Hal yang berkesan ketika pertama kali menjadi seorang ayah adalah ketika perawat memberikan kesempatan Saya untuk melihat bayi yang masih dilapisi kain pernel. Bayi tersebut bergerak-gerak dan ketika tangannya menyentuh pipi saya, Saya berkata pada diri sendiri bahwa "Ini anak Saya dan Saya sah menjadi seorang ayah".
Saat itu juga Saya membayar biaya rumah sakit yang membuktikan bahwa Saya adalah ayahnya dan mengorbankan uang tabungan Saya yang tadinya ingin Saya gunakan untuk mengadakan perayaan aqiqah bagi kehadiran putri baru Kami. Tapi dengan membayar biaya tersebut praktis Saya mebatalkan niat tersebut. Yang tadinya biaya untuk menebus bayi tersebut kepada Allah menjadi menebus bayi tersebut kepada rumah sakit.
Sedikit kekhawatiran dengan sedikitnya uang yang Saya punyai, namun terobati dengan perkataan bahwa setiap anak mempunyai rizkinya masing-masing. Sebagai guru honorer yang penghasilannya pas-pasan dan meyakini bahwa rezeki manusia sudah dijamin oleh Allah tentunya harus menghadapi semuanya dengan sabar dan tidak berburuk sangka. Dan nyatanya anggapan bahwa kalau punya anak pertama itu usaha seorang ayah akan menurun itu tidak terbukti. Waktu itu usaha Saya sebagai seorang guru biasa-biasa saja, tidak menurun atau naik.
Saya memberi nama anak itu dengan tambahan nama kakeknya, dengan kebanggaan dan harapan agar anak tersebut menjadi anak yang lebih dari pada anak yang lain dari segi kecerdasan, kecantikan dan akhlaknya. Dan putri kami ini menjadi putri yang gemuk, lucu, putih dan lincah.
Seorang ayah adalah cinta pertama bagi anak perempuannya, dan ini ditandai dengan menempelnya anak tersebut kemanapun bapaknya pergi. Bahkan ketika sedang hit lagu "tak gendong", anak tersebut minta digendong walaupun ayahnya sibuk menenteng tabung gas 3 kiloan menuruni lereng menuju warung.
Seorang ayah juga terharu ketika putrinya tampil ke depan dalam perlombaan membaca hapalan surat pendek antar TK. Terharu bagaimana seorang anak bisa membaca hapalan surat pendek dan berani tampil ke depan walaupun tidak juara. Bukan juaranya yang membuat seorang ayah terharu, tapi kebahagiaan akan kebaikan pada anak tersebut yang disebut anak sendiri. Seorang ayah atau ibu tentunya akan bangga dengan anak sendiri walaupun orang lain memandang tidak istimewa. Tapi bagi orang tuanya anak adalah barang berharga yang mereka miliki.
Sebagai seorang ayah yang memiliki anak baru lagi, harapan yang ada pada anak tersebut adalah bukan untuk lebih dari anak yang lain, tapi adalah agar anak bisa hidup dengan bahagia tanpa tempelan ambisi lebih pada anak tersebut. Membiarkan anak bahagia dengan ritme yang dia punya tanpa harus dipacu berlebihan. Dan sebagai seorang ayah, Saya belajar memahami kekurangan dan kelebihan anak tersebut.
Saya bahagia ketika anak tersebut bisa membuat dan menyiapkan makanan sendiri, mengurus diri sendiri secara mandiri. Sebagai seorang ayah bukannya tidak ingin mengantar jemput mereka setiap hari ke sekolah, bersama isteri Saya mengharapkan anak mencapai kemandirian dan memudahkan Kami di masa yang akan datang.
Seorang ayah mempunyai kewajiban memenuhi kebutuhan anak mencari ilmu, membiasakan adab yang baik agar kehidupan anak-anaknya mulia dunia akhirat. Tantangan seorang Ayah yang akan ditanya pertanggung jawabannya suatu hari nanti tentang anak-anaknya ketika anak berhadapan dengan dunia yang luas dan bertemu dengan orang-orang yang nilai-nilai kehidupannya berbeda.
Akankah anak tersebut bisa menjadi benteng yang kokoh dan tidak tergoda dengan lingkungan yang tidak menguntungkan. Sedangkan Kita sebagai orang tua tidak bisa melindungi anak setiap saat, bahkan melindungi dari gigitan nyamuk setiap waktu pun tidak bisa kita lakukan. Pertahanan dirinya adalah kunci dari kekuatan anak tersebut.
Kebahagiaan seorang ayah adalah agar anak-anaknya sehat, mendapatkan didikan yang penuh, dan dapat mengantar anak-anaknya menjadi pribadi yang utama. Dan permintaan seorang ayah adalah sederhana yaitu agar anak -anaknya hidup baik-baik saja.