Lihat ke Halaman Asli

Isnani Qistiyah

Penulis lepas

Seni Pertunjukan, Kesetaraan Gender, dan Aku yang Awam (2)

Diperbarui: 19 November 2022   07:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok Pribadi

HARI KEDUA

Pagi berkabut. Udara segar memastikan sepanjang hari terakhir Persami Paradance ini, aku bisa lebih percaya diri lagi. Sebab diakhir acara, akan dibagi kelompok untuk membuat gagasan proyek karya. Aku yang mengetahui hal itu sejak menerima lembar informasi, sebenarnya sudah mempersiapkan diri supaya tidak gugup. Haha. Yaa, karena sadar berada di tengah orang-orang yang kompeten di bidang seni pertunjukan.

Sebelum mulai ke sesi inti selanjutnya, kami melakukan senam, evaluasi, dan mereview kegiatan di hari pertama. Dan, alhamdulillah ya, aku dapet apresiasi si paling refleksi di sesi sungai kehidupan. Mungkin karena ketika bercerita sesuatu hal yang menyakitkan, sudah tidak lagi melibatkan emosional, sudah biasa saja, dan tidak apa-apa. Justru malah jadi nangis mendengar cerita dari teman-teman lainnya. Hehe.

Mereview di hari pertama, dapat diakui bahwa kenyataannya adalah kehidupan di masyarakat antara laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan yang mencolok. Dari perbedaan itulah kemudian muncul bentuk ketidakadilan gender, dimana peluang yang sama untuk perempuan dan laki-laki tidak selalu mendapatkan hasil yang sama pula. Hal itu menyebabkan adanya kesenjangan gender yang terjadi di dalam keluarga atau di lungkungan sekitar dalam memperoleh akses, partisipasi, manfaat serta kontrol dalam pembangunan.

Refleksi 4 hal terkait kekerasan gender

Di sesi berikutnya, fasilitator sudah menyiapkan sebuah gambar pohon. Pohon ini kami namakan pohon masalah. Dari pohon masalah tersebut dapat dilihat poin-poin seperti akar diibaratkan sebagai penyebab kekerasan, batang pohon diibaratkan sebagai pemicu kekerasan, daun sebagai bentuk kekerasan, dan buah sebagai dampak dari kekerasan.

Dari apa yang disebutkan oleh para peserta, kami dapat menyimpulkan bahwa akar penyebab kekerasan adalah adanya konstruksi gender yang kaku dan relasi kuasa yang timpang. 

Pemicunya disebabkan adanya kesempatan, dendam, trauma masa lalu, kondisi ekonomi sosial, dan faktor pendidikan seseorang. Bentuk kekerasannya bisa dalam bentuk fisik, psikis, sosial, ekonomi juga seksualitas yang kemudian dapat memengaruhi kesehatan jiwa dan fisik seseorang, kesehatan reproduksi, masalah ekonomi, masalah keluarga, serta menimbulkan perilaku yang tidak sehat.

Seni pertunjukan dan hal-hal yang membuatku 'oh!'

Seperti yang sudah kubilang di awal, hampir semua peserta Persami Paradance ini berlatar belakang sebagai seorang seniman. Mereka lebih banyak terlibat langsung dalam proses pertunjukan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline