Waktu kelas 1 SMA di Jombang, seorang guru berceloteh, "Dari Lamongan ya? Wah, ketigo raiso cewok, rendeng raiso ndodok!" ujarnya sambil tersenyum simpul. Saya terus terang baru kali pertama mendengar kalimat berbahasa Jawa itu, jadi tak tersindir ataupun tergoda berkomentar lantaran tak terlalu relate.
Bagi yang tidak paham bahasa Jawa, ungkapan itu artinya: enggak bisa cebok karena air langka saat kemarau dan enggak bisa duduk lantaran berlimpah air selama musim penghujan. Itulah yang dialami orang Lamongan tapi anehnya tidak pernah saya alami--setidaknya sampai saya dengar dari guru di Jombang puluhan tahun lalu.
Banjir di perumahan saat pandemi
Tahun 2020 fenomena itu terjadi juga. Di tengah wabah Corona, sungguh di luar dugaan air hujan terakumulasi menjadi banjir yang memusingkan. Sejak tinggal di perumahan dekat kantor Polsek itu tahun 2018, semuanya fine fine aja.
Dua tahun air bersahabat, rupanya tahun ketiga jadi momen yang mengejutkan. Bersahabat dalam arti tidak kekurangan saat kemarau dan tidak kebanjiran saat musim hujan.
Tak terbayangkan banjir akan datang. Barulah saya sadar mengapa para tetangga meninggikan lantai rumah dan jalan depannya. Saya heran kenapa tak seorang pun memberi tahu soal potensi banjir di kawasan perumahan yang kami huni. Tahu gitu saya beli apartemen yang banyak direkomendasi di Surabaya.
Untung ada sumur gali
Akibat genangan air yang merajalela, sampai merangsek dalam rumah, maka kami pun terpaksa mengungsi ke rumah adik yang ada di kecamatan sebelah. Sanitasi terganggu dan aktivitas sehari-hari tak bisa terpenuhi.
Untunglah, kami dulu memutuskan membuat sumur galian di depan rumah. Ya, memang rumah mungil itu jadi terasa kian sempit gara-gara sumur gali di bawah gazebo. Alhamdulillah gazebo mini itu menambah sedikit estetika sehingga sumur terkamuflase.
Kehadiran sumur galian ini sungguh bermanfaat bagi kami selama musim kemarau, apalagi musim panas sangat panjang seperti sekarang. Ditambah air PDAM yang sering mati, jadilah sumur ini kian kami andalkan.
Bukan cuma kami yang terbantu, tapi juga tetangga sebelah yang ikut menikmatinya. Tanpa perlu merogoh uang untuk beli air bersih, kami bisa cebok dan mandi. Padahal pembelian air pun harus mengantre loh, jadi sumur galian cukup menguntungkan.
Namun, belakangan ada kabar bahwa pemanfaatan air tanah akan diatur dalam undang-undang. Artinya, ada kemungkinan mengambil air di tanah kita sendiri bakal dikutip pajak atau biaya tertentu. Kita tunggu saja.