Lihat ke Halaman Asli

Isnaini Khomarudin

editor lepas dan bloger penuh waktu

Menyantap Chicken Bastilla, Hidangan Maroko yang Lezat Tak Terduga

Diperbarui: 17 April 2021   16:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Chicken bastilla khas Maroko, kaya rempah lezat tak terduga (Foto: Christine Benlafquih/thespruceeats.com)

Setiap datang bulan Ramadan, otak saya langsung terpaut pada sebuah kenangan. Bahkan bukan hanya otak, tapi juga terkoneksi ke hati sebab pengalaman itu mengandung hubungan emosi yang mendalam. Apalagi kalau bukan seputar makanan. Chicken bastilla (juga disebut pastilla), itulah yang saya maksudkan. Kudapan khas Maroko ini meninggalkan kesan sangat mendalam setiap saya bertemu bulan Ramadan.

Menilik ke belakang, saat masih duduk di bangku kelas 1 SMA (tahun 1998), saya sempat mondok di sebuah pesantren di Jombang. Di sanalah saya bertemu dengan Ustaz Ali asal Maroko yang akrab kami sebut Mr. Ali karena beliau mengampu pelajaran bahasa Inggris di pondok. Selain bahasa Inggris, ia juga mengajar kami bahasa Arab. Ya lebih ke bahasa Arab percakapan praktis sebab kami sudah belajar ilmu tata bahasanya di kelas tersendiri lewat kitab-kitab lawas.

Konsultasi bahasa Inggris gratis

Sesi belajar bahasa Arab-Inggris tidak wajib diikuti santri alias sunnah. Namun bagi saya, agenda tersebut saya anggap sebagai sunnah muakkadah, yang sungguh sayang kalau dilewatkan. Saya mewajibkan sendiri lantaran ingin meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris, terutama. Jadilah saya telaten dan getol hadir di kelasnya sehingga performa akademik saya lumayan bagus dan dikenal Mr. Ali. 

Dari sanalah hubungan kami sebagai guru dan murid menjadi semakin dekat. Jika menemukan kesulitan dalam pelajaran bahasa Inggris di sekolah, saya tak jarang minta izin datang ke biliknya untuk dibantu menjelaskan. Beliau ramah meskipun saya aku sangat ketat dan disiplin. Dia paling sulit menoleransi anak yang malas atau tak fokus pada pelajaran.

Chicken bastilla penuh berkah

Suatu hari pada bulan Ramadan, seperti biasa para santri berhamburan keluar meninggalkan kelas masing-masing dan bergegas menuju dapur untuk mengambil jatah nasi dan lauk sebagai bekal berbuka. Saya sendiri, yang kala itu sudah menjadi bagian dari tim pengurus, memilih ke kamar dahulu untuk mengembalikan kitab baru lanjut ke dapur. 

Namun saya kurang beruntung sore itu. Entah bagaimana bisa terjadi, lauk ayam goreng untuk berbuka hari itu rupanya tandas. Sama sekali tak bersisa. Saya pun melangkah gontai untuk meraih piring dan menyendokkan nasi secukupnya--tak tahu akan disantap dengan lauk apa. Nah, tepat di sebelah dapur, Mr. Ali terlihat sedang memasak sesuatu. Bilik yang ia tempati memang menyatu dengan kamar santri yang menempel dengan dapur.

Alih-alih beranjak pergi, saya mendekat dan memberanikan diri bertanya, "What are you cooking, sir?" ujar saya dalam bahasa Inggris karena bahasa ini lebih saya kuasai ketimbang bahasa Arab. 

"Oh, it's ... (saya betul-betul lupa apa nama masakannya)," jawabnya singkat sambil asyik memproses adonan di atas wajan teflon di atas tungku.

"What are they made of, sir?" komentar saya terluncur pendek karena memang belum mampu bercakap panjang lebar.

"Mr. Ali dengan penuh semangat menjelaskan bahan dan cara memasaknya, sangat ekspresif dengan wajah putihnya yang agak kemerahan. Namun jujur saya tak terlalu paham. Yang saya pahami hanya satu: bahwa saya butuh lauk dan makanan itu terlihat enak. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline