedua, pernah saya dengar bahwa jika ingin mengirimkan anak ke pesantren, maka kirimkanlah anak dengan otak yang encer. Maka, keyakinan ini membuat saya dan keluarga mantap mengantarnya ke Pondok Pesantren Al Anwar rintisan KH Maimoen Zubair yang telah melahirkan dai cemerlang seperti Gus Baha.