KADANG KALAU dipikir-pikir selama bulan Ramadan manusia justru bersikap ambivalens. Setidaknya dalam hal pengeluaran. Harusnya bulan puasa kita bisa berhemat, bukan malah bengkak atau malah boncos dalam keluangan.
Alasannya, kita makan hanya dua kali dibanding bulan-bulan sebelumnya sebanyak tiga kali. Pun jadwal ngemil atau mengudap makanan ringan, tentunya bisa kian dikikis sebab sepanjang siang kita tak boleh mengonsumsi apa pun.
Penghematan, bukan pemborosan
Sayangnya, bulan Ramadan malah jadi bulan pembengkakan, kalau tak mau disebut pemborosan. Saya menyimpulkan demikian ketika melihat supermarket penuh dengan antrean di awal bulan Ramadan--saat masih tinggal di Bogor dulu. Orang-orang cenderung menyetok makanan yang banyak karena khawatir tak bisa didapatkan lagi.
Makanan-makanan itu dikonsumsi selepas magrib atau shalat tarawih. Yang tak kalah menonjol adalah variasi menu saat berbuka dan bersantaap sahur. Dibanding bulan-bulan biasa, selama Ramadan menu dibuat seistimewa mungkin agar semangat menyantapnya.
Padahal kalau mau jujur, segelas teh hangat manis dan beberapa potong kue sudah bikin kita kenyang saat berbuka. Kalau masih lapar, bisa ditambah nasi dengan lauk apa pun: toh kita bisa menyantap apa pun sebab didera kelaparan. Belum lagi kalau ada keluarga yang bisa bikin aneka kolak setiap hari dan berlimpahnya camilan saat berbuka.
Variasi menu bukan penghormatan
Penghormatan kepada bulan Ramadan bukanlah dengan menumpuk makanan tanpa kendali sementara banyak orang di luar sana didera kelaparan karena berbagai alasan. Apalagi kalau sampai berutang demi memenuhi "kebutuhan" makanan beraneka macam itu. Bahaya kan?
Menghormati Ramadan berarti mengisinya dengan tindakan yang mencerminkan kemuliaan. Misalnya, ibadah tarawih secara kontinu, baca Quran secara ajek, memperbanyak doa saat berpuasa, dan terutama meningkatkan sedekah dalam berbagai bntuknya. Jadi jika ingin membeli banyak makanan, silakan. Asalkan bukan demi memuaskan hawa nafsu pribadi, melainkan untuk didonasikan ke banyak tempat, misalnya masjid atau panti asuhan.
JIka kita kesulitan berderma, kita bisa bertindak sebaliknya sebagai langkah penghematan. Dengan banyaknya orang bersedekah makanan di masjid, maka kita bisa mengunjungi masjid-masjid di kota kita untuk mengikuti kajian menjelang iftar lalu berbuka puasa di sana.