Lihat ke Halaman Asli

Isnaini Khomarudin

editor lepas dan bloger penuh waktu

Sihir Sarung Batik yang Menaklukkan Pandemik

Diperbarui: 11 Januari 2022   10:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PRIHATIN DENGAN banyaknya pengrajin batik di daerahnya, khususnya di bidang batik cap, yang kehilangan pekerjaan akibat pandemi, Edo pun menggagas pembuatan sarung batik. Dengan teknik pengerjaan cap, sarung produksinya menarget segmen menengah ke atas yang tidak price-sensitive. Langkah kreatif ini terbilang produktif sebab usahanya ternyata bisa bertahan padahal embrionya lahir saat wabah Covid-19 tengah menyerang dunia.

Sarung batik berdesain unik

Ia percaya pasar batik masih terbuka luas di Indonesia sehingga potensi itu ingin ia manfaatkan lewat produk sarung batik bernama Tentrem. Ia memilih memproduksi sarung batik untuk segmen pria karena menyadari bahwa pasar batik kasual di Indonesia sudah cukup sesak oleh dominasi daster sehingga pasar ceruk itu pun ia garap dengan serius.

Sejak dirintis pada pertengahan 2020 usahanya bisa bertahan dan bahkan terus mengalami peningkatan. Popularitas Sarung Tentrem terbangun boleh jadi berkat motif sarungnya yang berbeda. Coraknya khas dan warnanya segar, membuat tampilannya dinamis.

"Kami menghilangkan pola  sorot (pola tengah pada sarung) agar bisa lebih fleksibel memainkan desainnya," demikian ujar Edo, sapaan akrab lelaki bernama asli M. Eddy Firdaus.

Tembus negara tetangga

Dengan aplikasi desain yang fleksibel, kualitas bahan premium, dan ukuran kain yang lebih lebar dibanding sarung pada umumnya, maka tak heran jika respons pencinta batik sangat positif sehingga Sarung Tentrem bisa diterima dengan mudah oleh kalangan menengah atas, termasuk gen Z, yang menghargai mutu alih-alih mempersoalkan harga.

Desain unik dan kain bermutu membuat Sarung Tentrem digemari. (Foto: dok. Edo)

Edo mengakui pembeli rata-rata berasal dari dalam negeri, tetapi produk kreatifnya rupanya sudah menembus pasar negeri jiran antara lain Malaysia dan Singapura. Ini membuktikan bahwa added value yang ia terakan pada sarung batik bisa menaikkan pamor lokalitas sebagai sebuah komoditas.  

Penghilangan pola sorot pada sarung batiknya dimaksudkan untuk menciptakan keluwesan desain agar bisa dipakai oleh siapa pun, para pria dari ras dan budaya apa pun tanpa memandang agama tertentu. Dengan demikian sarung batik produksinya bukan hanya ideal untuk ibadah kaum muslim, tetapi juga cocok mendukung acara seremoni adat atau kegiatan sosial budaya lain yang memungkinkan.

Penjualan online mendominasi

Edo bangga dengan potensi lokal yang bisa digarap sebagai pendulang keuntungan finansial. Itulah sebabnya ia bersemangat membentuk sejumlah tim untuk memperkuat merek sarung yang ia luncurkan di saat pandemi. Ada tim branding, tim pemasaran, juga content creator yang semuanya dihimpun dari warga lokal dan sangat antusias bekerja sebagai satu tim yang solid. Edo sadar bahwa dibutuhkan teamwork untuk bisa mengeksplorasi khazanah Pekalongan yang kaya selain sarung bercorak batik cap/cetak.

Promosi konten di medsos pun dibuat sedemikian optimal demi memperkenalkan produknya sehingga mampu mencetak angka penjualan secara online karena ia menyadari kini semuanya serbadigital.

“Kita (menerima pesanan) 90% online, dan 70% pembelian melalui website www.sarungtentrem.com,” kata Edo saat saya tanyakan tentang penjualan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline