Lihat ke Halaman Asli

Ismi Mia

Mahasiswa

Pencatatan Perkawinan adalah Bukti Sahnya Perkawinan

Diperbarui: 15 Februari 2023   17:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pendahuluan

Pencatatan perkawinan merupakan hal yang penting, bahkan menjadi persyaratan administrasi yang harus dilakukan. Tujuannya agar perkawinan itu jelas dan menjadi bukti bahwa perkawinan itu telah dilangsungkan, baik bagi yang bersangkutan, keluarga kedua belah pihak, orang lain, maupun bagi masyarakat karena peristiwa perkawinan itu dapat dibacakan dalam surat resmi dan dalam surat. daftar yang sengaja disiapkan. untuk itu agar sewaktu-waktu dapat digunakan terutama sebagai alat bukti tertulis yang otentik. 

Dengan adanya surat bukti itu, secara hukum dimungkinkan untuk mencegah terjadinya perbuatan lain. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa meskipun ketentuan tentang pencatatan perkawinan hanya merupakan persyaratan administrasi, namun ketentuan tersebut mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap ketentuan administrasi lainnya, khususnya yang berkaitan dengan peristiwa dan perbuatan hukum.

Seperti yang baru ini diungkapkan, surat nikah pada dasarnya adalah metode yang sah untuk pembuktian. Berkaitan dengan itu, dalam buku keempat, Bagian I, pasal 1865 Kitab undang Hukum Umum, disebutkan bahwa motivasi diadakannya pembuktian adalah:

Sebagai anggapan bahwa individu memiliki keistimewaan
Untuk menegaskan dan memperkuat bahwa seseorang memiliki keistimewaan
Untuk menyangkal atau menyatakan pernyataan yang salah bahwa orang lain memiliki hak istimewa
Untuk menunjukkan dan menyatakan bahwa telah terjadi apa yang sedang terjadi atau suatu peristiwa telah terjadi.
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kehadiran surat nikah yang sah menurut hukum memegang peranan penting, terutama dalam upaya menjaga dan melindungi kebebasan seseorang dan untuk menunjukkan bahwa suatu peristiwa yang sah telah selesai. Akibatnya, ketika ada kasus atau klaim dari satu pihak lagi sehubungan dengan sahnya suatu kegiatan yang sah, pekerjaan pembuktian (dalam hal ini pengesahan perkawinan) menjadi sangat penting. Bila ditelaah lebih lanjut, keberadaan alat bukti yang tersusun, khususnya dalam menangani perkara di pengadilan, berdiri kokoh pada suatu keadaan yang berat, padahal merupakan alat bukti yang withering banyak digunakan dibandingkan dengan alat bukti lainnya. Selain itu, bukti yang disusun ini dapat sah untuk jangka waktu yang lama selama laporannya masih ada.

Pendaftaran pernikahan tidak menentukan apakah pernikahan itu sah atau tidak. Hal inilah yang kemudian menjadi salah satu faktor yang menyebabkan banyak orang tidak mendaftar di Kantor Kebendaharaan Umum atau Kantor Urusan Ketat (KUA) bagi umat Islam. Di sisi lain, pengaturan ini hanyalah sebuah substansi, sehingga acara pernikahan tidak memuaskan pihak yang masih mengudara dengan peraturan. Banyaknya kasus pengabaian pasangan dan anak, hubungan kontrak terpisah, yang salah satunya disebabkan oleh tidak adanya hubungan. Mengalahkan hal tersebut, otoritas publik telah memberikan payung hukum yang tertuang dalam Pasal 2 ayat (2) PP No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan PP No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, PP No. 22 Tahun 1946 ttg UU No. 32 Tahun 1954 tentang Pendaftaran Terpisah Hubungan, dan Rujukan. Agregasi Regulasi Islam, sebagai upaya untuk melindungi masyarakat dari negara. Keuntungan yang muncul dari pendaftaran hubungan antara lain: (1)terjaminnya kepastian status suami istri dan anaknya(2)terjaminnya proses pengurusan akta kelahiran anak(3)terjaminnya hak waris dari suami istri serta anak. 

Pembahasan

1. Sejarah pencatatan perkawinan di Indonesia

Pertama, aturan Islam, baik dalam Al-Qur'an maupun al-Sunnah, tidak secara eksplisit mengatur daftar hubungan. Ini unik dalam kaitannya dengan muamalat (mudayana) yang tidak diselesaikan dengan uang tunai untuk jangka waktu tertentu, pencatatannya diminta. Tuntutan kemajuan dengan berbagai pertimbangan kemaslahatan, syariat Islam di Indonesia perlu mengaturnya dengan pertimbangan yang sah demi kepastian hukum di mata masyarakat.

Upaya ini sudah lama diupayakan oleh aparatur negara, karena selain merupakan perjanjian yang sakral, perkawinan juga mengandung hubungan kebersamaan. Hal ini terlihat pada penjelasan keseluruhan nomor 2 (dua) Perda No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagai berikut:

"Saat ini, peraturan pernikahan yang berbeda berlaku untuk pertemuan warga yang berbeda dan distrik yang berbeda, sebagai berikut:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline