Lihat ke Halaman Asli

Isnaini Khomarudin

editor lepas dan bloger penuh waktu

Pantun Ramadan Sebagai Energi Masa Depan

Diperbarui: 24 Maret 2024   14:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Baca Quran dan resapi maknanya, Ramadan berkah (Dokumentasi pribadi)

KETIKA TAHU bahwa tema tulisan untuk tantangan Ramadan Bercerita hari ke-14 adalah membuat pantun Ramadan, sungguh berdesir hati ini. Inilah yang selama ini kucari. Pantun boleh jadi adalah karya sastra pertama yang saya kenal sebelum puisi dan bentuk karya lainnya saat SD dan SMP.

Pantun bersifat cepat dan ringkas, sangat pas untuk menyampaikan pesan secara efektif. Kehadiran sampiran (biasanya dua baris pertama) membuat pantun semakin unik karena ini jadi semacam pintu untuk mengantarkan pembaca atau pendengar sebelum merasa 'diceramahi'.

Mengenal konsep pantun

Tanpa perlu dijelaskan, orang sudah paham apa itu pantun. Tanpa tahu definisnya, setidaknya mereka sering membuat pantun di ruang publik. Misalnya sebagai pembuka pidato atau selingan acara di televisi. Enggak heran kalau akhirnya muncul tanggapan, "Cakeep!" untuk menimpali sebaris sampiran sebelum pantun tuntas dibacakan.

Yang saya ingat tentang pantun adalah biasanya terdiri dari empat baris, dengan rincian: dua baris pertama sebagai sampiran dan dua baris berikutnya sebagai isi dengan rima/sajak a-b-a-b. Kecuali pantun karmina yang hanya tersusun dari dua baris. 

Lalu 

Contoh pantun karmina:

Ke Medan membeli anggur

Di bulan Ramadan perbanyak tafakur

Contoh pantun empat baris:

Burung blekok terbangnya rendah
Berburu ikan berkawan-kawan
Janganlah keok lantaran kalah
Tetap berjuang penuh keikhlasan

Rima dan intensitas emosi pantun

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline