Lihat ke Halaman Asli

Ismi Novianti

Selamat Datang

Gerakan Sosial Pemberontakan Petani Cikande Udik di Kabupaten Serang Tahun 1845

Diperbarui: 8 Desember 2019   10:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : http://1.bp.blogspot.com/

Cikande merupakan desa di kecamatan Cikande, Kabupaten Serang, Banten, Indonesia. Ketika masa kolonialisme bangsa Belanda di Banten, Cikande pun tak luput dari kekuasaan kolonialisme Belanda.

Sehingga timbul banyak pemberontakan di Cikande, antara lain pemberontakan Nyi Mas Gamparan, pemberontakan cikande udik dan masih banyak lagi pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan oleh masyarakat Cikande. Penulis tertarik mengangkat mengenai pemberontakan cikande udik yang dilakukan oleh para petani yang menenutut hak di tanah Partikelir.

Latarbelakang

Peristiwa yang melanda tanah partikelir Cikande sebagai akibat dari gerakan perlawanan Nyi Gamparantahun 1836 telah membawa pengaruh besar dalam hal perubahan kepemilikan tanah. Akan tetapi dampak kerusuhan yang terjadi pada tahun 1845, terutam di Cikande Udik.

Peristiwa ini jauh lebih besar dan mempunyai pengaruh yang lebih luas dibandingkan peristiwa tahun 1836, bahkan berita tentang kerusuhan ini mencapai Den Haag dan mendorong seorang Gubernur Jendral untuk memberikan penjelasan. Bagi pemerintah Belanda, dampak menggemparkan ini terjadi karena korban yang jatuh termasuk juga beberapa orang Belanda yaitu tuan tanah Cikande udik dan keluarganya.

Di samping itu, ada kecuringaan behawa pelaku kerusuhan tahun 1845 masih memiliki hubungan kerabat dan pengaruh dari tokoh kerusuhan tahun 1836 yaitu Nyi Gamparan.

Sejak dilepaskan oleh pemiliknya pada tahun 1836, perkembangan pesat dialami oleh tanah-tanah ini. Para pemilik yang baru, dengan jaminan keamanan dari aparat pemerintah dan harapan untuk memasok produk tanaman lebih besar, memaksimalkan produk kedua tanah tersebut.

Dalam catatan pemerintah selama beberapa tahun setelah penjualan, tanah Cikande Udik mampu menghasilkan produk empat kali lipat dari hasil produksi yang dicapai sebelum tanah ini dijual.

Sementara itu Cikande Hilir dapat memasok 20 ribu pikul beras. Meskipun prioritas utama dalam hal penanaman di kedua tanah ini bukan merupakan komoditi ekspor melainkan tanaman pangan, hasil produksi diatas memiliki nilai yang tinggi untuk memasok tanaman pangan bagi kebutuhan pemerintah dan penduduk sehingga mencegah terjadinya potensi kelaparan selama Culture Stelsel di daerah itu.

Tanah Cikande Udik telah dijual kepada Tan Keng Bun setelah peristiwa kerusuhan tahun 1836. Namun tampaknya Tan tidak lama memilikinya dan melepaskannya kembali. Ia menenmukan pembeli seorang Belanda bernama P.S.J Kamphuis. Dalam pengelolaan tanah ini, Kamphuis tinggal di pesanggrahan bersama keluarganya.

Di sana ia juga membangun sturuktur managemen yang bertugas mengatur dan mengawasi kinerja penduduk demi keuntungan maksimal yang dihasilkan dari tanah partikelir tersebut. Untuk itu ia mengangkat seorang administrator bernama Pes, yang ebrtugas menjadi menager pimpinan dari staf bawahannya, yang sebagian besar terdiri atas orang-orang eropa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline