Lihat ke Halaman Asli

Dian Farida Ismyama

Ibu 3 anak, Pharmacist, Parenting and Lifestyle Blogger

Jangan Berhenti Berbuat Baik, Sebuah Catatan Mengapa Perempuan Mesti Berkarya

Diperbarui: 1 Juni 2017   06:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Quote inspiratif dari acara Tafsir Al Misbah, Metro TV

Jangan fokus pada hal buruk, agar tidak ada penyesalan di akhir.

Kemarin pagi sewaktu sahur, saya menonton acara televisi Tafsir Al Misbah, dimana saat akan iklan, ada quote-quote inspiratif baik yang bersumber dari Hadits, Al Qur'an, maupun dari acara itu sendiri. Quote di atas adalah aalah satu quote yang makjleb di saya.

Jangan fokus pada hal buruk, mengingatkan untuk berfokus pada hal-hal baik yang terjadi. Terus terang kemarin lusa adalah hari yang kalau boleh mengeluh, maka banyak sekali alasan saya untuk mengeluh. Anak yang kelelahan dan akhirnya tantrum, susah makan padahal nangis kelaparan, tesis yang tak kunjung selesai, dan sebagainya. Belum lagi kerikil-kerikil antara saya dan suami yang membuat pernikahan menjadi nggak monoton, lengkap sudah deh!

Hingga akhirnya detik demi detik membawa saya tidak sengaja membuka grup FB Rumah Ramah Rubella, sebuah grup sharing ibu-ibu dengan anak berkebutuhan khusus. Ibu hebat, ibu luar biasa, yang setiap postingannya membuat saya mbrebes mili dan merasa ditampar. Ujian saya soal anak, belum ada apa-apanya dibanding perjuangan mereka.

Jangan fokus pada hal buruk, mengingatkan saya untuk selalu bersyukur akan setiap situasi yang tengah kita hadapi. Kalau fokus pada kekurangan-kekurangan anak dan suami, memangnya siapa kita? Ibu dan istri yang sempurna? Jelas nggak kan?! Fokus lah pada kelebihan mereka, fokus lah pada hal positif yang ada pada diri mereka (ngingetin diri sendiri).

Bila boleh mengutip dari sharing seorang teman, seorang mentor bisnis, Buba Iin, kita mesti bersyukur masih diberi hidup, itu artinya masih ada tugas dan misi kenapa kita hidup di dunia ini. Tugas dalam menyiarkan kebaikan dan menjadi bermanfaat itu lah yang akan menjadi bekal kita kelak di akhirat.

Saat saya banyak mengeluh, saya teringat pasien-pasien di data penelitian saya. Pasien yang tengah berjuang melawan kanker payudara, kanker darah, atau mereka yang tengah berusaha berdamai dengan penyakit yang dideritanya. Alhamdulillah kita masih diberi kesehatan, itu adalah salah satu dari sekian banyak hal yang pantas kita syukuri. Syukuri dengan cara berbuat kebaikan untuk sesama. Jika masih bingung mengapa musti bersyukur, coba datangi rumah sakit, atau datangi panti asuhan, saya yakin akan ada banyak alasan untuk bersyukur.

Dari sebuah buku yang saya baca, dikatakan bahwa hal yang pertama kali akan dihisab adalah salat kita, lalu tanggung jawab kita terhadap keluarga, baru peran sosial kita. Bila masih diberi kesempatan untuk hidup, itu artinya kita masih diberi kesempatan untuk memperbaiki semuanya, ya salat kita, ya peran kita sebagai ibu, istri, menantu dan anak, serta peran sosial kita untuk umat.

Saya sendiri, masih ingin memperbaiki diri menjadi istri dan ibu yang lebih baik, menjadi agen penggunaan obat yang benar, serta ingin menyebarluaskan bahwa perempuan itu perlu berdaya, entah dengan menulis, berbisnis, atau lewat cara lain. Terutama ibu rumah tangga, karena saya pernah berada di titik terendah, menjadi ibu rumah tangga yang di bully (masih sangat saya ingat) dengan kepercayaan diri yang rendah. Perempuan perlu berdaya, berkarya, tidak serta merta identik dengan materi. Banyak sekali jalan menuju Roma, jalan menuju menjadi lebih produktif tanpa meninggalkan buah hati.

Tulisan ini saya buat, karena teringat pada seorang sosok perempuan tangguh. Seorang teman saat dulu saya tinggal di Depok, Jawa Barat, seorang ibu dengan 3 anak yang masih balita. Beliau resign dari karirnya, dan memilih menjadi ibu rumah tangga. Mengurus 3 buah hati yang masih balita, jelas bukan perkara ringan, apalagi tanpa asisten rumah tangga. Tapi tahukah Anda, apa yang membuat saya hingga saat ini teringat pada beliau? Tidak lain dan tidak bukan, adalah karena kebaikannya, karena berdayanya beliau, meski dari rumah.

Namanya Mbak Risti, beliau adalah guru liqo (mengaji dan mengkaji Al Qur'an) saya. Pertemuan kami memang hanya seminggu 1x, kadang kalau beliau sedang repot, ya bisa sebulan sekali. Tiga hingga empat perempuan berkumpul di rumahnya, atau di masjid dekat rumahnya, untuk bersama-sama me- recharge diri. Beliau adalah oase di saat-saat gersang dalam hidup saya. Melihatnya sungguh menentramkan hati, setiap kalimat yang keluar dari mulutnya mengingatkan saya untuk menjadi pribadi yang lebih baik, yang ingat syariah. Tentu beliau bukan sosok sempurna, tapi di mata saya, kebaikannya akan selalu saya ingat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline