Lihat ke Halaman Asli

Isnaini Khomarudin

editor lepas dan bloger penuh waktu

Renungan di Akhir Ramadan

Diperbarui: 9 April 2024   06:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menikmati sujud setiap saat di luar Ramadan (dok. pri)

Dulu ketika Syakban hendak berakhir, hati seolah gusar sebab belum siap menjamu Ramadan. Bisakah puasa sebulan, sejenak menunda sarapan dan makan siang?

Tiba-tiba kini sudah di penghujung Ramadan, penghabisannya amal-amal yang dilipatgandakan. Sudahkah maksimal, sudahkah optimal berikhtiar?

Besok semuanya tak akan lagi sama. Udara Syawal kita hirup, keteduhan Ramadan telah ditutup. Sahur terakhir ini, iktikaf pamungkas ini, akankah menjamin kita berjumpa setahun mendatang?

Hati betapa pedih sebab kamu bergegas pergi tanpa tahu kita bakal berjumpa kembali. Orang-orang berkemas, apakah Ramadan sudah tuntas?

Hujan deras menyambut Subuh yang teduh, sebagai peringatan bahwa 11 bulan ke depan kita harus lebih patuh. 

Harap dan cemas mewarnai, menggoda aduhai. Tapi kepada Allah saja kita sandarkan hati.

Hijau daun dan sejuk embun, mengantarkan Ramadan raib ke bilik tahun. Apakah mata ini tetap rabun? Apakah hati ini dibiarkan terus beracun?

Semburat matahari menjadi saksi, bahwa selalu ada harapan selepas badai. Sinar mekar menghidupkan rerumputan, menjadi penyemangat agar hidup mesti terus berpijar.

Begitu jauh jalan membentang dan jarak mesti ditempuh; keberlimpahan dan kekurangan sering kali hanya soal sudut pandang. Bergeraklah dan terus mengayuh....

Rezeki dan maut saling bertaut, kerinduan pada Ramadan semakin akut. Kadang berani kadang takut, pastikan langkah pantang untuk surut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline