Lihat ke Halaman Asli

Isnaini Khomarudin

editor lepas dan bloger penuh waktu

Bangun Iman dengan Puasa, Bangun Imun dengan Kojima

Diperbarui: 4 Mei 2021   23:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kojima melengkapi kebutuhan keluarga agar imunitas terjaga. (Foto: dok. pri)

PAK MARZUKI adalah salah seorang ustaz yang masuk dalam memori masa kecil saya selain Pak Daroji. Jika Pak Darjoji adalah guru agama favorit sewaktu SD, maka Pak Marzuki adaah penceramah yang diundang dari kampung ke kampung. Berasal dari kecamatan sebelah, beliau hampir selalu hadir di masjid kami untuk memberikan kultum atau tausiyah selepas shalat witir. Selain perawakannya yang kecil dan suaranya yang kuatdengan artikulasi yang jelas, hal yang paling saya ingat adalah cerita yang ia tuturkan setiap berceramah pada bulan Ramadan.

Cerita itu singkat dan padat sehingga senantiasa saya ingat kuat-kuat. Sambil memejamkan mata selama berceramah, Pak Marzuki mengisahkan perjalanan nafsu manusia yang diuji oleh Allah. Nafsu enggan mengakui Allah sebagaimana digambarkan dalam sebuah dialog.

"Siapa aku dan siapa kamu?" tanya Allah kepada nafsu.

"Kau adalah kau dan aku adalah aku," jawab nafsu dengan santai.

Nafsu lantas dijebloskan ke neraka paling panas agar mau bertobat. Setelah dihukum di sana dan dikeluarkan, nafsu rupanya bergeming. "Kau adalah kau dan aku adalah aku," jawabnya saat mendapat pertanyaan yang sama. Maka ia pun dimasukkan ke dalam neraka paling dingin sampai beberapa waktu. 

Akhirnya bertekuk lutut

Begitu dikeluarkan dan ditanya kembali, nafsu menjawab, "Kau adalah kau dan aku adalah aku." Allah lantas memerintahkan nafsu untuk menahan hasrat makan dan minum untuk melihat reaksinya. Di luar dugaaan, praktik inilah yang kemudian mengubah sikap nafsu. Mendapat pertanyaan serupa, ia pun menjawab:

"Kau adalah Tuhanku dan aku adalah hamba-Mu." 

Jelas ia tak berkutik setelah dihukum dengan cara berpuasa. Dari situlah konon perintah berpuasa salah satunya berasal, demikian menurut Pak Marzuki. Puasa benar-benar menjadi salah satu fondasi keimanan seseorang. Dengan berpuasa Ramadan, seorang mukmin menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan, sadar seutuhnya bahwa dia lemah dan butuh menjalan perintah-Nya. Lewat puasalah kejujuran dan keikhlasan seseroang digembleng. Lewat puasa pula keimanan dibangun untuk menjadi mentalitas yang bisa diandalkan.

Puasa membangun keimanan

Maka puasa Ramadan adalah sarana ampuh untuk membangun keimanan kita, sebab kita didorong untuk lebih berempati pada kesejahteraan orang lain. Puasa memberikan peluang bagi kita merasakan kondisi lapar dan keterbatasan walaupun hanya sekian belas jam. Bukankah Nabi Muhammad Saw menegaskan bahwa kita belum bisa disebut beriman (secara sempurna) tatkala kita belum mencintai saudara seiman sebagaimana kita mencintai diri sendiri?

Salah seorang janda lansia penerima manfaat parcel lebaran dari komunitas NBC (Foto: dok. pri)

Puasa sungguh memecahkan kesombongan dan membuat kita menafsirkan ulang tentang arti pengendalian diri. Selama berpuasa kita dianjurkan untuk banyak membaca dan merenungkan isi Al-Qur'an, menjaga lisan, meringankan beban orang yang kesusahan, dan membiasakan kesabaran. Inilah pokok-pokok keimanan yang merupakan pengejawantahan iman kepada Allah SWT ketika kita tidak hanya membangun hubungan dengan Tuhan tetapi juga membangun cinta kasih dengan sesama.   

Bangun imunitas demi totalitas

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline