Lihat ke Halaman Asli

Kebijakan Energi dan Pertahanan di Amerika Serikat

Diperbarui: 11 Mei 2023   16:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kebijakan mengenai energi Amerika Serikat tertuang pada The Energy Policy Act in 2005 sedangkan kebijakan mengenai keamanan energi tertuang pada The Energy Indepence and Security Act of 2007.  Jumlah energi yang dikonsumsi AS sebesar 63% berupa minyak dan gas alam dimana 40% berasal dari Timur Tengah. Dengan besarnya nilai impor, maka ketersediaan minyak dan gas alam sangat dipengaruhi situasi dan keadaan di Timur Tengah yang dapat menimbulkan risiko ekonomi dan risiko ketahanan energi yang serius.

Amerika Serikat merupakan negara penyumbang emisi karbon terbesar kedua di dunia setelah China. Data menunjukkan Amerika Serikat dapat menurunkan tingkat emisi CO2 yang tercermin dalam data Worldbank bahwa tingkat emisi CO2 mengalami penurunan dimana pada tahun 2007 sebesar 5.736.320kt hingga 4.817.720kt pada tahun 2019. Namun penurunan tersebut masih sangat jauh untuk menghadapi pemasanan global dan perubahan iklim.

Melihat betapa pentingnya mengatasi pemanasan global dan perubahan iklim, 195 negara di dunia mendukung perjanjian internasional yang disebut Paris Agreement pada tahun 2015. Paris Agreement menekankan membatasi peningkatan pemanasan global di bawah 2 derajat Celcius, dan menekan menjadi 1,5 derajat Celcius. Amerika Serikat baru menandatangani perjanian tersebut pada pemerintahan Barack Obama bulan September 2016. Namun pada pada tanggal 1 Juni 2017, kebijakan tersebut diberhentikan oleh Donald Trump secara resmi yang menyampaikan AS keluar dari Paris Agreement. Trump menyatakan bahwa Paris Agreement memberikan efek buruk bagi ekonomi negaranya.

Kebijakan Trump tidak sejalan dengan Presiden baru AS yang dilantik pada 20 Januri 2021, Joe Biden. Keesokannya Joe Biden langsung mengumumkan bergabungnya kembali AS pada Paris Agreement. Dengan hadirnya kembali AS, memberikan angin segar bagi negara-negara di dunia yang meningkatkan kepercayaan bahwa target penurunan pemanasan global akan tercapai dan adanya dukungan finansial untuk mendanai kegiatan-kegiatan mengatasi perubahan iklim.

Joe Biden membuktikan komitmen dalam mengatasi perubahan iklim dengan menargetkan pengurangan 50-52% polusi gas rumah kaca tahun 2030 dan menuju nol emisi karbon pada tahun 2050 yang dikelola oleh Nationally Determined Contribution (NDC) yang secara resmi diajukan ke United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). NDC melakukan analitis bottom-up untuk meninjau ketersediaan tekhnologi; pembiayaan; infrastruktur pendukung; dan menganalisis standar, insentif, program dalam mendukung inovasi dan strategi iklim nasional.

Langkah-langkah yang dilakukan Joe Biden untuk mencapai target tersebut antara lain berkonsultasi dengan berbagai pemangku kepentingan untuk mendiskusikan pada masalah pengurangan polusi; mengikutsertakan para ahli iklim masuk ke dalam lembaga eksekutif sehingga kegiatan pemerintahan memperhatikan isu perubahan iklim; melakukan dekarbonisasi dalam sektor kelistrikan dimana mengembangkan pembangkit listrik terbarukan berbiaya rendah dan memanfaatkan potensi energi bebas polusi karbon yang dilengkapi dengan perangkap karbon dan nuklir yang sudah ada; Investasi pengembangan tekhnologi baru untuk mengurangi emisi yang terkait konstruksi dan bangunan berlistrik berkinerja tinggi; menargetkan bahwa setengah kendaraan baru yang dijual berupa kendaraan listrik, melakukan efisiensi BBM, dan menetapkan standar emisi yang ketat; dan menetapkan harga karbon dengan memperkenalkan sistem batas dan perdagangan emisi karbon. Dengan berbagai kebijakan yang telah ditetapkan Biden, diharapkan berjalan dengan baik dan membantu dunia dalam mengatasi pemanasan global.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline