Impian Istri sebelum menikah adalah menempati rumah orang tuanya yang sering dikontrakkan. Rumah tersebut merupakan rumah semi permanen dengan bagian depan berupa rumah panggung dan bagian belakang berupa lantai semen. Kondisi rumah sebelum kami tempati berdinding bilik bambu dengan dapur yang beratap rendah dan bercat yang sudah pudar. Rumah posisinya memanjang dan berada di dalam gang yang jarang dilalui orang.
Setelah kami menikah dan mempunyai anak yang berumur 8 bulanan, kami menempati rumah tersebut dengan merenovasinya di bagian yang berlantai semen. Bagian tersebut diperbaiki bagian dapur, dindingnya sebagian ditembok dan diberi jendela. Bagian dapur diperbaiki dindingnya, karena waktu itu memasak masih menggunakan kompor minyak tanah. Asap kompor masih menghasilkan jelaga pada sekitar dinding dapur atau ruangan lainnya.
Bagian genting tidak banyak diubah, hanya diganti genting yang patah atau bergeser. Bagian depan rumah yang panggung menggunakan genting jati, tapi bagian belakangnya menggunakan genting semplek yang ukurannya juga beberapa macam. Bagian genting yang berbeda dan sambungan antara bagian rumah panggung dan lantai semen beberapa waktu kemudian menjadi penyebab beberapa bagian atap bocor.
Kami mengalami bocor atap ini di beberapa titik. Sehingga kami banyak menggunakan baskom, ember dan alat penampung lainnya untuk menampung air yang rembes.
Saya sering berusaha memperbaiki posisi genting atau mengganti genting yang rusak dengan yang baru. Akan tetapi setelah atap diperbaiki, beberapa waktu kemudian genting ada yang bergeser atau patah. Yang paling sulit adalah apabila ada genting yang dekat dengan wuwung yang patah. Menyelipkan genting atau menggantinya tidak bisa dilakukan, kecuali dengan memperbaiki wuwungnya.
Setelah rumah kami beli dari orang tua kami, kami merenovasi rumah kami. Berhubung dana yang kami punya hanya sisa-sisa dari pemenuhan kebutuhan lainnya, maka kami hanya memperbaiki bagian panggungnya. Itupun dilakukan hampir dua tahun dengan pengerjaan yang bertahap dan berjeda panjang. Atap untuk rumah kami terbuat dari bahan asbes, karena pengalaman menggunakan genting yang sangat repot sebelumnya.
Penggunaan asbes ini banyak dikritik keluarga maupun teman. Alasan utamanya adalah karena asbes tidak ramah dengan kesehatan keluarga. Apa daya Saya sudah membeli asbes dan memasangnya, jadinya bagian rumah yang direnovasi menggunakan atap asbes. Sebagian lainnya yang belum direnovasi tetap menggunakan genting semplek.
Bagian yang belum direnovasi masih sering bocor dan memberikan bekas hitam pada bagian atap yang terbuat dari bilik bambu. Kemudian ada usaha merubah atap yang hitam ini dengan GRC yang merubah bagian atas ruangan menjadi lebih cerah. Namun karena kebocoran atap masih berlangsung, maka bagian atas ruangan pun masih bernoda. Saya hanya bisa memperbaiki beberapa bagian genting, namun tidak bisa dengan teliti dan rapi.
Rencana kami untuk menambah ruangan pun kami urungkan dulu, karena takut malah lebih lembab karena kebocoran atap. Beberapa waktu kemudian Saya biarkan saja kebocoran terjadi, sampai suatu saat bagian dapur lampu mati setelah hujan. Karena takut dengan arus listrik pada daerah lembab dan juga susahnya naik ke para dapur, maka saya menyuruh tetangga untuk memeriksa kabel, ternyata kabelnya rusak karena kebocoran atap. Beliau menyarankan untuk mengganti kabel dan memperbaiki kebocoran yang ada di atap dapur dan bagian lainnya.
Ada bagian genting yang bocor dan harus diganjal dengan bahan karet. Kebetulan ada keset yang tidak terpakai dijadikan penahan air hujan dan terbukti sangat manjur mencegah kebocoran air hujan yang sering terjadi. Setelah kebocoran atap ini teratasi, maka kami lanjutkan kembali membuat kamar untuk anak yang lainnya. Meminta tolong kepada ahlinya memang lebih efektif dari pada Saya sendiri yang melakukannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H