Dilema bagi kami yang mempunyai BPJS dalam menanggulangi masalah kesehatan kami. Kami menggunakan BPJS Kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil.
Dari lima anak kami, tiga anak ditanggung oleh BPJS Kesehatan bagi PNS. Sedangkan dua anak lagi kami daftarkan sebagai peserta mandiri. Waktu daftar kami kesulitan untuk mendaftar, maka dengan bantuan satpam BPJS, akhirnya dua anak kami bisa didaftarkan dengan mandiri.
Walau pembayaran telat, kami berusaha untuk membayar lunas. Ketika ada kebijakan baru menaikkan biaya BPJS, kami kewalahan membayar. Dan akhirnya kami sempat mau keluarkan anak yang dua dari BPJS mandiri, tapi tidak bisa. Ternyata daftarnya sulit dan keluarnya pun sulit. Dan tagihan BPJS untuk dua anak kami membengkak.
Membengkaknya biaya BPJS mandiri karena kedua anak harus mengikuti kelas BPJS orangtuanya yang kelas I. Sehingga yang kami bayar untuk kedua anak kami yang tidak terkoper BPJS bagi PNS cukup tinggi. Kami coba menurunkan kelasnya ternyata sama seperti daftar dan berhenti dari BPJS sulit sekali. Akhirnya kami membiarkan tagihannya muncul di SMS kami.
Ketika anak-anak sakit, kami lebih cocok untuk berobat ke klinik dari pada ke fasilitas kesehatan pertama. Mungkin karena di Faskes pertama kadang kami harus membeli obat yang dari luar kalau di faskes tersebut tidak ada. Bahkan pernah berobat ke faskes tersebut, kami hanya memperoleh obat satu macam. Sehingga kami merasa kurang puas dengan pelayanannya.
Akhirnya kami selalu berobat ke klinik walau membayar agak mahal. Jadi peranan BPJS bagi kami hanya ketika isteri melahirkan atau pengobatan yang tidak ada di faskes pertama.
Fasilitas di faskes pertama sebenarnya beragam, mulai layanan bagi ibu hamil, dokter gigi, USG, paru-paru dan layanan untuk manula. Tapi ternyata ketika anak kami mau cabut gigi di faskes tersebut, dokter setempat memberikan rujukan ke rumah sakit terdekat.
Hal itu karena di faskes tidak ada fasilitas dan dokter giginya. Alhamdulillah anak kami tersebut bisa dicabut gigi dengan "gratis" dengan BPJS. Karena anak tersebut masih ditanggung BPJS kesehatan bagi keluarga PNS.
Pengalaman penggunaan BPJS yang juga rumit adalah ketika istri hendak di USG. Biasanya bila di USG di rumah sakit terdekat dengan BPJS, istri kami bisa langsung dilayani.
Tapi terakhir kali istri kami harus mendapat rujukan dari faskes pertama, dan istripun pergi ke faskes pertama. Di faskes pertama istri di tanyai apakah ada masalah dengan kandungannya, dan istri pun menjawab tidak, karena biasanya USG bisa dilakukan tanpa rujukan. Akhirnya faskes tidak bisa memberikan rujukan, dan isteri pun di USG dengan biaya pribadi di rumah sakit.
Di sekitar kami banyak fasilitas kesehatan berada, karena kami berada di daerah yang agak ramai. Diantaranya puskesmas, klinik-klinik, dokter praktek, mantri kesehatan dan bidan praktek serta rumah sakit terdekat.