HAPA kepanjangan dari Health Action Process Approach adalah salah satu teori psikologis tentang perubahan perilaku kesehatan. Teori ini dikembangkan oleh Ralf Schwazer, seorang Profesor Psikologi di Universitas Freie Berlin, Jerman dan Universitas Ilmu Sosial dan Humaniora SWPS Wroclaw, Polandia. Teori ini pertama kali diterbitkan di tahun 1992.
Menurut HAPA tahapan dalam penerapan perilaku kesehatan ada dua, yaitu :
- Fase penetapan tujuan (motivasi). Fase ini terdiri dari fase pra- niat dan motivasi. Niat berarti tujuan untuk bertindak atau berperilaku, misalnya niat untuk berolahraga secara teratur agar merasa lebih sehat.
- Niat ini dapat dilihat dari self efficacy yang dirasakan atau biasa disebut task self efficacy, yaitu keyakinan sebelum melakukan tindakan, contohnya " saya dapat melakukan latihan fisik secara teratur meskipun saya harus mengubah gaya hidup saya dengan cara tertentu'.
- Ada hal yang muncul terlebih dahulu sebelum adanya niat, yaitu disebut sebagai persepsi resiko (ancaman) yang memiliki efek pada ekspektasi hasil yang selanjutnya berpengaruh pada self efficacy.
- Asumsinya, seseorang berpikir tentang persepsi resiko (ancaman) yang ditimbulkan dan kemudian memikirkan tentang konsekuensi perilaku mereka sebelum memikirkan apa yang harus mereka lakukan untuk menghilangkan ancaman tersebut. Di sinilah seseorang memiliki niat untuk melakukan perlindungan diri dari ancaman tersebut.
- Fase Pengejaran tujuan (Kemauan). Fase ini terdiri dari dua bagian yaitu fase pra tindakan dan fase aksi. Untuk mengubah niat menjadi tindakan, orang harus membuat perencanaan dan fokus pada faktor penting yang bisa memunculkan dan mengendalikan tindakan yang meliputi " di mana, kapan dan bagaimana" mereka dapat melakukan perilaku tersebut.
- Pada fase ini, effikasi diri inisiatif sangat diperlukan yaitu adanya keyakinan bahwa seseorang dapat melakukan apa yang direncanakan ketika yang direncanakan tadi terjadi. Misalnya, orang dapat melakukan rencana berhenti merokok ketika "hari berhenti" itu tiba.
- Selanjutnya diperlukan dukungan sosial sebagai bentuk koping untuk menjaga agar perilaku tersebut tetap berlanjut. Ketika suatu saat seseorang kembali kepada perilaku yang harus maka Ia harus akan mendapatkan keyakinan kembali bahwa mereka memiliki kemampuan untuk kembali berperilaku dengan cara yang direkomendasikan dan menuai manfaat yang dirasakan.
Beberapa studi dilakukan untuk menguji teori HAPA pada perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, yaitu; pemeriksaan payudara sendiri oleh, perilaku diet, pesta minuman keras dan berolah raga. Secara umum konsep dari HAPA diprediksi pada niat , tindakan dan pemeliharaan perilaku.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Renner dan Schwarzer (2003) tentang persepsi resiko, ekspektasi hasil dan self-efficacy, Luszczynska dan Schwarzer (2003) tentang perencanaan ( pasca niat/sebelum tindakan) telah diprediksi oleh pemeliharaan dan self efficacy tugas; Sniehotta et al., 2005 tentang perilaku kesehatan telah diprediksi oleh perencaan dan pemulihan self-efficacy; Luszczynska (2004) tentang intervensi untuk mengubah niat perilaku individu, yaitu intervensi untuk meningkatkan pemeliharaan dan tugas, serta harapan hasil yang positif untuk pemeriksaan payudara sendiri (SADARI),.
Konsep-konsep utama model HAPA berbeda dari model yang lainnya. Konsep-konsep tersebut adalah :
- Motivasi. Pada konsep yang pertama ini dijelaskan bahwa untuk membuat perubahan dalam perilaku kesehatan harus dimulai dengan adanya niat. Niat merupakan faktor kunci dalam perubahan perilaku kesehatan. Niat menjadi mediator yang berguna dan sangat diperlukan untuk mempredeksi perilaku.
- Dalam fase motivasi, niat dianggap sebagai batasan antara fase penetapan tujuan dan fase pengejaran tujuan selanjutnya.
- Kemauan. Pada fase kemauan ini seseorang berproses dari pra-niat, niat dan pasca-niat. Ada orang yang belum menerjemahkan niatnya menjadi tindakan, ada yang sudah menerjemahkan niatnya menjadi tindakan.
- Ada orang yang aktif, namun ada pula orang yang pasif, artinya dalam fase kemauan ini ditemukan keadaan psikologis yang berbeda. Pada saat individu mencoba menerjemahkan niat menjadi perilaku, akan menghadapi hambatan, gangguan, lupa ataupun konflik kebiasaan buruk.
- Persepsi Risiko. Merupakan persepsi akan ancaman kesehatan yang akan terjadi jika perilaku kesehatan tidak diubah. Kesadaran tentang ancaman kesehatan menjadi faktor utama munculnya motivasi untuk mengubah perilaku berisiko. Motivasi tidak akan muncul jika seseorang sama sekali tidak menyadari tindakannya yang berisiko.
- Pesepsi risiko terdiri dari dua aspek, yaitu persepsi tingkat keparahan suatu kondisi kesehatan yang mengacu pada kerugian yang mungkin terjadi dan yang kedua kerentanan pribadi, yaitu kemungkinan bahwa seseorang dapat menjadi korban dari kondisi tersebut.
- Namun selain persepsi risiko terdapat variabel lain yang mempengaruhi bekembangnya motivasi seperti ekspektasi hasil, self-efficacy dan niat.
- Expektasi hasil.
- Selain ancaman kesehatan, masyarakat juga perlu menyadari bagaimana mengatur perilaku dengan memahami kemungkinan antara tindakan dan hasil yang akan dicapai. Menurut Bandura (1997), ekspektasi hasil merupakan keyakinan yang berpengaruh pada motivasi untuk berubah. Seorang perokok mungkin akan lebih banyak menemukan alasan yang baik untuk berhenti merokok daripada alasan yang baik untuk terus merokok. Pro dan kontra mewakili ekspektasi hasil positif dan negatif yang khas dalam pengambilan keputusan.
- Self-Efficacy. Self Efficacy ( Efikasi diri) menggambarkan keyakinan individu untuk melakukan kendali atas tuntutan yang menantang dan atas fungsi mereka sendiri. Efikasi diri berbeda dari satu fase ke fase berikutnya, disebabkan oleh munculnya tantangan yang berbeda di setiap fase.
- Selama perubahan perilaku kesehatan, tugas yang berbeda harus dikuasai dan efficacy diri yang berbeda diperlukan untuk dapat menguasai tugas dengan baik. Self-Efficacy dibedakan menjadi tiga jenis yaitu;
- Action efficacy (efikasi diri tindakan / efikasi diri preaksi / efikasi diri tugas), dimana seorang individu belum bertindak tetapi mengembangkan motivasi untuk melakukannya, merupakan keyakinan diri optimis selama fase praksional. Pada fase ini Individu yang memiliki efikasi diri tinggi akan membayangkan kesuksesan mengantisipasi hasil potensial dari berbagai macam strategi dan lebih memungkinkan untuk memulai perilaku yang baru.
- Maintenence efficacy ( Self-efficacy coping / efikasi diri pemeliharaan). Merupakan keyakinan terhadap kemampuan seseorang untuk mengatasi hambatan yang muncul selama periode pemeliharaan. Individu dengan efikasi diri pemeliharaan tinggi akan berusaha lebih keras dan bertahan lebih lama daripada individu yang kurang efektif.
- Recovery efficacy ( efikasi diri pemulihan). Efikasi ini berkitan dengan keyakinan seseorang untuk kembali bangkit setelah tergelincir, berguna untuk mendapatkan kendali setelah mengalami kegagalan dan pemulihan dari kemunduran serta untuk mengurangi bahaya. Efikasi diri dalam fase ini cenderung mempredeksi perilaku. Individu yang telah pulih dari kemunduran memiliki kepercayaan diri yang berbeda dibandingkan mereka yang telah mempertahankan aktivitas mereka.
- Perencanaan Tindakan dan Perencanaan Coping. Schwarzer (2016) mengatakan bahwa niat cenderung diterjemahkan ke dalam perilaku ketika orang mengantisipasi rencana secara terperinci, membayangkan kesuksesan dan mengembangkan strategi persiapan untuk menangani tugas yang menantang.
- Perencanaan tindakan dan perencanaan penanganan dilakukan berdasarkan kemungkinan yang muncul . Perencanaan adalah strategi yang digunakan untuk mengubah niat menjadi tindakan.
- Perencanaan ini terdiri dari; perencanaan tindakan yang berguna untuk memunculkan perilaku kesehatan yang berkaitan dengan kapan, dimana dan bagaimana tindakan yang diinginkan; perencanaan koping untuk mengantisipasi hambatan dan desain tindakan koping seharusnya menjadi strategi pengaturan diri yang lebih efektif dibandingkan hanya perencanaan tindakan. Jadi perencanaan coping berada di atas perencanaan tindakan.
- Pemantauan Diri ( kontrol tindakan). Pemantauan diri merupakan kunci dari pengendalian tindakan. Kontrol tindakan dapat terdiri dari tiga aspek, yaitu; pemantauan diri, kesadaran akan standar dan upaya pengaturan mandiri.
Ketika HAPA digunakan dalam hal intervensi dapat dimulai dengan mengidentifikasi individu yang berada pada tahap motivasi atau tahap kemauan. Selanjutnya pada kelompok kemauan dibagi lagi menjadi kelompok yang tampil dan kelompok yang hanya memiliki niat mau tampil. Pada tahap praaksional / post intentional, individu diberi "intender/ niat", sedangkan pada tahap aksi mereka diberi label "aktor". Jadi kelompok yang sesuai proses perubahan perilaku kesehatan menghasilkan 3 kelompok, yaitu non intender/ non niat, intender / niat dan aktor/ pelaku.
Konsep dasar dalam hal ini adalah bahwa individu memiliki pola pikir yang berbeda dalam prosesnya menuju perubahan perilaku. Untuk memperoleh hasil yang paling efisien dapat dilihat dengan mencocokkan intervensi dengan pola pikir tertentu.
Beberapa uji coba kontrol untuk meneliti gagasan yang sesuai berdasarkan HAPA misalnya dalam konteks perilaku diet, aktifitas fisik dan kebersihan gigi.
Hasil yang diharapkan dari intervensi adalah :
- Nonintender mendapatkan keuntungan dari konfrontasi dengan ekspektasi hasil dan beberapa tingkat komunikasi resiko. Mereka dapat belajar bahwa perilaku baru memiliki hasil yang positif dibandingkan dengan hasil negatif sebagai akibat dari perilakunya saat ini.
- Individu mendapatkan keuntungan dari perencanaan untuk menterjemahkan niat mereka menjadi tindakan.
- Individu mampu mencegah kekambuhan perilaku tidak sehat dan siap menghadapi resiko terjadinya penyimpangan dengan meningkatkan selfefficacy pemulihan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H